3 | What It Cost

1.3K 161 8
                                    

"Bible!! Haiiiii ...." Si Cantik sempat berteriak ketika melihatku berjalan menghampiri. Wajahnya begitu senang dengan kehadiranku. "Kok kamu di sini, Bible?"

"Aku lewat dan tidak sengaja melihatmu, kenapa?" Menatap kap mobil yang terbuka, aku membuka helm dan melongok ke arah mesinnya. "Mogok?"

Wajah cantik itu cemberut sejenak ketika ikut menatap sekali lagi pada mobil sebelum berfokus untuk mengobrol denganku. "Tidak tahu, mendadak berhenti. Aku tidak memiliki nomor montir di sini, sedang menelpon Bunda tapi belum diangkat."

"Need help?"

Si Cantik tertawa mendengarku menawarkan bantuan. Dia bersedekap. "Aduh, anak seni memang mengerti?"

Pertanyaan itu membuatku mengeluarkan kekehan, "Jangan salah. Serahkan padaku."

Sebelum membantu si cantik. Aku berjalan ke arah motorku untuk menaruh ransel, helm, serta melepas jaket levis yang kukenakan, menyisakan kaus tanpa lengan yang memperlihatkan tato sepanjang lengan kiri dan tato abstrak pada bagian punggung tangan kanan. Sebelum meraih pouch yang diberikan Mew tadi, aku melempar bungkus kecil berisi serbuk putih lebih ke dalam tas, jangan sampai Build melihat itu.

Aku kembali berjalan ke arah Build yang menunggu, kuguncang pouch sambil tersenyum.

Build terkekeh melihatku kembali dengan pouch berisi alat-alat. "Wah, anak seni membawa peralatan bengkel di dalam tasnya?"

Andai Build tahu, aku memiliki pouch itu bukan tanpa alasan. "Aku memiliki teman yang membuka usaha bengkel, di perempatan sana. Terkadang aku membantu, jadi aku sudah paham tanpa perlu bersekolah di teknik mesin."

Kami berdua sama-sama tertawa, kalimat ringan yang terdengar menjadi lelucon receh.

Kalau boleh jujur, aku tidak benar-benar pernah membantu Mew di bengkelnya. Aku memang pernah membantu tapi bukan karena kebaikan hatiku, aku menginginkan barang yang tidak bisa kubayar saat itu. Mew teman yang baik, katanya aku boleh mendapatkan itu secara gratis asal aku membantu membetulkan mobil yang hendak turun pada arena balap liar malam itu juga.

"Seru sekali,"

Aku bahkan mengangguk membenarkan ucapan Build. Bagaimana tidak seru. Dalam keadaan sakau—aku membenarkan mobil yang hendak terjun satu jam lagi.

"Aku juga sedang membenarkan mobil di rumah." Ungkapku untuk mengalihkan pikiran dari ketidakwarasanku.

"Kenapa tidak kamu taruh di tempat temanmu? Katanya pemilik bengkel?" Memang seharusnya seperti itu, setidaknya memanfaatkan kelebihan milik teman. Tapi aku tidak suka, lebih baik orang-orang saja yang bergantung padaku, dibanding sebaliknya.

"Malas, dia memeras uang terlalu kuat karena berteman." Build tertawa mendengar tanggapanku, aku sejenak terdiam menatap tawa manis itu. Bagaimana bisa ada makhluk Tuhan yang tercipta tanpa kesedihan, selalu tertawa, tersenyum dan ... eum, sexy. "Lagipula mobilku klasik, susah mencari mesin yang serupa. So, I need to improve step by step."

"Klasik? Jenis apa?" Si Cantik bersandar pada mobil, menatapku dengan wajah serius. Seperti tertarik dengan topik pembicaraan kali ini.

"BMW E28." Mengingat jenis mobil klasik yang teronggok di dalam garasi rumah, aku menatap sejenak ke arah mesin mobil sebelum kembali menatap si cantik yang mendadak berjingkrak.

"Wah, kakekku juga memiliki mobil jenis itu berwarna merah." Wajahnya menatap ke arah lain seperti sedang mengingat-ingat. "Kami suka berkeliling kota berdua, when I was five years old. Karena kakek sudah meninggal, mobilnya Ayah memuseumkan. What color is your car?"

Hilang Naluri [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang