Keesokan harinya, Nata semakin tidak bersemangat untuk melakukan hal yang produktif. Setelah mandi, ia kembali ke kamarnya tanpa sarapan, dan hanya membaca buku sampai siang.
Talia yang menyadari perubahan sikap anaknya merasa sedikit khawatir. Pasalnya, Nata belum mengkonsumsi apapun selain air putih setelah ia kembali dari rumah Athalla kemarin. Ditambah asam lambung Nata yang suka rewel, ia rentan sakit jika telat makan.
"Wira, tolong bawain ke kamar Nata, ya. Dia belum makan dari kemarin siang." Talia menghampiri Wira yang sedang bermain Xbox dengan sebuah nampan di tangannya.
Wira mengangguk pelan, lalu mengambil nampan tersebut dari tangan Talia dan membawanya ke kamar Nata.
"Nat? Makan dulu, nih. Disuruh Mama." Wira mengetuk pintu kamar Nata, namun tidak ada jawaban.
Wira mengetuk pintu kamar Nata sekali lagi, tangannya sudah mulai pegal. "Nat? Nata?" Masih tidak ada jawaban. Wira memutuskan untuk langsung masuk saja ke kamar Nata, dan ternyata Nata sedang tertidur pulas dengan sebuah buku di atas perutnya.
"Nat, bangun, makan dulu," ucap Wira sambil meletakkan nampan yang ia bawa di meja belajar Nata.
"Et deh, kebo banget sih," gumam Wira saat Nata masih belum bangun juga.
"Nat!" Wira mengguncang tubuh Nata, dan ia segera menarik tangannya lagi setelah ia menyentuh lengan Nata. Panas banget.
"MAMA!" Teriak Wira dari kamar Nata. Talia yang sedang mengganti saluran TV langsung melempar remot dan berlari menuju kamar Nata.
"Apa sih, Wir? Teriak-teriak?" ucap Talia ngos-ngosan, setengah karena berlari, setengah karena kaget.
"Et, Mama nonton mulu, itu Nata sakit, badannya panas banget."
Talia mengelus dadanya, lalu masuk kamar Nata. Nata masih tertidur pulas, meringkuk di bawah selimut. Buku yang tadi berada di atas perutnya terjatuh ke lantai.
Talia menyentuh kening Nata untuk mengecek suhu tubuhnya, dan benar, Nata seperti mendidih.
"Haduh. Yaudah, kamu tolong ambil termometer sama kompres. Sekalian bikinin teh manis panas. Dua."
"Lah, kok dua?"
"Satu lagi buat Mama."
Wira memutar bola matanya sambil terkekeh kecil, namun tetap melakukan perintah Ibunya tanpa protes.
Sambil menunggu air panasnya matang, Wira mengecek ponselnya. Sebuah notifikasi muncul, pesan dari Athalla.
From: Athalla
Bang, Nata di rmh?Wira membalas pesan tersebut dengan "Iya, lagi sakit."
Ia meletakkan kembali ponselnya di meja makan ketika teko berbunyi, menandakan air panasnya sudah matang. Setelah menyeduh dua gelas teh, ia membawa semuanya ke kamar Nata.
Talia sedang menyuapi Nata makan ketika Wira masuk. Tidak seperti orang kebanyakan, saat sakit, nafsu makan Nata malah bertambah.
"Bloon, sih. Gak makan dari kemarin. Mau jadi busung lapar?" Sindir Wira pedas. Ia melirik botol kopi 1 liter di meja belajar Nata. "Pake minum kopi segala pula. Meninggal lo lama-lama." Ia sebenarnya peduli dengan Nata, ia hanya kesal karena Nata tidak bisa merawat dirinya sendiri hingga ia sakit sekarang.
"Ngomul," balas Nata datar.
"Dongo."
"Bacot."
"Autis."
"UDAH!" teriak Talia gemas. Wira hanya mendengus kesal.
"Ngapain sih Ma, disuapin? Biarin aja makan sendiri, manja amat," ucap Wira makin pedas. Wira memang terkenal dengan mulutnya yang nyinyir.
Dan Nata terkenal dengan sifatnya yang sentimental saat sakit.
Jadi, setelah mendengar perkataan Wira, Nata menangis kencang dan memeluk Talia erat. "Kamu, sih." Talia bicara tanpa suara.
Wira hanya mengangkat kedua bahunya, lalu keluar dari kamar Nata.
"Abang tai."
Lalu sebuah sentilan mendarat di kening Nata.
--
Malam tiba, Nata masih merasa pusing dan tubuhnya masih panas.
Ia masih berbaring tak berdaya di kasurnya. Dan ia bosan. Wira menyembunyikan ponselnya karena ia bilang radiasinya berbahaya untuk orang yang sedang sakit.
Nata juga tidak bisa membaca buku karena kepalanya terlalu sakit. Jadi, ia hanya berbaring di kasurnya sambil mendengarkan radio.
Ketika Nata nyaris kembali tertidur, suara raungan motor terdengar di depan rumahnya dan dalam hitungan detik Nata melompat berdiri dan lari menuruni tangga.
Kepalanya berdenyut perih dan perutnya mual, tapi ia harus keluar. Saat ia hendak meraih gagang pintu rumahnya, pintu tersebut terbuka dari luar dan menghantam dahinya dengan keras.
Wira yang menyaksikan hal itu langsung tertawa, ia sampai berlutut karena tertawa terlalu kencang.
"ASTAGHFIRULLAH," teriak Athalla, yang barusan menghantam dahi Nata dengan pintu.
"Nat! Maap, ya Tuhan, lo ngapain di belakang pintu?" Lanjut Athalla setelah ia masuk. Nata terbaring tak berdaya di lantai, dahinya semerah lobster. Hanya dahinya.
Athalla lantas menggendong Nata, kepala Nata terkulai lemas di lengan Athalla.
"Thal, toilet." Wajah pucat Nata semakin memucat. Athalla yang sudah terlalu sering menangani Nata jika sedang sakit, langsung berlari menuju dapur karena toilet terlalu jauh.
Nata langsung mengeluarkan seluruh makanan yang ia konsumsi hari ini di bak cuci piring. Athalla, menjadi teman yang baik, memegangi rambut Nata agar tidak terkena muntahannya dan mengelus punggung Nata, walaupun ia sendiri sudah mual melihat orang lain muntah.
Setelah membersihkan bak cuci piring yang hanya berupa menyalakan keran air, Athalla menggendong Nata yang tadi terkulai lemah di bahunya.
Ia membaringkan Nata di sofa, Wira datang tidak lama kemudian dengan selimut dan segelas teh panas.
"Petakilan sih, udah tau lagi sakit, masih lari-larian," sindir Wira, tapi sambil menyelimuti Nata. Nata yang terlalu lemah hanya bisa berkedip dan menghela napas mendengar sindiran Wira.
Wira kembali menghilang ke dapur, meninggalkan Nata dan Athalla. Athalla duduk di lantai, wajahnya dan wajah Nata sejajar. Ia mengangkat tangannya, mengelus dahi Nata masih merah.
"Tidur, cuk. Jangan petakilan," ucap Athalla sambil terus mengelus dahi Nata. Wira kembali tidak lama kemudian, dengan es batu yang dibalut dengan handuk kecil.
Wira meletakkan es tersebut di dahi Nata, membuat Nata tersentak kaget karena dahinya mendadak dingin. Tidak ada tenaga untuk marah, ia hanya mendesis kesal.
Athalla tertawa kecil, lalu berbalik badan dan bersender di sofa, mengambil controller Xbox dan melanjutkan permainan Wira yang terhenti karena tadi ia terlalu sibuk menertawakan adiknya.
----------
12 Juni 2015.
Abis wisuda, capek, gak bisa tidur. And it's 4 am.
Buhbye junior high school.
Anyway, maaf kalo ini membosankan dan gak jelas (seperti biasa). Mungkin ada typo dan kesalahan nama tokoh (Andrea sudah ndak fokus), jadi tolong comment dan dikoreksi. Terimakasih.
Enjooooy!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine
Teen FictionYou were mine for a split second, and I couldn't be more grateful for that. copyright © 2015 by ashpirin, All Rights Reserved.