Luka, luka, luka ... Diulangnya ribuan kali hingga kata itu tak lagi bermakna .. Dan ketika rasa itu mulai bernama ... Mana yang harus dipilihnya ? Mengungkapkannya ? atau sanggupkah
ia melepasnya ?*
Sebuah Volvo hitam merangkak pelan, seiring alur kemacetan petang kota Jakarta yang
menggila. Patton menghela nafas panjang, lalu menyentuh pedal rem di kakinya.
Menyesali kebodohannya memilih jalan besar sebagai rute pulang. Padahal ia tahu
beberapa jalan tikus yang bias ditempuhnya dari tempat gadis yang baru ia antar
pulang itu, tinggal.Ya, Shilla. Patton hampir terkejut menyadari dampak nama itu pada kecepatan detak jantungnya belakangan ini. Menyadari dampak suasana hati yang terbawa kemana-mana hingga Mamanya
bertanya ada apa dengan dirinya. Mencemaskan anaknya memakai nikotin atau
barang apa hingga terus tersenyum seperti orang gila.Patton hampir tertawa sendiri lagi, lalu tiba tiba menyadari bagaimana orang luar melihat dirinya. Mungkin dia memang aneh. Patton menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menatap
jok di sebelahnya. Jok yang sudah di dudukioleh gadis yang menghantui sudut
pikirannya selama hampir tiga minggu terakhir.Hampir tiga minggu setelah pesta Ify berakhir. Hampir tiga minggu sejak pertemuan pertama itu. Hampir tiga minggu Patton bersedia mengantar jemput Shilla (mengabaikan ejekan
Ify dan Deva seputar 'sopir pribadi'). Hampir tiga minggu ada yang selalu
tertawa di sampingnya.Tapi .. Patton mulai berpikir .. serenyah apapun tawa itu, Ia takkan pernah melupakan saat saat hening yang sebenarnya jarang terjadi, namun selalu sangat mencemaskan jika
berlangsung. Saat Shilla menatap keluar jendela, entah memandang apa. Tatapan
yang selalu mengingatkannya pada air mata Shilla, yang jatuh pada hari yang
bersamaan dengan pertemuan pertama mereka. Patton tidak perlu penjelasan
mendetil untuk tahu siapa yang sedang direnungi Shilla.Sesubgguhnya pula, Hampir tiga minggu sudah, Patton menyayangi gadis itu.Patton memejamkan mata sejenak. Ingatannya melayang pada pejelasa-mendetil-yang-tidak-perlu-karena-Patton-sudah-tahu yang dikisahkan Shilla suatu saat. Penjelasan gadis itu tentang siapa yang
mengusik perasaannya, membuat hatinya berteka-teki tak pasti, teka-teki yang
tak mampu di urainya sendiri. Rio.Entah gadis itu terlalu naïf atau sedang berusaha membohongi dirinya sendiri. Karena seharusnya orang paling bodoh pun tahu apa yang sedang dirasa Shilla sebenarnya.Patton tidak menanggapi saat Shilla bercerita tentangnya. Ia tidak mau menjawab dan tidak berharap dimintai jawaban. Setengah dirinya seperti berteriak agar gadis bodoh
yang disayanginya itu menyelesaikan teka-tekinya sendiri. Namun setengah
dirinya yang lain juga berbisik, berharap dalam gelap, agar gadis itu tak perlu
mengurai sang teka-teki dan perlahan melupakan perasaan itu karena kehadiran
Patton di harinya. Karena Patton tahu, sadar atau tidak, hanya Rio yang ada di mata gadis itu.Patton menghela nafas, terusik kebisuan yang terlalu mencekam, ia memutuskan menyalakan radio di dashboard mobilnya. Hela nafasnya merileks, mendengarkan penyiar favoritnya
sedang bercuap cuap mengenai gossip salah satu penyanyi muda Amerika yang
sedang naik daun, Taylor Swift."eniwei .. daripada gua ngomongin gossip mulu ya, Bo .. mending gua puterin salah satu lagu favorit gua dari si eneng ini .. Check it out .. Invisible from Taylor Swift .. stay