Ola Pov
Sore ini langit tampak begitu indah di pandang mata. Aku pun begitu asik menikmati keindahan sore hari dari balkon kamar hingga tiba-tiba seseorang membuatku terkejut karena memelekku secara tiba-tiba dari belakang.
"Daddyyy......"Aku berteriak dan langsung memeluk erat seseorang yang baru saja membuatku terkejut.
"Apa yang kau lihat hingga tidak sadar daddy datang, hm?" Daddy mengangkat aku ke dalam gendongannya, aku pun segera memeluk erat leher daddy dan menggantungkan kakiku di pinggang daddy.
"Sorry, daddy. Ola tadi lihat pemandangan senja dari balkon. Sangat indah, daddy!" seruku.
Daddy mencium keningku sebentar lalu membawaku masuk ke dalam kamar. "Baiklah kalau begitu sekarang waktu bersantaimu sudah habis, saatnya mandi lalu makan sore. Daddy tunggu di ruang makan." Daddy menurunkan ku dari gendongannya tepat di depan kamar mandi.
"Tapi daddy, Ola udah pernah mandi kok. Tadi pagi mandi, kemarin mandi, dari lahir Ola mandi, dad. Jadi sekarang Ola gak perlu mandi," cerocosku.
Daddy tertawa mendengar cerocosanku, tawa nya sungguh tampan. Aku selalu tertegun dengan ketampanan daddy ketika tertawa. "Tidak ada alasan sayang. Kau tetap harus mandi," balas daddy sambil mengusak-usak rambutku.
Aku mencebikan mulut tanda protes. "Tapi Ola gak bau dad, masih wangi. Nih cium nih." Aku mendekatkan badanku pada daddy agar daddy bisa mencium bau badanku dengan jelas. "Gak bau kan?" tanyaku.
"EHM, BAUUU," balas daddy sambil menutup hidung dan sedikit menjauh datiku.
"DADYYYYYYYYYYYY." Aku berteriak kesal atas respon yang daddy berikan, bahkan mataku sudah berkaca-kaca.
Daddy memelukku lalu menciumi seluruh wajahku, "Hahaha, just kidding babygirl. Kau tidak bau sayang. Jangan menangis. Mandi itu bukan karena seseorang bau atau tidak, tapi agar badan selalu bersih dari kuman sehingga badan akan tetap sehat." Daddy mengusap-usap pipiku lembut dan mengecup kedua kelopak mataku.
"Ya udah Ola mau mandi tapi mandiin sama daddy," kataku sambil bersedekap dada.
"Sure my babygirl," balas daddy. Dan kami pun masuk ke dalam kamar mandi kamar ku hanya berdua.
*******
Hai. Aku Ola, Diandra Fabiola. Aku hanyalah sebuah anak yang tidak di inginkan, maybe?
Karena kata pengasuh di panti asuhan aku di temukan di pinggir jalan dengan hanya terbungkus kantong kresek. Rasa sesak muncul di hati kala aku mengetahui fakta tersebut. Satu-satnya peninggalan orang tuaku hanyalah kalung yang selalu ku pakai setiap harinya.
Singkat cerita aku mulai beranjak besar, aku mulai sering membantu ibu panti dan menjadi kesayangan ibu panti yang mana membuat teman-teman panti iri.
Mereka pun lantas mulai menyakitiku secara diam-diam di belakang ibu panti. Mulai dari aku di guyur dan di pukuli di kamar mandi, jatah makan ku yang mereka ambil atau hanya sekedar di buang, bahkan mereka membuat berita yang tidak-tidak tentangku di sekolah hingga ibu panti harus berurusan dengan sekolah.
Dari situ ibu panti berubah sifat kepadaku, beliau selalu kasar dan memperlakukanku semena-mena. Aku sering di suruh bekerja keras, beres-beres panti tanpa henti, aku hanya makan dari sisa makanan orang-orang bahkan, aku putus sekolah.
Suatu malam saat itu aku masih lalu-lalang di jalan raya besar menawarkan tisu yang masih banyak, belum baanyak orang beli dari siang. Jika aku pualng ke panti dengan keadaan tisu nasih banyak aku pasti akan di marahi dan di siksa abis-abisan.
Malam itu aku memutuskan beristirahat sebentar di jalan yang cukup sepi, aku meluruskan kakiku dan memijat-mijatnya. Aku melihat ke arah kresek yang masih terisi penuh dengan tisu. Tak terasa air mataku mulai jatuh dan akupun menangis sesunggukan. Bagaimana aku bisa pulang jika tisu-tisu itu belum habis? Siapa yang akan membeli tisu di malam hari seperti ini? Apa aku tidak tidur lagi malam ini dan hanya mendapat siksaan dari ibu panti?
Di tengah tangisanku aku berteriak kaget hingga aku mundur beberapa jarak dari tempat duduk asalku ketika ada seseorang menepuk pundakku. "Haii." Sapa orang itu,
"Ini tisu-tisu mu?" tanya orang itu. Aku mengangguk.
"Berapa satunya " tanya orang itu kembali.
"Lima.... lima ribu," balasku terbata-bata.
Orang itu pun mengangguk, ia mendudukkan diri di sebelahku. "Tu-tuan jangan du-duk di dekatku, aku kotor. Pa-pakaian tuan sepertinya mahal, sayang jika kotor," ucapku terbata-bata karena masih tertahan akibat tangisan tadi.
Orang tersebut hanya tersenyum menanggapi ku. "Kenapa jualan hingga larut malam?" tanyanya.
Aku terdiam sebentar. "Ti-tisu-tisu itu tidak laku... tapi aku hanya di izinkan pulang jika tisu-tisunya sudah jabis terjual."
"Jika tidak habis?"
"Maka aku akan di siksa," cicitku.
"Hey liat lah lawan bicaramu ketika berbicara. Tidak sopan berbicara sambil menunduk." Spontan aku segera mendongakkan kepalaku menatap pria itu.
"Ma-maaf tuan," kataku.
Bukannya membalas perkataanku, orang itu mengelus-elus wajahku lembut. Aku gugup hingga menelan salivaku sendiri.
"Leon, panggil aku Leon. Namaku Leon Edderson."
"Tidak ingin memperkenalkan namamu babygirl?"
"A-aku Ola, tiga belas tahun," jawabku cepat karena gugup. Dan akupun tak tau mengapa aku menyebutkan umurku.
"Tiga belas tahun? Tapi kai seperti anak sekolah dasar, girl."
"Ck." Aku mencebik kesal.
"Jangan merajuk seperti itu, wajahmu berkali-kali lipat lebih gemas saat merajuk seperti itu."
"Tuannnnn....." rengekku. Aku menghentak-hentakkan kakiku ke tanah.
"Jangan panggil saya tuan, anak kecil."
"Tapi tidak sopan bila aku memanggilmu hanya nama. Dan satu lagi, aku buka anak kecil tuan Leon."
Pria itu mengangkat sebelah alisnya. "Apakah saya setua itu, baby? Berapa perkiraan umurku menurutmu?"
Aku berpikir sebentar, "Tiga puluhhh?" tanyaku, aku memiringkan wajahku ke kanan.
Pria itu tertawa mendengar pertanyaanku. Dan aku sungguh sangat terpukau dengan metampanannya saat tertawa. Bagaimana tidak? Tubuh tinggi dan proposional, wajah yang tegas, bibir tlenar tipis berwarna pink, hidung mancung, alis tebal, bola mata warna abu terang, rambut bermodel under cut di tambah ia menggunakan jas setelan kantor yang terlihat mahal dan masih sangat rapih walau sudah malam.
"Dua puluh tujuh taun. Itu umurku," katanya.
Aku mengangguk paham, "Hanya terpaut tiga tahun dari perkiraanku bukan masalah besar."
"Itu masalah besar gadis kecil. Bagaimana jika anak yang baru lahir lalu kau sebut dia berumur tiga tahun?"
"Ya.... Itu sih beda cerita," jawabku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Sudah malam. Ayo pulang, saya antar."
"Ta-tapi tuan, tisu-tisuku belum habis terjual."
"Saya beli semua." Ia memegang tanganku di tangan kanannya dan memegang kresek tisu di tangan kirinya.
"Ta-tapi tuan-"
"Diamlah." Mendengar itu aku langsung diam tak berkutik.
Pria itu mengantar ku ke panti menggunakan mobil mewah, hanya ada dua kursi di dalamnya tapi aku yakin mobil ini sangat mahal karena desainnya yang mewah elegan dan fitur-fitur mobil yang canggih.
Di mobil tidak ada perbincangan sama sekali karena akupun canggung untuk berbicara dengannya. Sampailaj di panti asuhanku, aku mengajak pria itu untuk bertemu ibu panti. Namun entah apa yang mereka bicarakan, karena setelah itu aku di suruh ibu panti mengemaskan barangku dan ikut kepada pria itu yang sekarang ku panggil, daddy.
Hallooooo
Ini cerita baru aku. Tentang daddy-daddyan gitu lah.
Gimana kesan pertamanya, tertarik buat baca lagi gak?
Kalau banyak yang tertarik aku lanjutin, kalau engga ya gak aku lanjut.
Salam daddy Leon and baby Ola.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, DADDY!
RomanceTentang Ola dan Daddy Leon. Tentang hubungan mereka yang di luar batas wajar