6. Panti Asuhan SAFERA

3 3 0
                                    

"Terkadang hal sederhanalah yang membuat kita bahagia."

-Aldian Brasatya

***

Hari-hari berlalu. Sejak konflik antara Dio dan Panca, Aldian dan Ana sudah jarang diperundung, kini keduanya mulai dekat dengan Panca.

Aldian benar-benar bersyukur karena kini ada seseorang yang mengisi kekosongan jiwanya, seseorang itu adalah teman.

Aldian tahu tangisan bisa berakhir dengan senyuman, namun senyuman dapat kembali menjadi tangisan, karena begitulah kehidupan.

Yang ingin Aldian lakukan sekarang adalah menikmati masa-masa penuh kehangatan pertemanan sebelum semuanya kembali dengan kesuraman dan saling melupakan satu sama lain, namun ia bukan orang yang mudah berekspresi. Maka dari itu yang dapat dilakukan Aldian adalah mengajak teman-temannya untuk berkunjung di kediamannya, lalu bermain bersama.

Citra mendekatkan wajahnya ke arah Aldian, "Bang Aldian kenapa senyum-senyum sendiri dari tadi?"

Aldian terperanjat dari lamunan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Pasti ada sesuatu," terka Citra memancing Aldian.

Lagi-lagi Aldian menggeleng seraya beranjak untuk menghindari pertanyaan adiknya.

"Aldian, ada anak-anak yang lagi nyari kamu tuh di luar," tunjuk Yudhy ke arah pintu.

Menyadari teman-temannya sudah tiba, Aldian pun berlari menuju ambang pintu, sehingga menimbulkan pertanyaan bagi saudara-saudarinya.

"Bang Aldian beda banget hari ini," desus Citra sembari memandang siluet Aldian yang kian menjauh.

"Iya, gak biasanya dia seantusias ini," sahut Yudhy seraya menerawang sesuatu yang terjadi barusan, "Jangan-jangan yang nyariin Aldian tadi temannya?!"

Citra melongo, "Serius Bang Aldian punya teman?!"

Saudara-saudarinya begitu terkejut, karena yang diketahui Aldian adalah sosok tertutup, namun baguslah jika Aldian mulai terbuka kepada orang lain, hal itu akan mengatasi permasalahan dia yang sulit bersosialisasi.

Aldian menyambut kedatangan teman-temannya seraya mempersilahkan mereka masuk. Berbeda dengan Ana yang biasa-biasa saja karena sudah mengetahui bahwa Aldian adalah anak panti asuhan, Alin terkesiap saat mengetahui hal itu, ia tak heran jika Aldian menjadi sosok yang tertutup, karena kehidupan di panti asuhan pasti sangat berat. Panca sendiri bergeming sebentar, raut wajahnya sulit dijabarkan, namun hanya Analah yang menampakkan raut normal.

"Ini kediamanku, wajar kalau kalian kaget," ujar Aldian mencairkan suasana.

"Sabar, ya, Al. Pasti kehidupan kamu di panti asuhan berat banget," ujar Alin dengan raut prihatin.

Panca dan Ana yang mendengarnya berpaling ke arah Alin seraya melotot, berusaha menegurnya melalui isyarat. Hal seperti itu seharusnya tidak dilontarkan oleh Alin, karena tak menutup kemungkinan Aldian tersinggung dengan kata-katanya.

Aldian menghentikan langkahnya sembari menghela napas dalam-dalam, kemudian menghembuskan perlahan, "Aku gak benar-benar anak panti, karena orangtuaku yang diriin panti asuhannya. Cuma ...."

Alin mengernyit, "Cuma?"

"Aku masih sulit terbuka, meski begitu aku udah nganggap mereka kayak saudara-saudariku kok," jelas Aldian seraya berpaling ke belakang, kemudian tersenyum kaku ke arah ketiganya.

"Aku yakin kamu bisa, sekarang aja kamu udah mulai banyak bicara," ujar Ana menyemangati.

Aldian membalas perkataan Ana dengan anggukan kecil. Ia pun memperkenalkan kepada ketiganya kamar-kamar yang ada di Panti Asuhan SAFERA.

Konstelasi Baru Vol.01 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang