Chapter 2: Para preman.

4.2K 307 19
                                    

Happy reading
Always healthy and keep smiling

√√√

"Sshh..." Ringis seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu ialah Azkano.

Azkano memegang kepalanya yang terasa pusing, bibirnya pun pucat dengan sesekali suara ringisan terdengar dari mulut mungil itu.

"Aw... Kepala Ano sakit banget." Ia segera bangun dari lantai kamar mandi yang dingin. Azkano pun beranjak dari sana menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar ia segera merebahkan tubuhnya ke kasur lantai miliknya. Azkano termenung menatap langit-langit kamarnya.

"Tuhan... Ano ingin sekolah, Ano ingin mempunyai teman, Ano ingin bermain sama ayah. Kapan Ano akan menikmati itu." Azkano menghela napasnya yang terasa berat.

Azkano bangun dari tidurnya dan melirik jam yang ada di nakas kamarnya.

13.36

Azkano segera beranjak untuk membersihkan diri. Tidak sampai 30 menit ia pun selesai dengan ritual membersihkan dirinya.

Selesai memakai pakaiannya ia keluar dari kamarnya untuk mengambil tas yang ditinggalkannya di ruang tamu.

Azkano menghela nafasnya lagi. Ia menatap tangannya yang terdapat uang senilai dua puluh ribu. Septian hanya meninggalkan uang senilai dua puluh ribu, sisa uang hasil jualan kemarin di bawa semua oleh sang ayah.

Tanpa banyak kata lagi ia segera keluar dari rumah tak lupa untuk menguncinya, tenang Septian bisa memasuki rumahnya kok soalnya ada kunci cadangan. Azkano berjalan dengan senandung kecil yang mengiringi langkahnya.

Hingga beberapa menit setelahnya ia pun sampai di warung pak Mahmat, warung yang biasa menjadi tempat istirahatnya sekaligus yang memberikan keperluan jualannya.

"Permisi... Pak Mahmat." Panggil Azkano setelah memasuki warung pak Mahmat.

"Eh... Den Ano, udah makan belum?" Tanya pak Mahmat kepada Azkano yang sedang memilih roti untuk di jadikan makan siangnya, tidak bisa disebut sarapan karena sudah waktu makan siang.

"Belum pak, ini Ano baru mau makan pake roti." Azkano menyengir memperlihatkan gigi kecilnya yang bersih sambil mengangkat sebungkus roti untuk menunjukan kepada pak Mahmat.

Pak Mahmat pun mengangguk. Azkano segera duduk di bangku yang memang sudah di sediakan, ia membuka bungkus rotinya dan langsung melahapnya secara perlahan.

Sedang asik-asiknya menikmati roti coklat di tangannya ia tiba-tiba teringat....

"Pak..." Pak Mahmat yang merasa di panggil pun menoleh menatap Azkano yang menatapnya.

"Kenapa No?" Tanya pak Mahmat.

"Itu... Anu pak, duit dagang kemarin gak bisa Ano kasih sekarang pak. Soalnya di bawa sama ayah semua, maaf ya pak. Nanti Ano ganti deh, tapi gak janji ya pak." Azkano menundukkan kepalanya, ia tidak berani menatap pak Mahmat yang sudah ia anggap seperti bapak ke-2 nya.

Pak Mahmat menggelengkan kepalanya, ia berjalan mendekat dan menepuk pundak sempit Azkano dengan pelan.

"Gapapa... Duit itu punya kamu kok, kan kamu yang jualan bapak cuman bantu doang. Gak usah di ganti ya? Bapak banyak duitnya..." Pak Mahmat terkekeh geli mendengar ucapannya sendiri, pria paruh baya itu melanjutkan ucapannya "Tapi lain kali, kalo Ano jualan hasilnya di ambil dulu setengah untuk kebutuhan Ano, baru Ano kasih tau ke ayah ok?"

Happiness for AzkanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang