Ini bukanlah kehidupan yang dia inginkan. Sama sekali. Tidak ada yang benar dalam hidupnya. Hiruk pikuk perkotaan membuatnya nyaris mati hanya karena dia tak bisa mengimbangi mereka. Apa yang salah? Apa salah jika dia terlahir di dunia ini? Jika benar, katakan, katakan padanya bahwa ia pantas untuk mati.
Rasanya begitu sakit, setiap kali ujung sepatu itu mengenai tubuhnya, dia mengerang. Ini bukan kali pertama memang, tapi tetap saja rasanya sakit. Ia yakin, akan membekas luka lebam berwarna biru keunguan itu di sekujur tubuhku nanti, yang akan ia biarkan begitu saja dan menunggunya untuk sembuh sendiri.
"Jawab!"
Seruan itu kembali dirinya dengar dengan jelas, tapi ia tak sanggup untuk menjawabnya. Karena ia sedang menahan rasa sakit bertubi-tubi dari setiap tendangan empat orang yang sekarang mengelilingi tubuhnya. Mereka masih beraksi, tanpa memikirkan sekeliling yang orang-orangnya hanya diam menonton. Dia menjadi tontonan.
Tontonan yang membuat mereka merasa ngeri tapi tak ada satu pun yang mau menolong. Dia kalang kabut, sekali lagi, ini bukan kehidupan yang dia inginkan. "Aku sungguh minta maaf." lirihnya dengan suara yang bergetar karena rasa sakitnya. Meminta maaf pada kesalahan yang tidak dia perbuat, itu, sebagai bentuk permohonan untuk meminta mereka berhenti.
Dan benar, mereka berhenti, tapi baru ia akan membuka kedua matanya yang sedari tadi terpejam erat, sebuah tangan meraih rambutnya, menariknya dengan sangat kuat dan meninggalkan rasa perih dan panas di kulit kepalanya, mungkin rambutnya rontok juga.
Ia di paksa mendongak, membuatnya melihat pemuda yang berjongkok di hadapannya, mengeratkan tarikannya pada rambutnya. Senyuman itu, membuatnya menatapnya dengan jijik, kenapa bisa ada orang seperti itu di dunia ini? Apa itu adalah sebuah bentuk duniawi dari hukuman Tuhan? Tapi, apa kesalahan yang ia perbuat sampai harus di hukum seperti ini?
"Kau sungguh tidak tahu huh? Sudah berapa kali aku bilang! Ini bukan yang aku inginkan!" seru pemuda itu sembari melemparkan sebungkus roti ke arah wajahnya yang sudah penuh dengan memar biru keunguan dan juga darah yang mengalir dari ujung bibir kirinya.
Matanya mengerjap, sungguh, ia tidak salah membelinya tadi di kantin, tapi kenapa saat ia memberikannya, pemuda itu malah membuatnya menjadi seperti ini? "A-aku minta maaf, akan aku b-belikan lagi.." dirinya memohon, untuk kesekian kalinya, ia memohon kepada orang yang selalu membuatnya membencinya hanya karena menatap pemuda itu.
Lalu sepersekian detik kemudian, pemuda itu melepas rambutnya dengan menghempaskan kepalanya, membuatnya membentur lantai di kelas. Pemuda itu berdecih dan bangkit berdiri, sedangkan pemuda yang meringkuk itu menunduk, sama sekali tak berani untuk menatap rivalnya, ia tidak mau lebih sakit dari ini. Tidak hanya tubuhnya, tapi juga perasaannya.
Bugh !
"Akh!" refleks ia memegangi perutnya sendiri setelah mendapatkan tendangan keras dari pemuda itu. Tubuhnya semakin meringkuk, rasanya membuatnya benar-benar akan kehilangan kesadaran. Ia di ambang batas dan berharap, ia bisa mati sekarang.
"Jika sekali lagi kau melakukan kesalahan, kau akan mati di tanganku."
Pemuda itu berucap tegas melangkahkan kakinya yang menjauhi tubuh meringkuk itu. Perlahan, sang pemilik tubuh membuka kedua matanya, melihat kaki-kaki itu melangkah keluar dari kelas. Ia menghela napas, mencoba untuk bangkit berdiri meskipun rasa nyeri menyebar ke seluruh tubuhnya.
Begitu bangkit, ia langsung menatap sekeliling, mereka, teman kelasnya langsung mengalihkan pandangannya. Mereka langsung berpura-pura sibuk dan seperti tak melihat apa yang barusan terjadi. Ia menunduk, rasa malu dan sakit hati ia rasakan sekarang, dan ia bisa melihat darah bercucuran di lantai, ya, darah dari tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unless It's You 1 & 2
FanficMINWON • COMPLETED Jika bukan dirimu, aku tidak punya alasan untuk hidup - Kim Mingyu. start : october 2023 finish : december 2023 BL 1821 || Kim Mingyu • Jeon Wonwoo ©Violet1056