Love Command ( Bab 17 )

801 15 0
                                    

Rintangan, adalah lawan yang harus dikalahkan sekligus kawan yang membuat kita bertahan.*Waktu pun menipu, berlari tanpa ragu dan sejurus kemudian berlalu. Hitungan hari sudah mencapai angka ketujuh, saat minggu akhirnya menasbihkan diri sebagai penghujung liburan tengah semester bagi seluruh siswa Season High. Melemparkan mereka kembali kepada rutinitas membosankan namun penting yang harus dihadapi.Minggu petang itu, kediaman keluarga Haling nampak lebih sibuk dari biasa. Para pelayan dengan seragam hitam andalan mereka berlalu-lalang di sekitar dapur hingga aula besar (merangkap ruang serbaguna dan ruang tamu), sedang melapisi meja-meja dengan kain besar bercorak abstrak, menumpukkan serbet-serbet kertas dan piring-piring keramik berwarna gading serta menyalakan chandelier yang terletak di sudut-sudut.Berbagai pastry berukuran sekali telan ditata di atas nampan nampan cantik, mangkuk-mangkuk besar kaca diisi fruit punch dan bermacam hidangan utama (sebagian besar menu non fattening, memperhitungkan mereka yang sedang diet ketat) dimasukkan ke dalam baki-baki perak jumbo untuk diatur secara prasmanan. Rupanya hari itu adalah jadwal pesta socialite akan dihelat di kediaman Haling. Berhubung Gabriel sedang berada di Paris, Rio lah yang di daulat (dengan terpaksa) sebagai tuan rumah.Di meja tengah dapur, seorang gadis manis dibantu dua orang lainnya tampak sedang sibuk menuangkan cocktail ke dalam ratusan collin glass yang akan dihidangkan sebagai welcome drink.Shilla sedang mengisi gelas kedua puluh, saat Bi Okky tiba-tiba menyuruhnya menghias puluhan cupcake polos berwarna-warni di atas sebuah nampan panjang yang terletak di meja marmer dapur yang menempel ke tembok, di dekat pintu.Shilla dituntut menggunakan sumpit untuk mengambil topping cupcake (entah itu butiran chocochip atau sereal honeystar) lalu meletakkannya di atas kue-kue mungil menggemaskan itu. Karena tidak terbiasa menggunakan sumpit, honeystar atau chocochip yang disumpitnya kadang melompat kemana-mana sesuka-sukanya.Tepat pada saat itu, sesosok tubuh tinggi memasuki dapur. Sosok itu tersentil salah satu chocochip yang sedang melompat indah hingga chocohip itu menempel di bagian bawah matanya dan menyebabkannya sekarang tampak ber-tompel.Shilla melotot takut sambil berusaha menahan tawanya "Sorry .." ucap Shilla, lalu mencopot chocochip itu dari wajah Rio. Shilla langsung merasa cupcakenya itu butuh sekali diperhatikan sehingga ia meneruskan pekerjaannya dengan tampang tak bersalah.Rio merengut. Ia menyandarkan pinggangnya pada meja marmer hingga posisinya kini berlawanan arah dengan Shilla, sambil memperhatikan gadis itu dengan tekun menghias cupcakenya.Shilla memajukan wajahnya, berniat menghias salah satu cupcake yang terletak di pojok nampan, agak jauh dari posisi tubuhnya saat tiba-tiba sepotong tangan, iseng mengambil cupcake yang akan dikerjakannya.Shilla mendengus ke arah Rio, yang sedang melahap cupcake tadi tanpa rasa bersalah."Kenapa ?" Tanya Rio sambil mengangkat alis. Rio melahap sisa cupcake lalu terbatuk pelan. Ia membersihkan tenggorokannya lalu berkata agak lantang "Ga ada yang nyediain saya minuman nih ?"Shilla menatap Rio tidak percaya. Dasar orang gila. Shilla menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu melihat sekelilingnya. Para pelayan yang sedari tadi sibuk menyiapkan tetek-bengek pesta socialite kini sedang mengerubungi lemari pendingin. Mengambil berbagai macam minuman lalu meletakkannya di atas baki panjang utnuk dipilih oleh Yang Mulia Rio, seperti biasa.Rio mengambil sekaleng moccacino dingin dengan angkuhnya, saat baki itu disodorkan ke hadapannya. Rio membuka penutup kaleng, menyesapnya sedikit lalu memandang Shilla "Mau ?"Shilla tersenyum masam, lalu memutuskan kembali berkonsentrasi dengan sumpit laknat itu, yang masih menolak bekerjasama dengannya."Ga bisa make sumpit ya ? Lama banget ?" Cela Rio pelan. Suaranya terdengar sedikit parau.Shilla menggeram pelan. Rio ini, mentang-mentang sedang kesal karena terpaksa menjadi tuan rumah acara yang –menurut Rio sendiri- kurang penting ini, jangan menularkan aura kejengkelan ke semua orang dong.Shilla manyun. Semenjak pulang dari tempat peristirahatan itu, Rio memang kembali ke sikap normalnya. Dia dan Rio pun kembali pada aktivitas adu mulut rutin mereka. Sebabnya adalah insiden yang terjadi pada malam yang sama dengan malam ulang tahun Shilla.* (flashback)"Ya, kita. Hanya bintang, kita dan cinta." Rio menatap gadis dalam rangkulannya lekat-lekat. Mengisyaratkan kedalaman kata-kata yang baru dirancangnya secara serius. Mempraktekkan pelajaran dari guru cintanyaRio tersenyum kecil, menunggu reaksi macam apa yang akan dilontarkan gadis itu. Setelah seharian penuh berlakon dengan jurus-jurus romantis hasil didikan gurunya, Rio yakin kata-kata tadi akan membuat gadis ini tersenyum manis atau mungkin malah tersipu malu-malu.Shilla Nampak serius mencerna kata-kata Rio. Ia mengerjapkan mata dua kali, menggembungkan pipi lalu tiba-tiba ...... tertawa sambil menggelengkan kepala tak percaya ? Rio melotot.Apa-apaan ini ? benar benar tidak sesuai dengan estimasi yang diramalkan guru cintanya. Tidak ada balasan tundukan malu-malu, pipi memerah atau sebangsanya. Malah kini kata-kata romantisnya ditertawakan seakan ia baru menyampaikan lelucon aneh.Rio melepas rangkulannya, bersedekap menatap langit lalu mendelik cepat pada gadis yang sedang mengontrol tawa di sebelahnya "Oke. Bagian mananya yang lucu ?" ucap Rio tersinggung. Astaga. Gadis ini benar-benar menghancurkan atmosfir romantis yang dibangunnya susah payah sedari tadi."Sorry.." kata Shilla sambil mencolek-colek lengan Rio yang sedang memelototi langit. Rio menoleh sekilas kea rah Shilla lalu membuang pandangannya ke depan lagi."Cumaaaa ... jadi romantis begini bukan kayak kamu aja .. kamu berusaha keras ya ?" Shilla masih berusaha membekap mlutnya yang tak bisa berhenti terkikik "Aku suka sih, tapi .."Rio mengangkat sebelah alisnya. Gadis ini benar-benar tidak tahu perjuangannya, ya ? Selain kursus memasak, Rio juga harus merelakan diri mengikuti kursus kilat romantis bersama tukang masak merangkap guru cintanya, the one and only Chef Dave. Rio harus menaan mulut serta mempertebal telinga mendengar ceramah panjang lebar Chef satu itu yang jarang ada titik komanya.Dan usaha dahsyat semacam itu, yang dilakukan oleh seorang Mario Stevano Aditya Haling hanya demi ulang tahun seorang gadis harusnya dibuat plakat penghargaan atau seklain dicatat dalam Guiness Book of Record. Bukan malah ditertawakan seperti ini."Tapi .. I like you just the way you are .." ucap Shilla meneruskan "the snob one .." Shilla menaik-turunkan alisnya secara jenaka."Yeah, whatever .." sambar Rio keburu keki, lalu meninggalkan gadis yang sedang mengerang gemas di balkon "Rio maaaaah.."*Shilla menghela nafas. Gila ini mah, batinnya masih cukup banyak cupcake yang harus dihiasnya. Dan pemuda di sampingnya ini bukannya datang membantu malah merecoki.Rio menguap kecil lalu menyapukan pandangannya, mencari objek untuk menceriakan dirinya yang mengantuk. Shilla memutar bola matanya saat melihat Rio mencegat seorang pelayan yang sedang membawa baki berisi pai apel berukuran seklai telan."Ambilin satu," Rio menadahkan tangannya ", yang selainya paling banyak .." kata Rio banyak maunya.Pelayan itu hendak meletakkan sebuah pai apel di tangan Rio saat tuan muda satu itu misuh-misuh "Ambilin tissue dulu dong, baru ditaro di tangan saya .. Gimana sih .."Setelah mendapatkan apa maunya (disertai bungkukan mendalam dari pelayan tadi), Rio melahap pai nya lalu menepuk-nepuk perutnya. Ia menyesap moccacino nya dan terbatuk pelan. Tenggorokannya memang agak gatal sedari tadi.Shilla memandang ke arah Rio, mengira batuk tadi merupakan salah satu bentuk gangguan lain dari Rio saat melihat wajah pemuda di sebelahnya memang agak pias "Kamu sakit ?" tanyanya.Rio mengangkat bahu lalu menatap Shilla "Kalo gitu, ambilin aspirin deh .." kata Rio dengan nada memerintahnya yang biasa "sekalian air putih.."Shilla memicingkan mata ke arah Rio "Ga bisa bilang 'tolong' ya ?"Rio cuma mengangkat alisnya, hingga akhirnya Shilla beranjak mengambil aspirin di kotak obat lalu emnuangkan air dari pitcher ke sebuah gelas berkaki panjang dan memberikannya keduanya pada Rio.Rio menelan obatnya, meletakkan gelas ditangannya ke meja lalu memandang gadis di sebelahnya yang kini berkuata lagi dengan cupcakenya."You are so friggin' boring, tahu gak ?" kata Rio, yang cuma dijawab dengan pandangan mencela oleh Shilla.Rio menghela nafas, membetulkan posisi berdirinya lalu menarik tangan Shilla keluar dapur. Rio mencolek slah seorang pelayang yang dilewatinya "Selesaiin kerjaan dia." Ucapnya sambil menunjuk nampan cupcake itu dari kejauhan."Ri .. eh, Tuan apaan sih ?" Tanya Shilla terengah, menyadari tatapan aneh yang diluncurkan semua pelayan ke arah mereka.Rio berhenti tepat di tengah aula, ia memandang jengkel Shilla. Shilla menatapi tangannya yang masih dipegangi oleh Rio, lalu baru menyadari penampilan Rio malam ini. Rio tampak gagah dengan setelan coklat marun Bottega Veneta, yang makin menonjolkan warna mata pemuda itu.Shilla memandang dirinya sendiri, dengan seragam pelayan keluarga Haling. Ini yang disebut pungguk bersanding dengan bulan.Omong-omong soal kekontrasan pakaian, seorang gadis petite baru memasuki aula, mengenakan sequin tube top dress hitam super ketat dari Herve Leger dipadu Lavender 'greta' pump Nordstrom shoes teranyar dari Vera Wang, membuat Shillla buru-buru melepaskan cekalan tangan Rio."Your Ex, arah jam sembilan," Shilla berbisik iseng, menyusul skor Rio yang sedaritadi membuatnya kesal. Tanpa mendengar sanggahan protes Rio, ia melanjutkan "Aku ngumpet dulu deh .." ucapnya, meninggalkan Rio yang kini mendengus kesal menghadapi gadis mungil yang tersenyum sinis sambil menghampirinya.Akhirnya, Shilla menghabisakan malam itu dengan bersembunyi di dapur, membenahi piring kotor.*Shilla turun dari angkutan umum, membetulkan posisi ransel hitam andalannya lalu menutup hidung dari semburan asap knalpot bus yang menderu meninggalkannya. Rio hari ini tidak masuk sekolah. Selain karena masih pusing, Rio bilang dia memang punya wewenang untuk izin dari sekolah kapan saja sesuka dia –katanya-.Shilla melangkah memasuki gerbang lalu berhenti sebentar beberapa meter setelah melewatinya. Ia melirik cepat ke kanan dan kiri, lalu tanpa kentara mengecek atasan seragamnya. Kemeja dan blazernya masih terkancing semua. Dasinya tergantung rapi di lehernya.Shilla menengok ke bawah. Kaos kakinya berwarna sama, putih sebawah lutut dengan lambang Season High di bagian atas. Bahkan dia pun memakai sepatu yang benar di kedua kakinya. Tidak tertukar yang mana kiri dan kanan. Atau mungkin.... Shilla meraba bagian belakang rok lipitnya, risletingnya jelas-jelas tertutup rapat.Lalu, kenapa dong semua orang menatapnya seakan-akan ia adalah alien yang baru turun dari piring terbang perak miliknya untuk menginvasi bumi ?Shilla berjalan cepat sambil menoleh ke sekelilingnya dengan curiga. Tarik nafas, Shilla .. batinnya. Gerombolan cewek disana tidak sedang berbisik-bisik membicarakanmu dan kumpulan cowok yang bersandar di depan kap Volkswagen klasik itu TIDAK MUNGKIN menyiulimu. Memangnya siapa kamu ? Lindsay Lohan ?Shilla menarik nafas, lalu berjalan ke dalam gedung. Ia memasukkan student card nya ke mesin absent lalu bergegas menuju elevator yang sudah diisi gerombolan cewek lain, menggenapkan jumlah 8 orang dari total maksimal yang bisa diangkut elevator ini.Shilla memasuki elevator dan tiba-tiba gerombolan cewek itu terdiam. Shilla membalikkan badannya, menghadapi pintu elevator yang hampir menutup tepat saat sepotong tangan berhias gelang Swarovski dengan kasar memencet tombol 'open' di dekatnya.Shilla bisa mendengar kasak-kusuk di belakangnya. Sebuah suara manja, sepertinya pemilik tangan yang mash menahan tombol itu, berbisik pada teman-temannya "Ada DIA, bego .." menekankan kata kedua agak keras "Gue ga mau selift sama DIA .."Shilla mengerutkan kening lalu merasa gadis-gadis di belakangnya mulai meringsek maju dan menyenggolnya kasar untuk keluar dari lift. Hingga kini hanya dirinya yang tersisa di dalam lift.Serius ? Apa semalam orang-orang planet Mars menculiknya lalu merubah mukanya hingga sekarang ia tampak seperti E.T ?Hal terakhir yang dilihat Shilla dalah pandangan penuh kejijikan yang dilemparkan kepadanya melalui celah pintu lift yang kian mengecil.*Ini hari apa sih ? Apa ada hari nasional baru ya di kalender ? Hari Mari-menganggap-Shilla-terkena-kusta-dan-menjauhinya-beramai-ramai ? batinnya sarkatis. Shilla masih ingat tampang cowok pembawa buku fisika super tebal yang hampir memasuki elevator di lantai dua tadi.Hampir. Karena saat melihat Shilla yang tersenyum mempersilakannya masuk, cowok itu tiba tiba menggaruk kepala, mundur menjauhi elevator dan bergumam samar "Tunggu lift laen aja deh .."Shilla mendengus lalu keluar dari elevator di lantai kelasnya berada. Ia menegakkan tubuhnya. Sebodo deh sama orang-orang, pikirnya.Namun ternyata Shilla tidak bisa berpura-pura tidak peduli. Di lantai ini, ocehan sana-sini terdengar lebih lantang ditujukan ke dirinya. Sial, kenapa kelasnya harus terletak di ujung lorong sih."Anjrit. Masih berani masuk aja dia, gile .. ckckck .."".. korbannya mana ? Kok ga sama dia ? udah insap kali ye ?""Dulu gue kirain ransel butunya itu ala-ala NY street style gituuu .. Eh, taunya rombengan beneran ..""Maenan dukun kampung dia kali. Dukun kampung kan biasanya ilmunya asli, ga ecek-ecek kayak di Jakarta gini .."Shilla menggigit bagian dalam bibirnya sambil berjalan memasuki kelasnya. Meski sekarang dia sadar semua omongan aneh itu mengarah ke dirinya, dia masih tidak tahu apa jelasnya yang mereka bicarakan.Suasana kelas yang agak gaduh mendadak hening saat ia masuk. Shilla menunduk dalam, menyadari semua mata terpaku menatapnya. Ia berjalan menyusuri lorong barisan kursinya. Langkahnya terhenti karena penghapu seorang teman yang duduk di depannya terjatuh.Secara otomatis, Shilla mengambil dan menyerahkan penghapus itu pada sang empunya yang kini menatapnya cengo."Eerh .. Buat lo aja deh .." kata pemuda itu sambil meringis geli.Entah darimana juntrungannya, tiba-tiba sepotong blazer Season High melayang ke kakinya. Shilla menatap oknum pelempar blazer itu. Seorang gadis yang kini hanya mengenakan kemeja di bagian atas, melemparkan pandangan meremehkan ke arahnya."Ambilin dong blazer gue . Eh, cuciin aja deh MBOK .. udah biasa kan ? Eh eh, jangan deh .. Buat lo aja, gue sumbang .. Daripada lo morotin cowok cuma buat seragam .. Hiiiy .."Celetukan cewek itu mengundang gelak tawa seisi kelas, kecuali satu orang. Deva (Ify tidak terlihat) yang sekarang memandangnya miris. Shilla menghel nafas pelan, lalu melanjutkan langkah menuju kursinya, tepat saat bel masuk berbunyi.Shilla menghempaskan tubuhnya kek kursi. Tak berapa lama, Pak Chiko masuk ke kelas dan menyuruh merka semua mengerjakan evaluasi bab lima sementara ia sendiri mengoreksi hasil ulangan kelas sebelah.Shilla membuka bukunya, lalu berusaha memecahkan soal nomor satu. Tapi, saat ini satu-satunya soal yang harus diselesaikan otaknya adalah : Kenapa sih semua orang ini ?Deva yang duduk tak jauh darinya, mencoleknya "Pinjem buku cetak.." gumam Deva pelan.Shilla yang bingung karena Deva jelas-jelas punya buku cetak sendiri akhirnya menurut dan mengoper apa yang diminta pemuda itu.Deva melirik ke kanan-kiri lalu menyelipkan sepotong kertas di dalam buku ctak Shilla lalu menyerahkannya pada si empunya.Shilla mengerutkan kening melihat selipan Deva yang kini tengah menggumam "Baca aja .. jangan histeris .. selebaran itu ada dimana-mana si seluruh penjuru sekolah .."Shilla menurut lalu membuka bukunya. Kertas dari Deva sepertinya adalah selembar fotocopyan dari sebuah artikel yang aslinya mungkin seukuran surat kabar lalu diperkecil,Shilla melotot membaca headline dan isi artikel tersebut.

Love Command ( repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang