10. Kilau Mentari

2 3 0
                                    

"Satu hal yang kupelajari dari kehidupan; segala yang terlihat di depan mata adalah kebenaran, meskipun itu hanyalah manipulasi yang tercipta dari sebuah kebohongan."

-Aldian Brasatya

***

*Kring ... kring ... kring ....

Aldian yang tengah membuat gambar abstrak di belakang bukunya terusik dengan bunyi lonceng yang menandakan kegiatan belajar mengajar akan segara dimulai.

"Hufst ...," Aldian menghembuskan napas berat. Perasaannya sedang tidak nyaman, entah semua akan baik-baik saja atau tidak.

"Aldian!" suara bariton membuyarkan lamunannya.

Sontak Aldian berdiri, kemudian membungkuk, "M-maaf, Pak."

"Kamu tahu apa kesalahanmu?" tanya guru tersebut sembari bersedekap.

"S-saya ngelamun, Pak," jawab Aldian dengan gugup, ia bahkan tidak berani berdiri tegap untuk sekedar bertatapan degan Wandi.

"Aldian, coba lihat ke sekitar!" seru Ana menyadarkan Aldian.

Aldian beringsut, kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar, ia terperanjat saat menyadari bahwa sekarang adalah pelajaran Penjaskes. Mau tak mau Aldian absen dari mata pelajaran tersebut hari ini dikarenakan ia tak membawa seragam olahraga.

"Tidak seperti dirimu, Al," ujar Wandi kemudian berlalu diikuti oleh siswa-siswi lainnya menuju Lapangan Olahraga.

Ana menepuk bahu Aldian, "Aku duluan, ya," ujar Ana kemudian berlari mengejar ketertinggalan, sementara Panca dan Alin sudah berlalu sedari tadi.

Aldian hanya dapat memperhatikan mereka dari kejauhan melalui kaca jendela kelas, bersama semburat matahari yang kian berpijar.

Aldian tidak membenci olahraga, hanya saja kulitnya rentan jika terkena pancaran sinar matahari terlalu lama. Itulah yang berusaha ia hindari, namun peristiwa ini bukanlah suatu kesengajaan, ini murni akibat kelupaannya.

Dari kejauhan Aldian melihat teman sekelas tengah melakukan senam pagi. Mereka tampak berpasangan karena ada gerakan senam yang memerlukan dua orang untuk melakukannya, terkecuali Ana yang melakukan gerakan tersebut sendirian. Akan tetapi bagaimana mungkin dia begitu mahir dalam melakukan gerakan tersebut? Aldian tahu bahwa Ana sangat tidak suka semua hal yang berbau olahraga, meski begitu dia tidak pernah membolos saat jam pelajaran tersebut.

Aldian mengernyit, "Ada yang aneh."

Lamat-lamat Aldian memperhatikan Pak Wandi berpasangan dengan Panca, sementara Ana berpasangan dengan Alin. Ada suatu kejanggalan saat tubuh Panca dan Alin terkena pancaran sinar matahari, tubuhnya menjadi transparan, namun pada saat keduanya kembali ke pohon yang rindang, tubuhnya tampak jelas.

Aldian keluar dari kelas, kemudian berlari menuju Lapangan Olahraga. Ia ingin memastikan apa yang tengah dilihatnya, namun setiap kali ia melangkah, tubuh Panca dan Alin semakin jelas walau terhalau sinar matahari yang terik.

"Ada apa, Aldian?" tanya Wandi yang melihat tingkah aneh muridnya.

"Alin aneh sejak dua hari gak datang ke sekolah," jawab Aldian, sementara matanya terus terpaut pada sosok Alin yang tengah melakukan senam bersama Ana.

"Maksud kamu?" sahut Alin yang langsung menghentikan senam, kemudian menghampiri Aldian.

"Kamu kayak bukan kamu, Lin," ujar Aldian dengan ragu, entah yang lainnya akan percaya atau tidak dengan perkataannya.

"Ngomong apa sih?"

"Gak jelas nih orang."

"Padahal sendirinya yang aneh."

Konstelasi Baru Vol.01 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang