Sebelum baca jangan lupa tekan 🌟 ya
Follow akun author nya juga heheSuasana pagi kali ini terlihat beberapa anak perempuan sedang menunggu giliran untuk mandi. Udara pagi lumayan menusuk. Bahkan Naya sedari tadi menggosok-gosokkan telapak tangannya. Melihat hal itu membuat Disa terkekeh.
"Masih dingin Nay?" tanyanya.
"Iya nih" jawab Naya cepat.
"Nay, semalam kita semua kepanasan tapi lo sendiri kedinginan. Gimana dah" sahut Jinan. Si Jinan ini bocah bucin tidak tahu tempat, pagi buta seperti ini ia sudah video call dengan pacarnya.
"Ya kan fisik orang beda-beda Ji"
"Ja ji ja ji emang lo pikir gue pak haji"
"Loh gue baik dong berarti doain lo cepet haji" jelas Naya meyakinkan Jinan.
Bukannya senang Jinan malah mendengus kesal."Ya tapi kan perempuan dipanggilnya hajjah bukan haji"
"Ya udah mulai sekarang gue panggil lo hajjah, oke jah?" Disa tak habis pikir dengan tingkah absurd temannya itu. Padahal ia juga absurd makanya mereka bisa teman.
"Tau ah! Gue mau mandi" ujar Jinan lalu berdiri dan mengambil handuk miliknya. Tak lama setelah itu mbak Gina (saudaranya Jinan) keluar dari kamar mandi.
"Kalian sudah lengkapi berkas-berkasnya kan?" tanya mbak Gina memastikan lalu ia duduk di tepi kasur dan mulai bersolek.
"Udah kok mbak" jawab Disa.
"Udah mbak" tambah Naya. Kini mbak Gina hanya manggut-manggut saja lalu melanjutkan kegiatannya.
Suasana menjadi canggung, Naya dan Disa ingin bergurau tapi bingung. Akhirnya mereka saling pandang. Naya memberi kode kepada Disa agar Disa memulai percakapan.
"Mbak Gina, kerja di pabrik itu susah nggak?" Mbak Gina yang awalnya serius kini berhenti dari kegiatannya.
"Yang namanya susah itu relatif, karena level susah menurut setiap orang pasti berbeda. Lagian untuk menjurus ke hal susah itu perlu banyak faktor, mungkin kerjaannya yang susah, susahnya nyari temen dan hal-hal yang lain" jelas Mbak Gina. Naya memandang Disa seakan meminta jawaban untuk membalas penjelasan mbak Gina, namun Disa malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Oh gitu ya mbak" mbak Gina mengganti posisi duduknya lalu memandang mereka intens.
"Apa yang kalian takutin? Kalian nggak usah takut. Kerja di pabrik nggak semenakutkan yang kalian pikirkan, udah tenang aja" mbak Gina kembali berkutat dengan kegiatan bersolek.
"Kalau boleh tahu mbak Gina kerja di bagian apa ya mbak?" kini giliran Naya yang bertanya, sebenarnya dia hanya ingin tidak ada kecanggungan diantara mereka.
"Pengawas"
"Kayak mandor gitu ya mbak" tebak Disa dengan cepat.
"Lebih ke ketua sih"
"Oh, mbak Gina emang pantes sih jadi pengawas soalnya jiwa kepemimpinannya tinggi" sahut Naya dengan penuh semangat.
"Tahu dari mana? Kalian aja belum sehari tinggal disini" bungkam. Naya langsung terbungkam, sementara Disa yang sedari tadi bermain game di hapenya kini terkikik. Jika tidak ada mbak Gina mungkin ia sudah tertawa ngakak sekarang.
"Iya juga sih mbak" jawab Naya pasrah.
"Jinan mandi lama banget sih" bisik Naya kepada Disa.
"Nguras laut dia tuh makanya lama" Disa menggunakan handuk yang bertengger di lehernya untuk menutupi mulutnya yang sedang berbicara.
"Melipir ke samudra Pasifik kali" tak lama Jinan keluar dari kamar mandi.
Dengan sigap baik Naya ataupun Disa langsung berdiri. Naya baru mengambil handuknya, sementara melesat ke kamar mandi seketika.
"Gue duluan wle" ejeknya pada Naya.
Naya duduk kembali di tepi kasur. Ia memilin-milin ujung handuknya. Sesekali memainkan handphone-nya hanya untuk mengetik asal pada memo yang akhirnya menjadikan kalimat yang tidak dimengerti oleh manusia.
"Naya nanti kita berangkat duluan ya, nanti kalian bawa aja kuncinya soalnya pasti kalian yang pulang duluan" ujar Jinan.
Naya bernapas lega sekarang ia merasa kehadirannya dianggap, dibanding beberapa waktu lalu yang hening tak bergeming.
"Iya ji"
Dalam hati Naya ia menyuarakan sumpah serapahnya pada Disa yang tak kunjung keluar dari kamar mandi. Canggung sekali rasanya, apalagi waktu sekolah ia tak begitu dekat dengan Jinan. Untuk saat ini mereka satu atap saja tidak pernah terpikir dalam benak Naya.
Suara pintu berdecit membuat Naya menoleh. Disa tersenyum seperti tak punya dosa. Naya menatapnya tajam. Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, itu tandanya Naya hanya punya untuk bersiap-siap. Mandi bebek sajalah biar cepat.
"Jinan kasih gue bedak dong, bedak gue abis nih" pinta Disa.
"Iya sebentar yak, baru gue pake ini" kata Jinan seraya membubuhkan bedak di wajahnya.
"Nih, dikit aja pakainya! Baru nih" tambah Jinan setelah selesai memakainya.
"Gue congkel nih gue masukin ke wadah bedak gue" gurau Disa sambil memeragakannya.
"Awas aja kalau berani gue congkel juga gigi lo" ancam Jinan.
"Huhu takut, kamu psikopat ya kak"
"Disa, nanti mbak Gina titip kunci kos ya" ujar mbak Gina tiba-tiba.
"Loh kenapa mbak?"
"Jadi gini, kalian kan baru daftar jadi kemungkinan kalian balik cepet. Jadi bawa aja kuncinya biar kalian bisa masuk" ujar mbak Gina menjelaskan. Disa hanya manggut-manggut.
"Dijaga yang bener amanah ini" tambah Jinan sambil memberi kunci kamar kosnya.
"Iya-iya bawel" ujar menerima kunci tersebut.
--MDAM--
SALAM AUTHOR GAJE
Jangan lupa vote yah, komen juga boleh folow juga boleh
PATI, 7 AGUSTUS 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Dua Anak Manusia
Ficción General"NAYA BURUAN! LO LAMA GUE TINGGAL NIH!" teriak Disa dari luar. "IYA SABAR. KAOS KAKI GUE ILANG SEBELAH!" balas Naya. "Sabar-sabar. Pantat gue udah lebar ini lo suruh sabar mulu" gerutu Disa.