23☆

1.4K 59 5
                                    

Kurebahkan tubuhku di sofa empuk yang berada di ruang tamu rumahku. Aku sampai di rumah pada pukul tujuh malam. Hari ini adalah hari yang melelahkan sekaligus menyenangkan.

Selepas pulang sekolah tadi aku dan ketiga temanku menepati janji kami, yaitu pergi ke kedai makanan yang menyediakan mie yang super pedas itu.
Aku dan kawan-kawan ingin membuktikan seberapa pedas makanan tersebut. Karena review yang kami dapat di sosial media mengatakan bahwa makanan tersebut bisa membuat diare siapa saja yang tidak bisa memakan makanan pedas lalu nekat memakannya.

Pada akhirnya Sophie dan Gabriel berhenti di tengah-tengah aktivitas memakannya karena sudah tidak tahan dengan rasa pedas yang di peroleh mie tersebut.

Sophie tak ada hentinya pergi ke toilet kedai dan Gabriel terus memesan minuman dingin berkali-kali.

Jangan di ragukan toleransi rasa pedas yang di miliki Anneth. Dia adalah penguasa rasa pedas.

Bagaimana denganku? memang kuakui makanannya cukup pedas, tapi tidak membuatku berhenti memakannya.

Aku bisa di bilang bisa memakan makanan yang cukup pedas, namun tak seahli Anneth. Ada kalanya aku tak bisa mengontrol rasa pedas tersebut.

Dan kini perutku sakit.

Sakit sekali. Aku meremas kuat perutku karena tak bisa menahan rasa sakit ini.

"Gak lagi aku beli mie itu." ocehku.

Aku yakin Sophie dan Gabriel merasakan hal yang sama.

Aku memejamkan kedua mataku karena sudah tidak tahan dengan rasa sakit ini.

Tiba-tiba ponselku berbunyi tanda ada sesorang di seberang sana menelponku.

Kuangat panggilan tersebut tanpa melihat siapa yang memanggil.

"Shhh, halo..?" ucapku lirih.

"Resa? Halo? Kamu kenapa?" ujar seseorang dengan khawatir.

Aku tahu suara itu, aku mengenalinya.

Lantas aku membuka kedua mataku dengan cepat dan memastikan apakah dugaanku benar akan siapa yang menelpon.

Gawat...

"Pak Jeff? Ada apa, Pak?" tanyaku sekuat mungkin agar tidak mendesis lagi.

"Kamu kenapa, Res? Kok kaya kesakitan gitu?"

"Oh ini, Pak-" aku ragu untuk melanjutkannya. Tetapi di saat aku memberi jeda ucapanku terdengar sunyi di seberang telepon.

Mau tidak mau aku melanjutkan ucapanku.

"Sakit perut." lanjutku.

"Datang bulan?"

"Shhh, bukan." aku meringis karena perutku semakin sakit.

"Resa? Saya kesana, ya??"

Aku panik mendengarnya.

"It's ok! I'm shhh...fine." remasan tangan pada perutku semakin kuat.

"Tell me, kamu kenapa sebenarnya?" ujarnya semakin panik.

"Itu- habis makan makanan pedas sama teman-teman tadi." ucapku jujur.

"Dasar kamu ini. Kalau emang lagi pengen makanan pedas, di kira-kira juga takarannya, sanggup apa nggak kamu habisinnya. Jangan asal beli terus nekat dihabisin. Sudah begini kamu, 'kan yang ngerasain sakitnya?" omelnya kepadaku.

Aku tak tahu harus senang atau sedih karena di omeli Pak Jeffrey. Aku merasakan jika Ia perhatian kepadaku.

"Iya, maaf." ucapku lirih.

Born Too Late • Jeffrey Dean Morgan •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang