11. Turnamen Basket

48 15 1
                                    


********

Aku sering mendapat kesialan dalam hidupku, saking seringnya aku bahkan tidak bisa menghitungnya. Namun untuk hari ini, aku berharap kesialan itu tidak menuntunku ke ruang olahraga untuk mengembalikan tumpukan bola voli di keranjang dan menyaksikan dua orang yang baru saja melepaskan bibir saat aku membuka pintu.

"ugh menjijikan.." cicit Naruto.

Bagaimana bisa hal terjadi, aku dan Naruto tidak sengaja memergoki Sasuke dan ino berciuman panas di ruang olahraga yang temaram. Aku memperhatikan Ino yang membetulkan kancing seragamnya yang terbuka, serta  Sasuke yang menurunkan jarseynya yang tadinya memperlihatkan absnya.

"Sa-sakura..ini" suara Sasuke tercekat.

Aku menarik nafas panjang, mengabaikan hatiku yang berdenyut sakit dan terus melangkah melewati mereka untuk menyimpan keranjang voli sesuai dengan tempatnya.

"ayo cepat Naruto, kita masih ada kelas kimia"

"Sakura..Naruto" Sasuke kembali memanggil nama kami. Tidak ada yang menjawab.

Naruto berdiri di belakangku saat Sasuke berjalan mendekati kami, sedangkan Ino sudah melengos pergi dengan seringai kemenangan. Jalang itu, aku ingin mencakar wajahnya.

"maaf, kami harus kembali ke kelas" aku berbicara dengan nada yang sedingin mungkin tanpa melihat Sasuke.

"yang kalian lihat tadi...itu um..."

"Ka-kalian melakukan hal menjijikan disini, apakah itu kurang jelas.." celetuk Naruto yang langsung kucubit perutnya agar dia diam.

Sasuke menarik nafas dalam-dalam, dia terlihat gusar. Seperti ingin mengatakan sesuatu namun tertahan, dia mungkin ingin menjelaskan tentang apa yang telah terjadi. Apapun yang akan di jelaskannya aku tidak perduli, hatiku terlanjur terbakar cemburu dengan apa yang dia lakukan bersama Ino.

"jika ingin menjelaskan lain kali saja, kami ada kelas.." aku menarik tangan Naruto menjauh dari Sasuke. Kami berlari sekuat tenaga menghindarinya.

Dadaku hampir meledak, cumbuan mereka, tatapan Sasuke dan juga hal yang ingin dia katakan, semua itu membuat denyutan menyakitkan yang tak terjelaskan. Aku terus menarik Naruto, melewati kelas, melewati ruangan lainnya hingga kami sampai di belakang perpustakaan, aku merosot di dinding dan berjongkok menyembunyikan wajahku di antara lengan.

"hoi bukankah kita harus masuk kelas sekarang?!" Protes Naruto dengan marah.

Air mataku terus berjatuhan tanpa bisa kutahan, ingus menumpuk di hidungku hingga menahan saluran pernapasan. Salivaku terasa asin, sekeras batu ketika tertelan di tenggoranku. Aku tidak mengerti, mengapa aku menangis.

Bodoh sekali.

"hiks..hiks..hikss..Na-naruto hiks.."

Naruto terkejut, dia berjongkok di sampingku untuk melihat apakah aku benar-benar menangis. Dia menyingkap rambut merah jambu dan melihat pipiku yang basah karena air mata.

"ho-hoi ke-kenapa kau menangis?"

Aku tidak bisa menjawabnya, terlalu malu mengatakan jika hatiku sakit karena cemburu melihat Sasuke dan Ino. Psikopat gila ini pasti akan meledekku.

Naruto panik, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Ini pertama kalinya aku menangis di depannya setelah bertahun-tahun lamanya, jika dulu dia akan tertawa tiap kali aku menangis dan berteriak 'cengeng', sekarang dia hanya berdiri tanpa mencemoh. Dia tidak pergi meskipun aku mendengar langkah kakinya yang gusar.

Si kepala kuning itu duduk di sampingku, aku bisa merasakan lengannya yang dingin dan gemetar menyentuh bahuku, menepuknya dengan pelan.

"a-aku akan berdoa pada dewa Kyuubi, me-mereka akan dihukum"

Between Sunny and RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang