Love Command ( Bab 19 )

645 17 0
                                    

Rasa itu menjalari hal yang tak terbohongi. Saat dia kembali ada yang terganti pada hati, yang tak pernah pasti. Dan perubahan itu tersembunyi, kecuali teruntuk dirinya sendiri.*"Gabriel pulang ?" dua kata itu meluncur otomatis dari bibir Rio. Pemuda itu mengernyitkan dahi sambil merutuk dalam hati. Mau pulang kok ga bilang-bilang.Seakan menjawab pertanyaan Rio, tiba-tiba sebuah suara berat menyapa dari belakang Bi Okky "Halo.."Dan Rio betul-betul terpana menyaksikan sesosok tubuh tinggi menghampirinya, lelaki dengan tubuh makin berisi dan sebuah kacamata tanpa frame di wajahnya itu .. kakaknya kah ?Bi Okky mohon undur diri tanpa suara. Sementara itu Gabriel tersenyum lalu memperhatikan adik semata wayangnya yang masih tercengang. Matanya lalu menangkap sosok lain disana, yang juga sedang duduk membenamkan kakinya.Shilla sudah banyak berubah dari yang dijumpainya di bandara terakhir kali. Rambut gadis itu sudah memanjang dan wajahnya pun sudah terbentuk menjadi terlihat lebih dewasa. Yang Gabriel tidak ketahui adalah gadis itu baru saja merasakan indra pendengaran dan sekujur tubuhnya menggeletar karena suara pemuda itu.Gabriel tersenyum singkat sejenak. Ngapain dua orang ini malam-malam di pinggir kolam ?Entah kenapa, karena sebuah dorongan kuat, Gabriel melangkah pelan ke arah gadis yang masih menatapinya lekat-lekat lalu mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri. Tak sadar, bahwa Rio melotot melihat perlakuan Gabriel pada Shilla. Ia pun mendapat sebuah guratan aneh yang dirasanya pernah terlihat di mata gadis itu.Gabriel tersenyum saat Shilla menyambut bantuannya. Yang ia tidak tahu, Shilla menikmati kehangatan yang menelusup ke jemarinya saat tangan kokoh Gabriel menggenggamnya.Rio mengangkat kakinya dari air, berdiri sendiri karena tidak ada yang membantunya bangun. Mengenaskan. Ia memperhatikan wajah Gabriel lalu wajah Shilla, dan kedua tangan mereka yang masih bertautan. Rio berdecak dalam hati lalu berdehem keras.Gabriel tersenyum lalu melepaskan tangan Shilla. "Gue Cuma mau bilang halo .." kata Gabriel seakan memberikan penjelasan pada Rio."Gue ke atas dulu .. Nice to meet you again, Shilla .." katanya lalu melemparkan senyum lagi dan beranjak.Rio mencibir lalu baru sadar Shilla masih diam terbengong-bengong melihat kepergian Gabriel. Ia berusaha mengusir kecemasan mendadak yang melandanya."Weh .. bengong aja .." katanya sambil menowel Shilla.Shilla sedikit terperanjat lalu buru-buru membenahi ekspresinya "Dih .. siapa yang bengong .. orang lagi .. lagi ngantuk .." bantahnya, lalu menjulurkan lidah.Rio mengangkat alis "Ngantuk ? beneran ? bukan karena shock Gabriel pulang ?"Shilla mengernyit "Apaan sih ? kamu maunya aku shock ? cemburu ?" sindir gadis itu.Rio mengulum bibirnya lalu tiba-tiba menangkap ide iseng yang beterbangan di benaknya "Beneran ngantuk ?"Shilla menoleh ke arah Rio "Iya, bawel ..""Mau tahu ga cara biar ga ngantuk ?""Apa ?""Tutup mata.""Apa ?""Tutup mata .." perintah Rio lagi."Ck .." decak Shilla lalu menutup matanya. Rio ternyata menggandengnya berbalik ke arah kolam renang.Shilla membuka matanya "Ga ada acara cebur-ceburan ya ..""Tutup mata.""Ck." Kata Shilla lagi.Rio mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla lalu mendaratkan kecupan kilat di pipi gadis itu "tuh obat ngantuknya.""RIOOOOO ! Centil ih .." Shilla membelalakan matanya lalu memukuli lengan Rio secara barbar.Rio menjauhkan diri dari pukulan gadisnya sambil tertawa-tawa "Tuh kan ga ngantuk lagi."Shilla mengusap-ngusap pipinya "Dasar .." katanya lalu manyun dan terdiam.Rio merentangkan tangannya "Huaaah. Ke atas dulu ah. Mau ikut ga ?"Shilla berpikir sejenak. Merasakan pergolakan batin di hatinya lalu memutuskan "Ga deh. Aku mau tidur aja. Ngantuk." Kata Shilla, menafikkan hatinya yang meronta minta bertemu sosok lain itu lagi.Rio mengerutkan alis saat Shilla malah berjalan mendahuluinya sambil berjalan bingung. Ada apa sih dengan gadis itu ?*Rio memasuki kamar Gabriel tanpa permisi. Ia menyapukan pandangan lalu mendapati sosok itu sedang duduk di sofa ruang tamu kamar, menekuni macbooknya."Kapan lo nyampe di Jakarta ?" Tanya Rio.Gabriel mengangkat wajahnya, membenahi kacamatanya yang melorot sedikit lalu mengernyit "Begitu sapaan buat kakak kandung yang udah ga lo temuin berbulan-bulan ? Yang dibawah tadi ga gue itung sapaan, pelototan ga pernah masuk itungan greeting."Rio memutar bola matanya "Penting ya ?" ia menutup pintu lalu berjalan mendekati sofa yang diduduki Gabriel.Gabriel Cuma menaikkan satu alis lalu memperhatikan macbooknya lagi."Ck. Tutup dulu napa sih macbooknya ? Ga mau berbasa-basi ria dengan adik lo tersayang ini ?"Gabriel melengos lalu menatap Rio "Penting ya ?"Rio menghempaskan tubuhnya di samping Gabriel lalu merentangkan tangannya di kepala sofa "Kapan lo nyampe ?" tanyanya lagi."Tadi sore sebenernya, tapi gue mampir ke kantor dulu ..""Ooh .." ucap Rio "Dalam rangka apa lo balik ?""Ga dalam rangka apa-apa, gue mau balik aja. Ada masalah ?" Tanya Gabriel, memandang Rio sekilas.Rio manyun. Masalahnya kalo lo menimbulkan percik-perck cinta di hati Shilla lagi, kuya. Batin Rio, mengingat guratan aneh itu."Lo balik buat seterusnya ?" tukas Rio penuh hasrat pengusiran."Gue stay disini sampe .. sampe gue ga betah di Jakarta kali .."Maksudnya ? Sampai Gabriel ga betah ? Tunggu .."Bukannya Papa nyuruh lo netap di Paris ?" tuntut Rio "Lo kabur ya ?"Gabriel menatap Rio kesal "Kata Papa gue udah cukup tergembleng di Paris. Jadi gue mutusin pulang. Enek ngeliat baguette tiap sarapan. Gueudah kangen Jakarta. Lagian, Mama juga nyuruh gue ... ngawasin elo .." Gabriel menyeringaiRio mendelik "Hah ? Ngawasin gue ? Gue bukan anak kecil lagi kali .." katanya jengah.Gabriel mengangguk-ngangguk "Gue tahu kok lo bukan anak kecil lagi .." ujarnya sambil mengulum senyum geli."Ngapain senyum senyum ?" dakwa Rio.Gabriel menatap Rio penuh arti "Lo ngapain tadi beduaan sama Shilla di kolam renang ? Lagi pacaran ?" Rio melotot yang langsung ditanggapi dengan semburan tawa oleh Gabriel."Yo .. Yo .. YM an sama gue ada gunanya juga ?"Rio memasang tampang kecut "Apa sih ?""Ga heran sih. Diliat-liat Shilla tambah cantik ya ?" Gabriel menaik-turunkan kedua alisnya iseng sambil menutup macbooknya."Maksud lo ? Dia itu punya gue tahu .." ujar Rio. Lagi-lagi Gabriel tertawa menanggapi gelagat kecemburuan Rio yang terlihat kekanakan.Gabriel berdiri, merentangkan tangannya lebar-lebar lalu menoleh ke arah Rio "Kalo gitu, kita langsung jalan aja yuk ..""Apa ? kemana ?""Ga usah sok lupa lo. Lo kan udah janji lari keliling Bunderan H.I tengah malem kalo udah jadian sama Shilla."*Kegelisahan itu menghantui dan mengendap dalam hati. Rasa sayang yang terlalu besar kini berubah menjadi takut kehilangan.Sejujurnya, kepulangan Gabriel membuahkan dua perkara dalam benak Rio. Perkara-perkara kegalauan yang muncul setelah ia berpikir cukup jauh. Lega dan cemas. Lega karena ternyata ia kangen pada sosok kakaknya yang terkadang kelewat perhatian itu. Dan cemas, kalau-kalau kepulangan Gabriel akan membuat hati Shilla bersemai lagi. Tidak mudah melupakan waktu-waktu sulit gadis itu beberapa saat lamanya setelah kepeegian Gabriel dulu. Toh juga, Rio tak pernah tahu dan tak pernah sampai sejauh itu berpikir soal dimana benih perasaan Shilla untuk Gabriel itu terpendam sekarang.Benarkah benih itu sudah hilang tersaput angin ? atau hanya mengendap di tanah dan tertmpa akar-akar lain ? Kalau yang kedua itu benar, bagaimana kalau kepulangan Gabriel memupuki benih itu dengan air dan sinar matahari yang cukup ? Hingga benih itu kembali bertunas dan menyulur liar menerobos hal lain yang menutupinya selama ini ?Rio takkan pernah tahu dan karena itu kini otaknya masih sibuk berpikir. Terlintas dalam benaknya kilasan pembicaraan Gabriel tadi sepulangnya mereka dari Bundaran H.I (mereka melaksanakan hukuman Rio tanpa Shilla, karena berasumsi gadis itu sudah tidur seperti niatan yang dikatakanyna pada Rio).*Rio meneguk air dalam botolnya dengan rakus. Lari malam-malam, selain berpotensi dikira orang sakit jiwa ternyata juga menimbulkan efek kelelahan dan kehausan yang luar biasa seperti yang dirasakannya kini. Belum lagi, embusan angin malam yang bukannya menyejukkan malah membuat sekujur tulangnya ngilu. Olahraga memang paling sehat dilakukan pagi-pagi sepertinya.Sementara Gabriel menatapi jalanan lengang di hadapannya sambil serius menyetir, ia bergumam pelan "Shilla .. akhirnya membuat lo jatuh juga ya .."Rio menurunkan botol airnya lalu memandang Gabriel penuh tanda Tanya."Ramalan gue bener kan .." kata Gabriel lagi."Kenapa dari dulu lo udah bisa ngira gitu ?"Gabriel menatap Rio serius "Karena sejak pertama gue ketemu dia, gue udah nemuin sesuatu dalam matanya," Gabriel tersenyum singkat "Dia .. istimewa."*Rio semakin frustasi menyadari ucapan Gabriel. Istimewa dalam hal apa maksudnya ? Seummur-umur, Rio belum pernah melihat Gabriel bercerita –apalagi mengistimewakan- seorang gadis. Paling-paling waktu dia masih SMP (Gabriel sudah SMA kala itu), ia pernah mendengar bahwa Gabriel dekat dengan beberapa gadis. Cuma dekat, katanya.Beberapa gadis berlainan pernah mengunjungi rumah mereka. Rio bisa mengintip dan tahu Gabriel menyambut baik kedatangan gadis-gadis itu. Gadis-gadis yang memandangi kakaknya dengan tatapan penuh pemujaan. Tapi nampaknya mereka semua kelewat lelah. Karena pada dasarnya Gabriel bersikap manis kepada semua orang, bukan hanya kaum hawa.Rio melangkahkan kakinya menyusuri lorong kamar pelayan. Ia bru tiba beberapa menit yang lalu dan memutuskan mencari penyejuknya. Shilla.Perlahan, Rio membuka pintu kamar Shilla. Gadisnya sedang tidur memunggungi pintu. Ia masih mengenakan seragam pelayannya.Dalam keremangan, Rio berjalan mendekati gadis itu. Ia berdiri di depan Shilla yang tertidur manis lalu tersenyum. Penyejuknya adalah Shilla dengan keadaan seperti ini, tidak sadar. Karena kalau Shilla terjaga, repetan mulutnya kadang-kadang malah membuat Rio kesal sendiri.Rio menarik bangku di pojokan lalu meletakkannya di depan Shilla. Ia duduk dan memperhatikan Shilla, memperhatikan setiap sudut wajah gadis itu, layaknya orang buta yang baru melihat matahari terbit pertama kali. Tiba-tiba pikiran-pikiran cemas itu kembali berkecamuk di benaknya. Bagaimana kalau suatu saat nanti Shilla menyadari benih lain itu sudah tumbuh menerobos tanah yang digemburnya ?Rio mendesah pelan. Ia berdiri lalu menarik selimut di bagian bawah ranjang hingga melapisi tubuh Shilla. Ia mengusap rambut Shilla dan menarikan telunjuknya di dahi, ujung hidung dan sudut bibir gadis itu. Gadis-nya. Gadis yang sudah diperjuangkannya mati-matian. Rio berbisik "Dia sudah kembali, Shilla. Aku harap itu takkan mengubah apa-apa."Setelah itu Rio mengusap rambur Shilla lagi lalu kembali duduk dan memandangi gadis itu lama sekali. Menyusupkan sedikit kedamaian dalam otaknya yang sedang riuh dengan cara ini ternyata menyenangkan juga. Tak berapa lama, Rio memutuskan untuk berdiri dan beranjak ke kamaenya sendiri. Tanpa tahu, saat ia menutup pintu, Shilla membuka matanya dan ikut berdoa dalam nurani "Aku juga berharap tidak akan ada yang berubah, Yo."Shilla mencoba menutup matanya lagi. Berusaha membohongi dirinya sendiri soal perubahan hatinya itu dalam mimpi. Berusaha mengenyahkan getar-getar lain yang bertalu terlalu keras di jantungnya.*Shilla mematung menatapi lelaki di hadapannya. Ia merasa lututnya lemas dan pegangan bakinya bergetar. Shilla belum melihat Gabriel lagi sejak pertemuan singkat mereka kemarin malam, pertemuan yang bahkan terlalu singkat untuk menyadari betapa berbedanya pemuda itu sekarang. Tadi pagi, Rio menggeretnya ke sekolah lebih pagi, jadi Shilla tidak melihat Gabriel juga. Sore ini, ketika Bi Okky menyuruhnya mengantar baki berisi es batu dan kompres ke kamar Gabriel, barulah Shilla menelaah penampilan tuannya.Gabriel sedang duduk di sofa ruang tamu kamarnya dibalut polo shirt dan celana training hitam panjang yang terkesan santai. Ia terlihat sama menawannya dengan Gabriel yang biasa berpakaian rapi. Kacamata tanpa frame yang bertengger di hidungnya tidak menimbulkan kesan nerdy, malah membuatnya makin dewasa.Tapi, yang membuat Shilla makin terkejut adalah adanya memar keunguan di tulang pipi dan di bawah mata teduh pemuda itu.Gabriel sedang meringis memegangi wajahnya, saat mendengar suara lirih yang cukup akrab di telinganya."Permisi, Tuan .."Gabriel menoleh ke asal suara, tidak menyangka pengetuk pintu yang dipersilakan masuk olehnya tadi adalah Shilla. "Hai," sapanya.Shilla mengangguk pelan lalu meletakkan baki yang dibawanya ke meja di hadapan Gabriel. Karena jantung dan tangannya bergetar, baki yang ditaruhnya sedikit terbanting, menimbulkan pekik nyaring dan menyebabkan beberapa es batu di dalamnya berloncatan.Gabriel tertawa renyah lalu meringis sedikit saat tulang pipinya bercenut-cenut. Shilla makin terkesima. Mendapati pahatan wajah malaikat baik hati itu di depannya dan ah, sebuah senyum yang diam-diam dirindukannya. Tiba-tiba tubuhnya terasa panas-dingin, mendapati perasaan bersalah yang bergelut di hatinya.Dia adalah gadis Rio dan tidak seharusnya berdebar-debar karena pemuda lain. Shilla mendesah pelan, sayangnya tidak cukup pelan karena Gabriel mendengar helaan nafas kalut gadis di dekatnya."Sa .. saya cuma mau antar ini, Tuan. Permisi .." kata Shilla lalu membalik badannya, berniat cepat hengkang dari situ dan menampari dirinya sendri supaya segera menyadari statusnya."Sebentar .." Panggil Gabriel.Sebelum Shilla berbalik menghadap Gabriel lagi, ia menarik nafas panjang, berniat mengumpulkan oksigen sebanyak-banyaknya. Seakan kalau tidak begitu, fungsi otak dan kesadarannya akan dikacaukan oleh zat-zat memikat yang ditimbulkan Gabriel.Gabriel memuka kaca matanya, mengerjapkan mata lalu meringis "Tolong sekalian obati ini .." ia menunjuk wajahnya.Karena Shilla menyadari ia sedang diperintah oleh majikan sebagai seorang pelayan, bukannya sedang dirayu oleh calon-kakak-ipar-yang-membuatnya-berdebar. Ia pun duduk perlahan di dekat Gabriel, sambil merapal kalimat di otaknya yang kira-kira berisi peringatan bahwa ia berstatus gadisnya Rio.Gabriel membenahi posisinya hingga menghadap Shilla lalu memajukan sisi kana wajahnya yang memar. Shilla bergidik dan tak tahan untuk bertanya "Tuan habis bertengkar ?"Sebenarnya, Gabriel ingin tertawa, lalu baru ingat bahwa semakin ia memainkan air mukanya (seperti saat tertawa renyah tadi) maka tulang pipinya akan berdenyut makin menyakitkan. Jadi Gabriel Cuma meringis lalu menutup sebelah matanya, membiarkan Shilla membasuh memar di bawah matanyaGabriel berkata pelan "Menurut kamu, saya ini tipe orang yang suka bertengkar sampai tonjok-tonjokan ?"Shilla tertawa kecil sambil memasukkan kompres ke baskom es "Enggak sih .. yang lebih mirip preman galak itu kan Ri .. eh, tuan Rio ..""Ga usah canggung gitu .. Saya tahu kok ada apa antara kamu sama Rio .."Shilla merasaan pipinya bersemu. Ia memeras kompres di tangannya sambil terus merapal kalimat yang sama dalam hati sementara hatinya terus bergetar melihat Gabriel. "Ooh .." katanya pelanShilla mulai mengompres bagian bawah mata Gabriel, agar pekerjaannya menjadi lebih mudah ,tanpa sadar ia menaruh telunjuk tangannya yang lain di dagu Gabriel dan menariknya mendekat.Shilla merasakan embusan napas Gabriel di tangannya, lalu menyadari rapalannya buyar. Gabriel yang masih menutup matanya tentu tidak tahu, bahwa Shilla sedang membasuh memarnya sambil menikmati setiap sudut wajah pemuda itu, setiap sudut wajah yang membuatnya terdiam dalam penyangkalan tentang statusnya."Kamu sama Rio .. lucu ya .. ga nyangka kalian bisa bersama .. Kenapa kalian bisa dekat ?" Tanya Gabriel.Shilla hanya menjawab dalam hati. Karena kesepian, karena kepergian Tuan, karena perasaan saya yang tak akan pernah tersampaikan pada Tuan. Hal ini, tanpa Shilla sadari, jawaban hatinya sendiri seakan menggenapi bahwa perasaannya pada Rio hanyalah pelampiasan, walau mungkin sesungguhnya bukan begitu,"Kamu betul betul sayang sama Rio ?" Tanya Gabriel lagi.Shilla mnjawab pelan "Ya .." suaranya bergetar. Tangannya masih menyaput wajah Gabriel yang terasa indah dan semakin tidak nyata."Rio itu jarang buka hati loh .. Kamu .. angan ngecewain dia ya .." sahut Gabriel, membuat Shilla makin gelisah.Shilla memekik dalam hati. Tolong bantu saya untuk tidak mengecewakan Rio, Tuan. Tolong jawab kenapa jantung saya berlompatan sini karena Tuan ?Gabriel mengalihkan pembicaraan "Memar ini .. kemarin kacamata saya jatuh waktu naik tangga .. Saya mau ambil, malah kesandung samapai bagian kanan ini kebentur ujung tangga. Kemarin sakitnya ga seberapa, jadi saya diemin aja. Ternyata tadi siang malah jadi biru sampai sekarang ungu jelek begini .."Shilla berkata pelan "Tuan tetap tampan, kok ..""Oh ya ?" Gabriel membuka matanya karena Shilla sudah menurunkan tangan tampaknya gadis itu sudah selesai mengompresi bagian itu.Shilla sedang mengangkat tangannya lagi untuk membasuh tulang pipi Gabriel, tepat saat tanagn pemuda itu menyambar tangannya hingga terhenti di udara. Entah untuk apa.Shilla bru menyadari kini wajah Gabriel kian dekat dengan wajahnya. Genggaman dan hembusan nafas Gabriel memompa darahnya untuk berlarian memasuki jantung kecilnya yang berdebam-debum tak karuan. Kedua mata teduh di hadapannya sungguh berbeda dengan bola bening pencair tembaga milik Rio. Mata Gabriel menenangkan. Terlalu menenangkan dan membuatnya tenggelam, ikut terseret ke kedalaman yang memabukkan. Sesaat Shilla seperti terbawa ke alam tidak nyata. Ia mengankat sebelah tangannya yang lain, hendak merengkuh wajah tampan itu, yang takkan pernah dimilikinya.Cklek.."Kak, gue mau min ..." Rio menghentikan ucapannya. Sekonyong-konyong melupakan niat awalnya untuk meminjam kamus grammar milik Gabriel. Ia terpana melihat adgean mimpi buruknya menjelma jadi kenyataan. Posisi Gabriel dan Shilla terlalu dekat, wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Tangan Gabriel sedang menahan satu tangan Shilla sementara gadisnya sendiri sedang melayang di dekat pipi Gabriel.Sekarang Rio tahu apa arti guratan aneh di mata Shilla kemarin. Benih itu sudah menemukan mataharinya yang dulu.*Diam, menghindar dan menjadi munafik adalah jalan yang dipilihnya. Jalan yang dipikirnya paling baik untuk semua orang. Shilla memutuskan membuang jauh jauh perasaannya. Ia mendiamkan hatinya dari segala macam bunyi berlebihan yang selama ini menyulitkan. Ia menghindar dari kedua kakak-beradik itu dan menjadi munafik dengan bertingkah sebagai pelayan biasa yang tak pernah punya kisah apa-apa dengan majikannya.Shilla tidak mau memikirkan Gabriel atau Rio atau siapapun lagi. Ia tak mau menyakiti siapa-siapa lagi dengan sikapnya yang kelewat jahat. Shilla tahu dia egois, tapi menurutna inilah jalan satu-satunya. Ia sudah terseret ke berbagai permasalahan rumit karena hatinya sendiri. Kenapa pula hatinya itu plin plan sekali ? Organ kecil itu betul-betul merepotkan, bukan ?Ia memilih mengalihkan perasaannya dengan bekerja sekeras-kerasnya dan sebanyak-banyaknya di kediaman Haling. Tapi berpura-pura tuli kalau Bi Okky berteriak menyuruh salah seorang pelayan untuk mengantarkan sesuatu ke kamar kedua tuan muda mereka.Tiap kali terpaksa pergi ke lantai atas, Shilla selalu mengendap-endap dan menyurvei keadaan terlebih dulu. Kadang ia harus bersembunyi di balik pilar atau tembok jika tiba-tiba Gabriel atau Rio muncul. Gerak-geriknya persis buronan yang sedang dikejar polisi. Shilla berasumsi terlalu dini sendiri, nbahwa dengan semakin jarangnya Shilla melihat kedua orang itu maka hatinya akan berhenti menjerit-jerit lalu perasaannya akan menghilang seketika.Sejak tragedi itu, Shilla selalu berangkat pagi-pagi buta ke sekolah lalu duduk di bangku Dayat, teman sekelasnya yang duduk di paling pojok belakang, jauh dari tempat duduk aslinya yang notabene berada di depan Rio.Beberapa hari ini, Shilla cukup tenang menempati bangku itu karena Dayat sendiri sedang terjangkit DB hingga garus opname di rumah sakit beberapa hari. Tapi akhirnya toh trombosit Dayat dinyatakan sudah normal. Setelah menjalani pemulihan beberapa lama, Dayat kembali ke sekolah. Senang riang ceria.Shilla melengos, menyadari dia harus kembali duduk di depan Rio. Tadinya dia berharap bisa membujuk Dayat untuk bertukar tempat dengannya, beraladan bahwa dia sudah kerasan di bangku itu. Dayat langsung menolak mentah-mentah. Soalnya kursi huniannya paling strategis untuk tidur, mengobrol dan menyontek tanpa ketahuan sih.Dalam hati, Shilla merutuki kenapa Dayat tidak sakit lebih lama saja sih ? uh. Shilla menyeret langkahnya. Perdebatan dengan dayat menghabisakn waktu cukup banyak, hanya tersisa 3 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Kini, kelas sudah hamper penuh. Dan tentunya, Rio juga sudah dating.Shilla pura-pura tidak mengenal Rio. Ia membanting ranselnya di meja lalu duduk di bangku dengan malas. Sial sial sial. Shilla melipat kedua tangannya di atas meja dan membenamkan wajah disana.Drrt .. drrt .. Ranselnya bergetar.Shilla merogoh kantong ransel lalu mengeluarkan ponselnya.Shil, Aku butuh ngomong sama kamu. Please .. Ini no baruku. Rio

Sender : +62874562xxxShilla mendesah, meletakkan ponselnya lagi di meja. Berpura-pura tidak pernah membaca pesan sejenis itu. Berpura-pura tidak sadar kalau Rio sedang memperhatikannya.Sejuta kali sial. Shilla meringis. Ia merana karena harus terus menderita perasaan bersalah tiap ada di dekat Rio. Yang membuatnya merasa makin jahat adalah ... Rio sama sekali tidak marah soal kejadian waktu itu. Perlu diulang ? Rio. Sama. Sekali. Tidak. Marah. Entah apa kabarnya tempramen cowok itu.Pesan seperti tadi sudah ribuan kali diterimanya. Ketukan di pintu kamarnya diiringi pekikan nyaring dan ancaman dobrakan sudah ratusan kali diacuhkannya. Tidakkah Rio sadar ? Selama Shilla belum bisa menata hatinya, ia akan terus tersakiti sendiri ? Sementara Gabriel bertindak lebih bijaksana dengan mengikuti jalan yang dipilih Shilla dan tidak berusaha ikut campur.Sepuluh jam pelajaran yang terasa menyiksa.Derita lain bagi Rio (bagi Shilla juga sebenarnya) adalah hadirnya sejumlah gadis cantik dari kelas lain selama jam istirahat beberapa hari ini. Dengan mundur teraturnya Keke (Gadis itu sudah sangat jarang berseliweran dan terdengar kiprahnya) dan keretakan hubungan Rio-Shilla (Kira-kira beginilah judul headline gossip sekolah yang beredar) , banyak sekali gadis yang beraksi mengincar Rio secara terang-terangan. Tak akan ada lagi yang menggencet mereka larena mendekati Rio dan melihat Shilla yang –menurut mereka- segalanya jauh di bawah standar, membuat gadis-gadis itu makin percaya diri menggencarkan pendekatan.Tapi biasanya mereka berakhir dengan dua hal. 1) Rio menggebrak meja dengan tempramen meledak-ledaknya yang tiba-tiba kembali, membuat gadis-gadis itu terlonjak dan kabur ketakutan. Beberapa, yang lebih muka badak dibanding Keke akan 2) Terkena pandangan dingin super mematikan dari Rio, yang ternyata malah membuat gadis-gadis itu menjerit-jerit mengagumi Rio yang tampak keren.Bahkan, Shilla tahu Rio pernah membanting ponselnya ke tempat sampah saking kesalnya dengan ratusan sms yang bertubi-tubi dikirimkan kepadanya tiap jam. Karena itu, Rio mengganti ponsel dan nomornya.Shilla berpura-pura tidak tahu kalau Rio sering melirik ke arahnya, mengharapkan ada sedikit kilat kecemburuan di matanya karena aksi sirkus gadis-gadis itu. Tapi Shilla tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Malah berharap, dengan munafiknya, ada salah satu gadis itu yang menarik minat Rio dan membuat pemuda itu melupakannya.Pelajaran terakhir. Kewarganegaraan. Shilla menopang pipinya untuk menahan kantuk saat Pak Duta menjelaskan berapi-api soal Pancasila sebagai ideo .. ideo .. ideo itulah pokoknya. Sayangnya Pak Duta berceloteh heboh soal materi pelajarannya ke papan tulis, bukan ke arah murid-murid.Shilla sedang berusaha membuka matanya yang hampir tertutup saat seseorang menjawil bahunya dari belakang. Karena nyawanya tinggal sepertiga, Shilla lupa bahwa yang duduk di belakangnya adalah Rio.Shilla memutar tubuhnya Sembilan puluh derajat. Karena lebih susah untuk memutar kepalanya saja dalam keadaan super ngantuk begitu. Shilla menenggerkan kedua tangannya di kepala kursi, saat mau bertanya dia baru sadar Rio menatapnya."Shil .."Shilla mendengus, berniat membalikkan badannya lagi. Sayangnya sebelum niatan itu terpenuhi, Rio menahan dan menarik salah satu tangannya, hingga Shilla harus tetap duduk miring kalau tidak mau punggungnya keseleo.Shilla memalingkan wajahnya, megacuhkan Rio yang berkata tertahan "Shil .. please .. Ak ..""EHM." Pak Duta berdehem keras-keras, menyadari dua sosok manusia yang tidak memperhatikan suara lantangnya berdemo sedari tadi.o-ow. Shilla terdiam lalu baru sadar seisi kelas menatapinya dan Rio yang sedang berpegangan dengan berbagai ekspresi : kebanyakan geli (contohnya Deva), campuran kalut dan sepertinya takut Pak Duta meledak (contohnya Ify), sebagian bahakn terlihat cemburu dan marah, sementara sisanya acuh tak acuh. Shilla bergegas menarik tangannya dengan kasar lalu menunduk. 

Pak Duta mendelik "Tolong kalau mau pacaran di luar saja ya. Saya tidak perlu melihat perwujudan klarifikasi kalian waktu itu." Sindir Pak Duta kurang up-to-date. Tidak sadar kalrifikasi itu hampir basi dan akan mentah sebentar lagi, menurut Shilla.Shilla tidak suka mendengar deheman dan celetukan iseng teman-temannya. Ia menghela nafas, berusaha mengusir kehangatan tangan kokoh Rio di pergelangannya. Sungguh, pemuda itu sudah berusaha terlalu keras untuknya yang tidak berharga ini.Tak berapa lama, bel pulang berdering. Shilla segera membereskan buku-bukunya saat tubuh jangkung Pak Duta menghilang di balik pintu.Drrt .. drrt ..Shilla menghela nafas, melirik ponselnya dan menekan tombolnya tanpa kentara.Maaf soal yg tadi. Maaf soal pergelanganmu.

Sender : +62874562xxxShilla menghela nafas, memutuskan kembali merapikan alat tulisnya. Ia mengangkat wajahnya, saat merasakan tepukan lembut di puncak kepalanya. Lalu melihat sosok Rio melewatinya dan pergi keluar pintu tanpa berpaling lagi.Shilla berusaha menahan air matanya yang hampir merebak. Menyadari Rio betul-betul menyayanginya. Dan ia menyia-nyiakan kepercayaan mereka.


Love Command ( repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang