"Selalu ada kebahagiaan setelah penderitaan, sama seperti pelangi yang terbit setelah hujan turun."
-Lucyana Agatha
***
Ana menggigit roti berselai kacang sebagai bekal sarapan sambil berlari menuju ke sekolah, orang-orang yang dilewati menatapnya dengan tatapan aneh dikarenakan ia seperti seekor anjing yang membawa makanan menggunakan mulut. Persetan dengan tanggapan mereka, ia hanya perlu fokus dengan tujuan agar sampai ke sekolah tepat waktu.
Bekal sarapan Ana sudah habis di jalan, lajunya yang cepat kini dihentikan setelah sampai di gerbang pertama sekolah yang ternyata sudah ditutup
Ana pun berjalan gontai menuju gerbang kedua, tempat di mana siswa-siswi yang terlambat berkumpul. Siswa-siswi yang terlambat harus menunggu sampai 30 menit sebelum gerbang kedua ditutup, lalu mereka akan mendapat sanksi sesuai waktu keterlambatannya, sementara siswa-siswi yang terlambat lebih dari setengah jam akan dipulangkan.
Anak yang terlambat berbaris sesuai urutan waktu keterlambatan. Ada tiga barisan yang berbanjar, barisan pertama adalah siswa-siswi yang terlambat 1-10 menit, barisan kedua 11-20 menit dan barisan ketiga 21-30 menit.
Sudah berjalan tiga bulan Ana berada di Kelas IV A, namun hampir setiap hari ia terlambat, kini ia dinyatakan terlambat tujuh menit.
"Lucyana Agatha! kenapa kamu sering terlambat? bukankah rumahmu berada di dekat sekolah?" ujar guru piket mengintrogasi.
Ana terlambat ke sekolah akibat kebiasaan buruknya yang selalu mengulur waktu, karena jika Ana datang terlalu pagi, Odelia yang merupakan sekretaris kelas menyuruhnya menyapu meski bukan jadwal piketnya, Dio pun tak mempermasalahkan hal itu, yang terpenting kelas sudah bersih saat kegiatan belajar mengajar dimulai. Tampaknya teman sekelas begitu nyaman dengan petugas kelas yang lama, sehingga posisi mereka tak tergantikan.
Maka dari itu Ana tak berdaya untuk membantah, teman sekelas pun senang jika ia diperbudak, karena tugas mereka akan berkurang. Jadi yang dapat Ana lakukan untuk menghindari hal tersebut hanyalah pergi ke sekolah selang beberapa menit sebelum lonceng berbunyi, namun Ana merutuki dirinya yang malah sering terlambat, sehingga mengurangi nilai kedisiplinan.
"Saya harus nungguin Bunda masak buat sarapan dulu, Bu," dalih Ana, namun tak digubris oleh guru piket.
"Kalian juga ... aih, selalu saja ada yang terlambat datang ke sekolah," decak guru piket, karena kebanyakan siswa-siswi yang terlambat adalah orang yang sama.
Siswa yang berada pada barisan ketiga mengacungkan tangan, "Maaf, Bu, saya murid baru."
Guru piket menoleh ke arah murid baru sembari merubah raut wajahnya yang kesal menjadi bersahabat, "Oh, rupanya kamu. Kata kepala sekolah, kamu masuk ke Kelas IV A," ujarnya dengan ramah seraya melirik ke arah Ana, "Sekelas sama kamu, kan?"
Seolah mengerti maksud guru piket, Ana pun berpamitan, kemudian berpaling ke arah murid baru dengan gerakan mata.
Ana memimpin perjalanan dengan murid baru yang mengekor di belakang. Rasanya sangat gugup dikarenakan sedari tadi keduanya hanya bungkam, namun setidaknya Ana bersyukur, kali ini ia tidak mendapat sanksi atas keterlambatannya.
Keduanya pun memasuki Kelas IV A. Suasana kelas sangat riuh dikarenakan belum ada guru yang masuk.
"Wah, dia bawa murid baru tuh, tapi sayang murid barunya pasti udah diprovokasiin buat benci sama kita," ujar Odelia dengan wajah yang dibuat memelas saat melihat Ana masuk disusul murid baru.
"Niatnya pengin ngehindar dari tugas piket kelas, padahal sehari-hari dia terlambat juga dapat sanksi dari guru piket buat bersihin lingkungan sekolah," sahut petugas piket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Konstelasi Baru Vol.01
FantasíaDunia memiliki dua alam, yaitu alam sadar dan bawah sadar. Namun, seseorang justru terjebak di antara kesadaran, sehingga mengharuskannya menjalani dua kehidupan yang berbeda. Berbagai macam ujian dan kendala dilaluinya untuk mencari jati diri, dan...