Love Command ( Bab 20 )

814 12 0
                                    

Ini siang dimana matahari nampak malu-malu. Benda kuning yang biasanya bersikap superior itu kini sedang terhalang sekawanan gumpalan empuk keabuan yang berenang malas di riakan langit.Anak-anak angin berlarian di sepanjang cakrawala. Kadang mengibaskan ekornya dengan nakal, mengebahkan daun-daun dari pepohonan.Tak luput karena ulahnya, selembar daun jati yang sedari tadi bergelayut lemah di pucuk ranting, kini mulai melayang zig-zag menuju rerumputan, namun akhirnya berhenti untuk meniti jemari seorang gadis yang sedang duduk di bawah induk pohonnya.Shilla bertopang dagu diatas silaan lututnya, lalu memainkan daun di tangannya dengan bosan. Ini daun kelima yang sudah gugur sejak ia duduk di bawah rimbunan pohon kawasan taman belakang Season High. Daun yang berarti 'Gabriel'.Shilla merasa otaknya sudah tidak waras. Alih-alih mencoba mendengar ke lubuk nuarni, ia malah memutuskan duduk disini seperti pertapa sambil menentukan pilihan hatinya (antara Rio dan Gabriel) dengan cara menghitungi daun yang jatuh.Shilla menyentil daun di tangannya, lalu mengosongkan mata. Mengingat obrolan monolog kurang menyenangkan yang terjadi beberapa hari yang lalu. Di dapur kediaman keluarga Haling.*

(Flashback)Pernah suatu kali, Shilla tak sengaja memcahkan jambangan bunga Bundanya. Hari itu, waktu Shilla kelas 3 SD, kelasnya baru saja belajar mengenai bola kasti. Daud yang baru saja mendengar kata 'kasti' hari itu sudah bersikap layaknya ia pitcher liga internasional, langsung menginvasi rumah kontrakan Shilla yang memiliki ruan tamu cukup lapang untuk diubah menjadi area permainan.Entah bagaimana ceritanya, bola lemparan Daud mengenai jambangan tua di sudut meja, yang langsung berderak pecah dan berubah menjadi potongan-potongan keramik kusam tak berbentuk.Daud beserta konco-konconya langsung melongo lalu tiba-tiba memutuskan bahwa hari sudah kelewat sore padahal mereka masih harus melakukan kunjungan 'diplomatik' ke rumah Rizky, meninggalkan Shilla yang harus menyembunyikan jambangan itu di bawah tempat tidurnya.Akhirnya, Shilla juga memutuskan mengubah dekorasi ruang tamu, meletakkan botol air kosong menggantikan jambangan. Berharap Bundanya tidak sadar dan menganggap botol air itu memang lebih cocok menjadi penghias ruang.Tentu saja Bunda, yang baru pulan dari rumah Bu RT sehabis meminjam oven, menyadari perubahan kecil namun cukup signifikan di ruang tamunya.Bunda menghampiri Shilla yang sempat menghindar dan bersembunyi di kamar, lalu mengajaknya bicara pelan-pelan. Belum apa-apa, bahkan belum mendakwa, Shilla sudah memanjat ke pangkuannya lalu menangis tersedu disana. Menyesal.Setelah Bunda mengusap rambut dan belakang telinganya, Shilla bias mendengar Bunda berkata lembut bahwa ia kecewa bukan karena Shilla memecahkan jambangannya, tapi kenapa gadis cilik itu menyembunyikan pecahannya di bawah kasur dan tidak berkata jujur. Tragedi pun diakhiri dengan permohonan maaf Shilla dan janji bahwa ia takkan mengulanginya.Dan beberapa hari yang lalu, hal itu terulang lagi. tapi, kali ini Shilla tak menepati janjinya untuk tidak menyembunyikan kejujuran. Rio sedang mencoba menarik kepingan kebenaran itu dari Shilla. Tapi gadis itu menahannya, membiarkan pecahan itu ada dalam dekapannya. Tak mengacuhkan luka yang bias ditimbulkan dari sana. Karena Shilla tak mau siapapun mengorek kesalahannya, walau pada kenyataannya semua orang melihat bukti di tangannya.Shilla sedang berada di dapur, memotong-motong beberapa gelondongan tofu di atas talenan kayu saat terdengar suara baritone yang khas itu."Boleh minta tolong semua kosongkan dapur ?" nada memohon dengan aksen memerintahnya yang biasa.Shilla mendesah tak kentara, suara itu toh masih bereaksi pada aliran darahnya yang kini berkejaran. Ia meninggalkan tofu di atas meja, melepas celemeknya lalu bergegas menyusul para pelayan yang berbisik-bisik pelan sambil menuju ke luar ruangan.Shilla baru akan melangkah melewati pintu, saat tangan Rio mencekalnya, memaksanya menatap mata Rio yang berkilat tajam. Pemuda itu mendesis tegas "Kecuali kamu."Shilla mengalihkan pandangan ke lantai, lalu perlahan melepas lengannya dari cekalan Rio, menyusupkan serpihan beling penolakan ke hati lelaki muda itu.Tanpa memandang lapisan bening pencair tembaga itu lagi, Shilla melewati Rio, kembali menghadapi tofunya, mengingat dia di 'perintah' untuk tidak keluar dari dapur."Kita ... harus bicara .." Shilla bisa menangkap suara Rio yang terdengar agak putus asa dari belakangnya, ia masih berdiri di tempat yang sama.Yang menyahuti Rio hanya bunyi 'tak,tak,tak' pelan yang timbul saat ujun pisau beradu dengan permukaan talenan. Rio menatap punggung Shilla dengan lelah."Bisa ga sih kamu berhenti berpura-pura aku invisible ?"Tak, tak, tak."Shil," Rio tak bias menutupi suaranya yang mulai bergetar karena frustasi "It hurts me."Seketika Shilla menghentikan pisaunya di udara, tidak melanjtukan acara pemotongan tofunya. Rio sedikit berharap saat dilihatnya Shilla menghela nafas. Namun akhirnya gadis itu kembali melanjutkan pekerjaannya."Oh, terserahlah." Kata Rio akhirnya, membenahi nada bicaranya lalu bersedekap "Aku ga akan minta kamu bicara. Aku hanya ingin kamu mendengarkan. Yang mau kukatakan ini ga banyak."Shilla bisa mendengar bunyi samar dari ketukan langkah Rio yang mulai mendekatinya dari belakang, dan seakan bisa mengetahui Rio sedang menatapnya tajam."Aku .. Cuma ingin kamu tahu.. I never used to have this feeling for any girl. Actually, for everything. I always get I want in a click of finger. Tapi ternyata ... perasaan ini berharga sekali. Perasaan berjuang untuk mendapatkan dan mempertahankan sesuatu. Mempertahankan kamu."Rio berhenti bicara, berusaha memberi Shilla waktu memikirkan ucapannya, membangun atmosfir bahwa ia tidak sedang main-main."Kamu tahu kenapa aku ga marah waktu itu ?" Rio melanjutkan, seakan bertanya sendiri. Sementara Shilla berpura tak acuh padahal juga ingin tahu kenapa Rio kini mengambil peran menjadi pria pengertian."Dari pertama, kamu memang punya perasaan buat dia kan ? bahakan sebelum aku punya perasaan ini buat kamu .. Aku .. ga mau hubungan kita jadi begini karena kamu bingung sama hatimu sendiri .. hubungan ini satu-satunya hubungan yang pernah aku jalani dengan dan sepenuh hati selama 17 tahun aku hidup .."Aku Cuma mau memberi kamu waktu .. untuk berpikir dan menentukan jawaban itu. Minggu depan, di rumah pohon taman belakang, aku akan nunggu kamu dengan apapun pilihan kamu."Rio berjalan mendekati Shilla lagi, berhenti hanya beberapa inci di belakang punggung gadis itu. Kedua tangannya terulur sejuah jarak yang ada, lalu mengusap pelan sepanjang lengan Shilla, yang berusaha memberontak pelan.Rio berkata pelan "Kamu tidak bisa berakting aku 'tidak ada' sementara kamu bisa merasakan ini yang membuktikan bahwa aku sebenarnya 'ada' di waktu yang bersamaan, Shilla."Shilla mendesah dan berhenti bergerak. Berusaha mengebalkan kulitnya yang mulai menghangat.Rio masih menggenggam kedua telapak tangan gadisnya yang sekaku papan, saat berkata "Just so you know .. I will never let you .. or this relationship go. Whatever ... it takes."Masih dengan jarak yang sama, Shilla pun bisa merasakan kening Rio menempel di puncak kepalanya, saat pemuda itu membaui harum rambutnya dengan nafas perlahan "Or whatever your answer is."(flashback end)

Love Command ( repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang