21. Tidak akan pernah sama lagi

61 10 2
                                    

Cerita ini sudah keluar jalur dari alur yang udah aku rancang dari awal, terkesan aneh dan berantakan. Tial kali ingin melanjutkan cerita ini, aku gak tau mau ngetik apa. Rasanya otakku buntu. Aku sering baca ulang ff inj dan nemu banyak typo. Sebenarnya lebih efisien nulis di laptop, tapi aku lebih suka nulis di hp. Idk why, aneh kan yah hhahahaha.

Untuk siapapun yang membacanya, terima kasih telah membaca sejauh ini.

********

Beberapa kejadian yang dialami olehku ataupun orang disekitarku membuatku memikirkan kesalahan sebagai sesuatu yang lain. Kesalahan yang selama ini menjadi hal yang ditakuti dan dibenci, tapi itu menjadi suatu hal yang selalu dilakukan manusia.

Saat melakukan kesalahan, ada berbagai hal yang akan terjadi. Entahkah kesalahanmu akan diterima dan di maafkan, seseorang yang dendam dengan kesalahanmu, atau seseorang yang akan memberikan hukuman atas kesalahan yang diperbuat.

Di sekolah, para guru bagaikan hakim yang selalu siap menjatuhkan vonis untuk setiap kesalahan yang kita
lakukan. Di atas kertas, nilai merah siap menghiasi buku raport sebagai ganjaran atas setiap poin kesalahan yang kita lakukan dalam lembar ujian.

Lalu ada Hiashi yang menjadi hakim di keluarga Hyuuga yang menjatuhkan vonis pada Hinata yang kembali di kurung di kamarnya, semua akses komunikasinya dibatasi sesuai dengan perintah Hyuuga Hiashi. Namun dibandingkan semua itu, larangan bertemu dengan Hotaru adalah sebuah hukuman terberat dari sebuah hal dia lakukan yang diaggap kesalahan oleh para orang-orang dewasa yang agung.

Pada hakikatnya, manusia tidak bisa bebas dari kesalahan. Meskipun mereka tak berniat melakukannya.

Aku mengerti perasaan Hinata, akibat sanksi sosial itu dia melakukan hubungan yang di anggap kesalahan secara sembunyi-sembunyi untuk mencegah mendapat hukuman yang telah dia dapatkan.

"berapa lama lagi Hinata akan dikurung?"

"Sebulan mungkin, tergantung dokter yang menanganinya sudah memberi keputusan jika Hinata benar-benar sembuh"

"Hinata tidak sakit, pamanmu benar-benar gila"  kataku.

"pamanku memang gila, jika istrinya masih hidup. Dia akan memukul kepala pamanku yang tolol itu"

Aku menatap ramen yang sudah tandas di mangkok Neji, kupikir dia tidak menyukai makanan berkuah itu.

"paman, tambah satu lagi" terdengar suara cempreng di sampingku, pria yang hidup bersamaku hampir 18 tahun lamanya.

"tidak usah paman" balasku.

Naruto memberiku tatapan tajam, sebelum dia membalasku aku kemudian menggeser mangkukku yang baru kumakan sedikit, "ambil saja punyaku, Naruto."

"tidak mau, sudah ada ludahmu disini"

Aku berdecak pelan, memukul kepala Naruto pelan. Naruto akhirnya mengalah, dia menyumpit ramen di mangkukku tanpa mengatakan apapun lagi. Tidak ada yang lebih indah untuknya daripada ramen.

"terima kasih untuk ramennya, Hyuuga" kataku, "tumben sekali kau meneraktir kami hari ini"

Neji menyeringai, "panggil aku Neji, aku tidak suka seseorang memanggil nama keluargaku"

Sudah beberapa hari sejak perjalanan di  Kiri, Neji lebih sering bertemu denganku akhir-akhir untuk memberi kabar tentang Hinata karena keterbatasan komunikasi.

"tampaknya Sasuke sudah punya teman untuk di ajak ke pesta club" tutur Neji mengganti topik. "kupikir dia akan mengajakmu" katanya lagi.

Aku menghela nafas, mencoba mengabaikan Neji. Bahkan disaat seperti ini, dia masih memprovokasiku. Tentang Sasuke, memang benar dia telah mengajak salah satu junior di tahun pertama bernama Fuuka, kami mengobrolkannya tadi malam di jendela tentang itu.

Between Sunny and RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang