17. Penyerapan Energi

3 2 0
                                    

"Terkadang kita harus berusaha lebih keras lagi, karena terus meringkuk dengan rasa sakit dan menyesali segala yang telah terjadi tidak akan merubah keadaan."

-Angelo Agatha

***

Kehancuran, kesedihan, kemarahan, itulah yang Angelo rasakan, namun raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan hal tersebut.

Dengan raut datar dan dengan tatapan nyalangnya ia menyaksikan pertikaian antara kedua ras. Ras Kentaurus dan ras Serpentes yang telah ditakdirkan untuk terus bertikai hingga titik darah penghabisan, layaknya kedua belah kubu yang saling bertolak belakang, sangat sulit untuk berdamai dan sangat sulit untuk disatukan.

Dunia yang berada di tengah pertikaian dan ketidakberaturan akan di tata kembali oleh para penerus dari ketiga ras, namun sudah jelas ada banyak kendala yang para penerus hadapi untuk menghubungkan sistem antar galaksi.

Sungguh ironis, bukan? kesalahan yang telah dilakukan leluhur malah ditanggung oleh penerusnya, namun itulah takdir bagi kedua ras yang telah melanggar hukum alam, sementara tugas ras Manusia adalah menjadi penengah saat suatu pertikaian terjadi antara ras Kentaurus dan ras Serpentes.

Sebagai ras Manusia Angelo merutuki dirinya, karena ia tidak dapat menjadi penengah dan menghentikan pertikaian tersebut, yang ia lakukan malah meringkuk kesakitan sambil memikirkan beberapa strategi yang sama sekali tidak membantu.

"Siapa pun, tolong jawab aku! siapa yang harus disalahin? aku, Kairan atau Yudhy?" pekik Angelo dengan suara menggema akibat pantulan dari barier yang diciptakan Angel sembari mencoba melawan rasa sakit yang kian menggerogoti rongga perutnya.

*Plak

Angelo menampar dirinya sendiri, namun tidak ada jawaban yang didapatkan, seolah semua membisu saat ia meminta jawaban kepada dunia yang fana ini.

"Satu tamparan buat orang yang egois," rutuknya.

*Plak

"Dua tamparan buat orang yang gak bisa jadi pelindung."

"Tiga tamparan buat orang yang lemah."

"Empat tamparan buat orang yang ngelakuin sesuatu dengan sia-sia."

"Lima tamparan buat orang yang gak bisa jadi penengah."

"Enam tamparan buat orang ya--"

"Cukup! itu sakit, tahu," pekik seorang anak perempuan dari luar barier.

Dengan wajah lebamnya Angelo mengernyit ke arah anak perempuan, "Kenapa?"

"A-aku kasihan sama kamu," jawabnya dengan gugup.

"Apa kamu bisa jawab, kenapa aku sama sekali gak nangis di saat rekan-rekanku kayak gini?" lirih Angelo sembari mengacak-ngacak rambutnya, sebuah kebiasaan yang dilakukan jika ia dilanda kebingungan. Padahal biasanya orang-orang bertanya kepada Angelo, namun sekarang ialah yang bertanya kepada si anak perempuan.

Lirihan Angelo terdengar begitu halus dan menyayat. Siapa pun yang mendengarnya sudah cukup mengetahui bahwa dia begitu kacau, bukan hanya fisiknya yang sakit, namun batinnya pun merasakan hal yang serupa atau mungkin lebih sakit dari itu.

Anak perempuan menyelisik ke dalam barier, hanya Angelo yang masih bertahan di ambang kekacauan dan Gita yang tengah menangis sesenggukan sembari memangku Yudhy yang tengah sekarat.

"Mungkin kamu lagi capek dengan semua yang udah terjadi," ujarnya dengan tatapan sendu ke arah Angelo.

"C-capek? uhuk ... mungkin, tapi ini bukan saatnya buat nyerah," Angelo kembali terbatuk, kali ini bukan darah yang keluar, melainkan cairan hitam pekat yang menggumpal.

Konstelasi Baru Vol.01 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang