6 | Voices In My Head

1.2K 138 19
                                    

Saat kebanyakan orang lebih suka memakai benda haram itu beramai-ramai, aku memilih memakai sendirian di dalam kamar. Beberapa kali Mew keluar-masuk penjara, dan Bright selalu tertangkap di dalam pesta drunk, drugs, dan sex di rumah prostitusi tempat kekasihnya bekerja, aku tidak pernah masuk ke dalam lingkaran pertemanan menyesatkan itu. Aku tidak mau disamakan dengan istilah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' aku tidak mau dianggap sama dengan Papa. Itulah kenapa aku selalu mengonsumsi drugs sendirian. 

Aku tidak pernah tertangkap.

Lalu, apa sekarang jika aku mendekati Build sama dengan menyerahkan diri?

Apa seorang pendosa benar-benar tidak diberi posisi untuk merasakan yang namanya jatuh cinta? Aku masih termenung di anak tangga ketiga pada urutan terakhir. Masih memikirkan kemungkinan kedepannya, bisa saja aku menyakiti Build, atau mungkin Build yang akan menyakitiku.

"Bible," Build memanggilku lirih, pria cantik itu sudah berdiri di lantai dua, sedangkan aku masih di ambang kebingungan.

Build datang memberiku sebuah sinyal pertemanan, sedangkan aku menaruh harapan. Apa aku tidak bisa bersamamu, Build?

Aku tetap termenung menatap Build yang senantiasa memandangku dengan wajah bahagianya.

Build, bantu aku.

Build melangkah maju ke arahku, tangannya terulur. "Ayo, kenapa diam di situ?"

Menatap tangan putih yang terulur itu, bibirku tertarik—aku tersenyum, tanganku yang semula berkeringat karena kebingungan, mulai terangkat dan meraih uluran tangan Build yang lembut. Meski berat melangkah, aku merasa uluran tangan ini adalah jawaban bahwa Build akan membantuku.

Terima kasih, cantik.

Build menuntunku untuk masuk ke salah satu pintu berwarna putih. Dia dorong hingga menampilkan ruangan yang begitu luas tanpa sekat dengan dinding kaca yang langsung dapat melihat pemandangan di luar. Build membuka pintu dengan lebar dan melepaskan genggaman tangannya. Dia menatapku dengan dimple yang menekuk. "Kamu duduk di mana saja deh, aku mau turun ambil camilan dan minuman ya." 

Aku mengangguk samar bersamaan Build yang berjalan menjauh, lalu menghilang dari balik pintu putih itu. Meninggalkan aku yang masih membisu di tempat. Aku mencoba kembali menguasai diriku, melupakan sejenak tentang bagaimana kelanjutan soal perasaanku ini. Aku tetap harus menjalani keadaan yang sekarang, 'kan? 

Kepalaku menoleh ke kanan, tanpa sadar melangkah ke arah sana dan menatap bangunan tinggi yang gelap. Benar, dari sini, rumahku terlihat tidak berpenghuni, gersang dan mengerikan. Meski masih ada Papa dan Mama pun, rumahku tetap akan sama, mereka tidak mempedulikan apa kata tetangga, mereka tetap menjalani bisnis haram itu. Karena mereka pula, aku tidak memiliki teman, itulah kenapa, gugup ketika berkunjung ke rumah Build bukan karena aku akan bertemu keluarga dari pria yang kusuka, tapi juga karena ini pertama kalinya aku bertamu.

Aku berbalik, menatap ke sekeliling ruangan, luas, ranjang berada di tengah antara meja kecil yang tersusun lampu tidur. Lalu, ada beberapa rak buku yang aku sudah dapat menebak, berbagai ratusan jenis buku bergenre horror dan romance yang tersusun rapi. Bantal duduk santai yang tergeletak di bawah rak. Ruang kamar Build rapi dan bersih.

Aku melepaskan topi, jaket serta ransel dan kuletakkan ke sembarang tempat. Kakiku melangkah maju dan naik ke atas ranjang—menelungkupkan diri. Tanganku bergerak tidak beraturan, dan hidungku terus menghirup aroma tubuh Build di sini. Maaf, aku tidak bisa menahan hasrat gila ini. 

Aku benar-benar sudah jatuh hati dan enggan pergi. Aku boleh bahagia, 'kan? Meski mungkin kebahagiaan ini akan berbumbu dewasa, drugs terlalu banyak mempengaruhi otakku agar berjalan jauh dari normal. Aku tahu itu salah!! Tapi aku tidak bisa menghindari suara aneh di dalam kepalaku.

Hilang Naluri [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang