Daffa berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit, dia baru saja selesai dengan urusannya. Menawarkan kerjasama dengan perusahaan sekuritas terbesar di Jepang sesuai saran Azil agar pergerakan mafia Hongkong tertahan tetap di Jepang.
Azil juga sudah selesai dengan orang-orang itu, ia sudah menyerahkannya pada pihak kepolisian setempat. Meskipun nanti akhirnya mereka akan di bebaskan, setidaknya cukup untuk menghentikan pergerakan mereka sementara waktu.
Pandangan Daffa terpaku pada Kayshila yang duduk di sebelah Grizelle, jantungnya berdetak lebih kencang melihat cewek itu berlumuran darah.
"Kay?" Panggilnya membuat si empunya nama menoleh.
Kayshila berdiri dan segera menghambur ke pelukan Daffa, kembali menangis di pelukan cowok itu.
"Maaf ya gue gak ada di sana tadi" bisiknya sembari menciumi puncak kepala Kayshila di pelukannya.
"Gue... Gue gak tau gimana keadaan Daffin, mereka ngomong pake bahasa Jepang, gue gak ngerti" jelas Kayshila masih dalam pelukan Daffa, hanya dia yang bisa mendengarnya.Mau tidak mau Daffa tersenyum, Kayshila selalu punya sisi unik yang tidak dimiliki orang lain.
"Nanti biar gue yang ngomong ke dokternya" balasnya sambil mengusap air mata yang masih mengalir di pipi Kayshila. "Lo beneran gak papa kan? Kenapa baju Lo penuh darah gini?" Lanjutnya ketika meneliti keadaan Kayshila dengan seksama."Ini darahnya Daffin" jawab Kayshila pelan.
Daffa kembali memeluk Kayshila. "Lo tenang aja, Daffin pasti gak papa, dia kan selalu lebih unggul dibanding gue"
"Griz, Lo sama Shila pulang dulu, kalian makan sama ganti baju, biar gue yang jaga disini" ucapnya, menoleh pada Grizelle yang memperhatikan mereka dengan tatapan aneh.
Kayshila segera melepas kembali pelukan Daffa, sebenarnya sedari tadi juga tidak nyaman dengan pakaian penuh darah juga pandangan aneh orang-orang yang melihatnya.
"Oke, gue balik dulu, nanti kabarin gimana keadaan Daffin selanjutnya" jawab Grizelle.
"Gue duluan" pamit Kayshila kemudian.Daffa mengangguk, mendekatkan wajahnya pada Kayshila hendak mengecupnya, tapi Kayshila segera menghindar dan pergi tanpa memperhatikan reaksi Daffa ataupun Grizelle yang masih memandang mereka dengan aneh.
Kayshila menyempatkan diri membersihkan tangan dan mencuci wajahnya, tidak mungkin dia masuk hotel dengan penuh darah. Dia juga melepas cardigannya, menyisakan kaos pendek yang dipakainya.
Kayshila segera menyusul Grizelle di tempat parkir, tadi Daffa sempat menyerahkan kunci mobilnya pada Grizelle.
"Lo udah yakin mau selesai sama Daffa?" Tanya Grizelle saat mereka sudah cukup lama saling diam didalam mobil.Kayshila menoleh lalu mengangguk perlahan yang tertangkap sudut mata Grizelle.
"Gue yakin kalo perasaan gue bukan buat Daffa, tapi gue gak tau gimana ngomongnya, belum lagi urusan sama Tante Farah" balas Kayshila berat.
"Gue tau Lo harus mempertimbangkan banyak hal, tapi kalo Lo coba ngomong sama Daffa, dia pasti bakal ngerti dan bisa jadi malah bantuin Lo" jawab Grizelle.Sekitar tiga puluh menit kemudian mereka sampai di basement hotel, tidak ada banyak percakapan antara keduanya.
"Gue ikut ke kamar Lo ya?" Ucap Kayshila ketika berdua berada di dalam lift dan tidak ada orang lain disana. "Atau Lo aja yang ikut ke kamar gue".
"Lo aja yang ikut ke kamar gue, belanjaan kita udah di anter ke kamar gue" balas Grizelle.
Lagi-lagi Kayshila hanya mengangguk dan mengekor langkah Grizelle yang lebih tegas daripada langkahnya.
Grizelle membuka pintu kamarnya, kemudian masuk. Kayshila segera melemparkan dirinya di atas kasur yang terlihat lebih nyaman dari biasanya.
"Lo mandi dulu, kalo selesai Lo bangunin gue"
Ucap Kayshila yang sudah memejamkan mata, matanya sudah begitu berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Friend
RomanceDi usianya yang mulai menginjak 30-an, cinta bukan lagi prioritas utama bagi Kayshila, dia memilih untuk realistis menjalani hidup. Ketika sahabatnya menawarkan sebuah hubungan realistis, dia memilih menjalaninya Tapi di tengah jalannya dalam memili...