"Terkadang ada sesuatu yang lebih baik tidak diketahui, karena kenyataan itu menyakitkan."
-Lucyana Agatha
***
"Aldian Brasatya."
Aldian mengacungkan tangan untuk mengisi daftar kehadiran.
"Aldian, ada?" tanyanya lagi dikarenakan guru tersebut hanya fokus pada absen, sehingga tidak mengetahui bahwa Aldian tengah mengacungkan tangan.
"Alfa," celetuk Bimo.
"Ada," jawab Aldian sekenanya.
"Makanya kalau diabsen tuh nyahut, jangan cuma ngangkat tangan doang! apa gunanya ada mulut, kalau gak dipakai buat ngomong?" celoteh Bimo, namun tak digubris oleh Aldian.
"Sudah, sudah, tidak boleh ada keributan saat KBM dimulai!" hardik sang guru menegahi, kemudian melanjutkan absensi.
"Alinda Winanta."
"Alfa," sorak Siswa-Siswi Kelas IV A.
Guru tersebut mengernyit, "Ke mana dia?"
"Gak tahu, Bu. Orangtuanya juga gak ngantarin surat," sahut Dio.
"Panca, apa kamu tahu kenapa Alin tidak hadir?" tanya guru tersebut dikarenakan Panca merupakan teman sebangku Alin.
"Ikut aku kalau kalian pengin tahu soal Alin," pinta Panca seraya beranjak dari tempat duduk.
"Tinggal jawab aja, Pan," sahut Ana yang tidak mengerti jalan pikiran Panca.
Panca berpaling ke arah Ana, "Aku gak bilang ke guru, tapi aku bilang ke kamu dan Aldian."
Wajar saja jika Ana salah mengartikan, karena pertanyaan sang guru dan jawaban Panca seolah menyambung, namun kenapa guru tidak menyangkal perkataan Panca? setidaknya beliau pasti memikirkan hal yang serupa. Akan tetapi usai merapalkan nama Alin, guru tersebut lanjut mengabsen kembali.
Aldian beringsut sambil merapikan buku dan pena yang dikeluarkan tadi untuk dimasukkan kembali ke dalam tas.
Ana menarik seragam belakang Aldian yang beranjak mengikuti Panca, "Aldian, gimana sama nilai kita? sekarang ada ulangan harian loh."
Aldian berpaling ke belakang. Alih-alih menggubris perkataan Ana, Aldian malah melepaskan pegangan Ana pada seragamnya, kemudian memberi isyarat dengan gerakan mata untuk mengikuti Panca.
Ana mendengus pasrah, ia pun mengikuti Panca ke luar kelas, namun Ana merasa janggal dikarenakan orang-orang yang berada di kelas seolah tak menyadari pergerakan ketiganya.
Ana tak mengambil pusing, fokusnya dialihkan kembali kepada Panca yang menuntun dirinya dan Aldian menunju gudang. Panca berpikir di sinilah tempat paling leluasa untuk melakukan perkumpulan, karena kemampuannya tidak bisa terlalu lama digunakan untuk tubuh Aldian dan Ana jika di dalam kelas, mengingat berkatnya yang sebentar lagi akan habis.
"Kamu ngutang jawaban sama aku!" serbu Ana akan kejanggalan yang terjadi.
Tak seperti biasa Ana akan diam saja, namun kali ini merupakan sesuatu yang berada di luar nalar, oleh sebab itu Ana harus mencari jawaban atas rasa penasarannya.
"Oke, bakal kujawab satu-satu," ujar Panca dengan tenang, "Tapi biarin aku jelasin dulu tujuan perkumpulan Keturunan ke-V."
Aldian dan Ana beradu pandang sambil mengernyit.
"Aku harus ngejelasin ini ke kalian sebelum berkatku benar-benar habis," ujar Panca untuk menuntaskan kebingungan Aldian dan Ana.
Aldian mengangguk sambil memejamkan matanya. Untuk sekarang, yang dapat Aldian lakukan adalah mendengar penjelasan Panca dan berusah berpikir positif, sementara Ana tak menyahut, namun matanya menatap lurus ke arah Panca, seolah meminta penjelasan secepatnya sebelum ia mengajukan pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Konstelasi Baru Vol.01
FantasyDunia memiliki dua alam, yaitu alam sadar dan bawah sadar. Namun, seseorang justru terjebak di antara kesadaran, sehingga mengharuskannya menjalani dua kehidupan yang berbeda. Berbagai macam ujian dan kendala dilaluinya untuk mencari jati diri, dan...