7 | Sexy Drug

1.8K 156 36
                                    

Ketukan kembali terdengar, Build sampai terkesiap menatap pintu kamarnya, sedangkan aku sendiri masih diam tanpa berniat menurunkan Build dari pangkuanku. Si Cantik saja masih duduk nyaman.

"Bi," Tante Kiena memanggil lagi.

"I-iya, Bun." Build menggigit bibirnya, tangannya meremas takut pada bahuku yang turut gamang.

Sepertinya Tante Kiena tipe orang yang tidak mau bersusah payah membuka pintu ketika anaknya memiliki tamu. Dia tetap berbicara di balik pintu. "Bunda mau ikut Ayah besuk Letnan Lukas yang sempat terkena musibah kecelakaan kemarin, ya?"

Build masih diam mendengarkan Tante Kiena berbicara. Mataku turun untuk menatap niple berwarna merah muda milik Build yang bersembunyi di balik kemeja putih itu. Entah kenapa, aku merasa tertarik ingin kembali mengecupnya sekilas.

"Eh?" Build kaget—netra cantiknya melebar menatapku.

"Build," suara Tante Kiena kembali terdengar beriringan dengan suara knop yang di putar.

"Iya Bundaaa, iyaaa ..." Build berteriak, aku hanya tersenyum. Build panik, tapi tidak beranjak dari pangkuanku, bagaimana sih? Aku kembali menyandarkan punggung—menatap Build yang sedang ketakutan sendiri.

"Nanti ajak Nak Bible makan sebelum pulang, hangatkan sup-nya karena Mbok In mau pulang cepat." Imbuh Tante Kiena sebelum akhirnya menutup pintu lagi yang belum sempat di buka lebar. "Tante tinggal dulu, ganteng."

"Iyaaa, Tante." Aku menjawab dengan nada sedikit tinggi.

Tante Kiena sudah menjauh dari pintu karena aku mendengar suara langkah yang semakin menjauh dan samar terdengar.

Aku menatap Build yang menghela napas lega. "Huh, hampir saja."

Aku menahan tawa ketika mendengar kalimat yang baru saja Build katakan. Namun, aku berhenti karena Build menatapku dengan kerutan di wajahnya.

"Kenapa?" Build bertanya ketus.

"Tidak ada." Aku mengangkat bahu asal, menatap ke arah lain—mendengar banyak deru suara mobil mulai menjauhi halaman rumah. Mereka telah meninggalkan kediaman Dhavala. Aku menatap Build lagi. "Kamu takut Tante Kiena melihat posisi kita, tapi kamu tidak turun dari pangkuanku."

Kalimatku membuat mata Build melebar dengan alis terangkat, mulutnya setengah terbuka, namun, kembali tertutup. Mungkin dia baru sadar apa yang kukatakan ada benarnya. Kalau takut, harusnya langsung turun dan menemui Tante Kiena tadi, bukannya malah tetap pada posisi intim ini. Aku sempat tergelak sambil mengelus pipinya dengan lembut. "Mau lanjut?"

Build tidak menjawab, dia memilih membuang muka ketika pertanyaan singkat itu keluar dari mulutku.

"Kita bisa berhen—"

Build mendengus, menyebabkan kalimatku terhenti. Aku masih memandang Build yang melirik ke arahku. "Why? Men like to ask something that is obvious what the answer is."

Aku terkekeh kecil, kamu juga pria, Build. Oh, aku lupa, you are baby boy not a man. Aku mengecup sekilas niple-nya lagi. Lalu memeluk Build erat, menyandarkan kepala di dadanya. Suara detak jantung Build terdengar seperti alunan musik yang menggairahkan. Kedua tanganku merayap ke area punggung—sampai membantu Build melepaskan kemeja yang dikenakan. Bibirku mulai mengecupi area leher dan mengisap kuat pada dagunya, sialan, keringat yang seharusnya terasa asin jadi lebih manis di indra perasaku.

Build merapatkan tubuhnya, memelukku erat sambil memejamkan mata, menikmati isapanku di dagunya. Kemudian, dia menunduk, membuat bibir kami bertemu dan kami bermain di satu titik cukup lama. Tidak tahu kapan Om Ghazam dan Tante Kiena akan kembali, aku hanya sedang memanfaatkan waktu yang terbatas ini. Build memeluk erat leherku sambil terus mengimbangi lumatanku.

Hilang Naluri [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang