35 | Break The Cycle

619 83 18
                                    

"Okay, kita akan kembali." Build melepaskan pelukan, dia menatapku dengan hidung yang memerah. "But … Not now."

Aku mengusap kedua pipinya yang basah, mencubit kecil. 

"Anggap saja ini liburan," ucapku. Tertangkap oleh Om Ghazam adalah urusan belakang, aku tetap menjalani yang terjadi saat ini saja. "Kamu mau, 'kan?"

Build mengangguk, dia terlalu terbiasa hidup berdampingan dengan keluarganya. Memiliki orang tua yang amat menyayanginya. Aku harus mulai berpikir realistis. Build tidak selamanya bertahan dengan orang sepertiku, apalagi melihat kondisiku sekarang.

"Kenapa tiba-tiba mengajak hidup berdua? Kita bisa membicarakannya dengan Ayah dan Bunda." Build membersihkan sisa air mata di pipinya. "Mereka pasti khawatir tentang aku yang tiba-tiba pergi, aku tidak membawa ponsel, dompet dan bajuku."

"Nanti kita beli," Aku mengelus pipinya lembut. "Jangan memberi kabar kepada siapa pun dulu ya, Biu? Ini liburan rahasia kita."

"Rahasia?"

Aku mengangguk, tidak boleh ada yang tau ke mana aku membawa Build. Tanganku meraih jemarinya, menautkan satu per satu jari untuk saling menggenggam. "Setelah liburan ini selesai, kita kembali dan menjalani kehidupan seperti biasanya."

"Berdua, 'kan?"

Aku mengangguk lagi, berharap jika kembali nanti, aku tetap bisa bersama Build.

Para penumpang kapal mulai bergerak bubar—keluar dari cabin—menuju mobil yang berada di lantai bawah. Aku dan Build masuk ke dalam mobil, menaikkan suhu pendingin sebelum menjalankan kemudi sesuai komando.

Setelah keluar dari kapal dan berjalan menjauh dari dermaga besar itu, aku memutar arah mencari jalan tol, untuk sekarang jalan tol mempermudah perjalananku.

"Are you hungry, baby?" Aku bertanya pada Build yang duduk tenang menatap pemandangan di luar, dia menoleh, mengangguk samar.

Di depan sana—sekitar seratus meter akan ada rest area, aku menancapkan gas.

_____

Meski belum memasuki jadwal libur panjang, rest area sudah terisi penuh. Aku mematikan mesin, menatap Build yang turut melepaskan sabuk pengaman.

"Biu,"

"Iya,"

Tanganku menunjuk ke arah tiang penunjuk arah, "Kamar mandi ada di sana, aku akan pesan makanan cepat saji di minimarket. Setelah selesai dengan urusanmu, cepat kembali ke mobil ya, sayang? Aku tidak akan menguncinya."

Build mengangguk.

"Berani, 'kan?"

"Berani," 

Aku tersenyum, mengusap puncak kepalanya lalu turun ke tengkuk—kutarik pelan untuk kucium bibirnya. "Jangan berbicara dengan siapa pun, ya? Jika ada yang mencurigakan langsung lari saja mencariku."

Build mengangguk lagi, kami berjalan ke arah yang berlawanan. Sebelum masuk ke dalam minimarket, aku sempat menatap Build yang berjalan pelan ke arah yang dituju. Di dalam perjalanan, dia mengeluh merasa sesak ingin buang air kecil, aku juga terpikirkan kalau dia belum makan apa pun setelah dari kapal tadi—itu beberapa jam yang lalu.

Kakiku berjalan mengelilingi setiap rak, membeli cemilan untuk Build di dalam mobil, mengambil botol minuman dengan banyak merek—aku tidak tahu Build suka apa, dia hanya menerima apa saja yang aku berikan.

Langkahku sempat terhenti mendadak ketika merasakan ada seseorang yang melangkah mengikuti, kepalaku berpaling—hanya seorang ibu-ibu dengan anak kecil berumur lima tahun sedang memilih ice cream. Aku kembali melangkah, kepercayaanku terhadap seseorang mulai menipis. Rasanya curiga saja kepada setiap orang yang berjalan di belakangku.

Hilang Naluri [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang