6

70 12 0
                                    

Kayshila dan Daffa duduk berdampingan di kursi business class penerebangan singapore-bali. Kayshila masih betah memandang awan di luar jendela. Tadi setelah shopping dengan Tante Farah, dia dan Daffa kembali seperti pembicaraan itu tak pernah terjadi. Tapi hal itu bagaikan bom waktu, pasti akan meletus.

"We need to talk" ucap Daffa memecah keheningan.
Kayshila paham, mereka tidak boleh mempertahankan suasana canggung ini, dia dan Daffa bahkan sudah lupa bagaimana rasanya canggung satu sama lain.

Kayshila mengalihkan atensinya sepenuhnya pada Daffa. "Lo udah tau masalah ini?" Tanyanya, tidak ada kemarahan atau kekecewaan seperti yang ada di pikiran Daffa.

"Seminggu lalu gue sempet ketemu mama, beliau ngomong itu ke gue, saking masuk akalnya, gue sama sekali gak bisa nolak atau sekedar bikin alasan. Tapi gue terlalu takut buat ngomong langsung sama Lo, jadilah mama mikirin cara ini" jelasnya lengkap tanpa Kayshila minta, mengalir begitu saja seperti biasanya.

Kayshila kembali diam, mencerna baik-baik ucapan Daffa dan mengingat ucapan Farah.
"Menurut Lo kita bisa?" Tanyanya akhirnya. Pendapatnya persis seperti Daffa, tidak ada sedikitpun hal yang membuatnya bisa menolak usulan itu seketika.

"Kalo gue masih ragu, gue gak bakal berani ngajakin Lo ketemu nyokap" balas Daffa kemudian menarik nafas panjang. Entah kenapa pembicaraan ini terasa berat. "Elo tenang aja, gak perlu jawab sekarang, take your time. Dan apapun jawaban elo nantinya, itu gak akan mempengaruhi apapun di hubungan kita. Bahkan kalo kita bener-bener pacaran, elo tetep sahabat gue"
Lanjutnya.

Kayshila memandang Daffa yang juga memandangnya. "Thanks Daf," ucapnya.

"Lo mau minum?" Tawar Daffa, sudah saatnya mengakhiri percakapan berat ini.
"Wine disini enak gak?"
"Jangan deh, nanti aja kalo Sampe di Bali, susah gue kalo elo Sampek mabuk," balas Daffa yang mengundang cubitan di pahanya

"Yaudah pesenin gue makan, gue laper, dari tadi gak nafsu makan" perintah Kayshila, hanya dirinya yang berani memerintah presiden direktur sekelas Daffa. Karena bahkan teman-teman cowok itu merasa segan.

"Mau makan apa?" Balas Daffa tanpa banyak protes.
"Apa aja deh"

____________________________________

Mereka sampai di Bali 3 jam kemudian, Kayshila berlari memasuki halaman rumahnya. Cukup luas mengingat bisnis penginapan juga membutuhkan Desain yang unik.

Langkahnya terhenti melihat seorang wanita yang tidak seharusnya di lihatnya di Bali sedang mengobrol di ruang santai dengan ibu dan kakak perempuannya.

"Griz, kok Lo di sini?" Bukannya menyapa ibu dan kakaknya, kalimat itulah yang justru keluar dari mulut Kayshila pertama kalinya.

Si empunya nama tertawa "gue di ajak kesini, bukan cuma di ajak sih, di seret kesini sama seekor, oknum manusia" balasnya.

"Daffin?" Saut Daffa yang masuk mengikuti Kayshila. Dia melihat adiknya itu sedang sibuk ruangan lain.

"Kalian udah sampai?" Ucap Daffin dengan wajah polos, bergabung dengan orang-orang di ruang santai.

"Kok kalian ada di sini?"tanya Kayshila lagi, dia masih tetap di posisinya dengan terheran-heran. Sedangkan Daffa sudah mengambil tempat di sebelah Grizelle yang di susul Daffin dengan Snack di tangannya.

"Tadi waktu lo sama mama belanja, Daffin nelpon papa, papa ngomong kalo gue sama Lo di Singapore, dia mau nyusul tapi gue suruh langsung ke Bali aja" jelas Daffa akhirnya dapat memuaskan rasa penasaran Kayshila. Dia akhir nya duduk dan memeluk mamanya.

Sudah satu bulan lamanya dia tidak pulang ke rumahnya, karena pekerjaannya yang tidak bisa di tinggal. Apalagi mengurus kepindahannya.

"Kak, mau cari udara seger gak?" Ajak Kayshila beberapa saat kemudian.

My Boss My Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang