33 | So Far So Fake

568 84 29
                                    

Saat kakiku melangkah masuk ke dalam halaman bengkel milik Mew, banyak mobil dan motor yang tidak kukenal terparkir berantakan. Beberapa orang yang asing pun terlihat bersantai di bangku depan, merokok sambil berbincang ria. Beberapa botol minuman menjadi teman mengobrol mereka—dahiku berkerut.

Langkahku naik ke pelataran rumah Mew yang langsung terhubung dengan bengkel, mendorong pintunya dengan pelan. Pertama kali yang di suguhkan untukku adalah aroma menyeruak dari bau alkohol serta musik cukup keras memekakkan telinga. Sialan. Apa maksudnya? Aku bahkan melihat dua orang tengah bercinta di sofa ruang tamu.

What the hell is this!! No drunk, no drugs, no sex?

Aku melangkah semakin dalam, mencoba mencari keberadaan Mew atau Bright yang seharusnya menyambutku di depan. Paling tidak, aku melihat mereka sekedar duduk santai di area yang terjangkau oleh pandanganku. Wujud mereka saja tidak ada sama sekali. Di mana mereka bersembunyi?

Kakiku berhenti mendadak, kepalaku menoleh ke arah kiri—aku melihat Advika, kekasih Zaviya tengah berciuman dengan seorang pria, mereka berciuman dengan menggunakan sensasi ganja!!

What the .... Fuck!!!

Ini tidak beres!! Mew memberi pesan hanya sebuah pesta kecil—sebuah pesta yang seharusnya hanya ada beberapa teman dekat Mew saja. Aku kembali melanjutkan perjalananku naik ke lantai dua, berusaha masuk dengan menerobos beberapa orang yang asyik mengobrol santai di bagian tangga. Rasanya kepalaku akan pecah, terlalu banyak orang di sini, belum lagi bau alkohol—bir yang tidak kusuka. Aku bersumpah, aku lebih suka mengonsumsi wine daripada bir dari berbagai jenis atau merek mahal sekalipun.

Pesta kecil-kecilan apanya sialan!! Semakin naik malah terlihat ini terlihat seperti pesta besar.

Aku menutup hidung dengan lenganku, orang yang melewatiku tiba-tiba mengebuskan asap ganja. Sialan. Tidak beradab!!

"MEW!!" Teriakku yang tidak kunjung kutemukan keberadaannya, aku terus mencoba mencari. Ini lebih kacau dari pesta biasanya, padahal masih pukul delapan malam dan sudah ada yang tidak sadarkan diri—tergeletak di lantai. Sudah berapa lama mereka berpesta kecil ini?

"Bible?" seseorang memanggilku—pria tidak kukenal, aku mengangguk untuk menjawabnya. Tanganku ditarik untuk masuk ke dalam sebuah ruangan, kakiku terus melangkah menatap bingung pada pria ini. "Sialan, kau ke mana saja sih!! Mereka tidak mau mengeluarkan itu jika kau tidak ada. Kami uring-uringan menunggumu."

Aku masih tidak mengerti, pria itu menyibakkan gorden, aku masuk ke dalamnya dan kulihat sekitar lima belas orang duduk berkeliling. Mataku menatap Bright yang turut melebarkan mata menatapku, kepalanya menggeleng, namun aku tidak paham apa maksudnya. Hanya mengartikan kekhawatiran dari sorotan itu.

Tanganku ditarik untuk duduk di salah satu tempat yang kosong.

"Nah, akhirnya kau datang juga, Bible." Pria dengan tubuh tinggi kurus mengeluarkan kotak yang terbungkus plastik berwarna hitam, dia merobeknya dengan menggigit ujung plastik, mataku menatap ke area seluruh orang—mereka menatap lapar pada kotak itu, sampai mataku bertatapan dengan Bright. Aku masih tidak paham, kepalanya bergerak seperti mengusirku, namun aku tetap duduk di sana.

Ketika kotak terbuka, mataku melebar, banyak bubuk putih terbungkus plastik kecil di dalamnya. Semua orang rebutan untuk meminta bagian. Di tengah keributan itu, Bright berdiri dan menarikku untuk bangkit.

"Bri—"

"Sshh," Bright memintaku untuk diam, dia menarik tanganku menuju gorden—keluar dari ruangan gila itu.

Namun, langkah kami terhenti oleh dua orang pria lebih besar. "Kalian mau ke mana? Kami berpesta menunggu kalian datang, saat sudah terbuka seharusnya kalian ikut bergabung, bukannya malah main pergi begitu saja, sialan."

Hilang Naluri [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang