"Adooooh stres gue." Aryssa menjedukkan kepalanya ke meja.
Saat ini mereka sedang belajar, melihat UN SMA akan dilaksanakan sebulan lagi. Mereka sangat sibuk dengan try out dan ujian-ujian. Belum lagi beban SBMPTN.
"Jalanin aja sih, UN SMA cuma sekali seumur idup," jawab Nata santai sambil menggambar bunga di ujung buku tulisnya. Ia sendiri sudah tidak fokus.
"Lo enak pinter, lah gue?" sahut Aryssa.
"Lah apa kabar gue?" sahut Adi. Athalla hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Adi yang malah menggambar Naruto dan Ari tertidur pulas di atas buku soal.
"Sans lah, bisa kok. Sebulan lagi terus kita kuliah. Semangat," ucap Athalla datar.
"Ente nyemangatin gak niat amat."
"Kalian pada mau kuliah di mana?" Nata mengganti topik. Sebenarnya pertanyaan itu sudah berkali-kali ditanyakan sejak mereka masuk SMA.
"Ya elah, tujuan utama mah pasti UI. Mereka paling ITB," jawab Athalla sambil menyilang salah satu jawaban.
"Nat, beasiswa lo gimana?" tanya Aryssa.
"Beasiswa?"
"Iya, kan dia daftarin beasiswa di Aus-- ANJING!"
"Cewek gak boleh ngomong kasar," sahut Nata datar, lalu kembali sibuk menulis setelah memberi tatapan peringatan ke Aryssa.
--
"Beasiswa apaan?" tanya Athalla pas setelah Adi menutup pintu depan rumah Nata.
"Apaan?"
"Itu tadi yang Aryssa bilang. Beasiswa apa?"
"Apaan sih beasiswa, ngaco dia. Ya gue mah emang gak pinter Thal tapi gue tau diri, yakali gue daftarin beasiswa." Nata terkekeh yang terdengar sangat canggung di telinga Athalla.
"Jangan bohong, gue kenal lo udah dari kecil. Gue tau kalo lo boong dan gue tau kalo lo jujur."
"Apasih ih gak jelas lo. Udah sana gue mau tidur, capek belajar." Nata melempar bantal sofa, lalu buru-buru lari ke kamarnya.
Kalo bener, kapan dia daftarnya?
Athalla mengusap wajahnya frustasi. Ia lelah berpikir.
"Thal? Ngapain?" Wira berjalan menuju dapur, menepuk pundak Athalla di perjalanan.
"Nata daftar beasiswa?" tanya Athalla to the point.
"Lah, lo kemana aja? Udah lama dia daftarin beasiswa Macquarie, di Sydney."
"Mac- apa?"
"Macquarie."
"O-oh, pengumumannya kapan?" tanya Athalla, jantungnya berdegup kencang.
"Harusnya besok pagi. Dia udah pengen banget masuk situ sejak awal naik kelas. Gak tau kenapa, padahal biasa aja menurut gue." Athalla mengangguk kaku, lalu setelah berpamitan dengan Wira, ia beranjak pulang.
"Gak nginep? Udah malem gini," tanya Wira saat Athalla memakai sepatunya di depan pintu.
"Tadi disuruh pulang. Besok gue kesini lagi, masih pada mau belajar."
"Ya udah. Hati-hati." Athalla mengangguk, lalu mengeluarkan motornya dari garasi, kemudian menjalankan motornya menembus jalan malam yang sepi dan dingin.
--
"Bang?"
"Ya?"
"Tolong bukain webnya plis gue takut banget."
Wira mengusap wajahnya kesal, karena Nata baru saja membangunkannya pukul lima pagi untuk membuka web universitas di mana ia mendaftar beasiswa.
"Nat, ya Tuhan buka sendiri kenapa sih?"
"Plis Bang, gue takut banget." Melihat adiknya nyaris menangis, Wira mengalah lalu mengambil laptop yang Nata ulurkan, sudah tertera web Macquarie, dan sudah tertulis pula ID Nata beserta kata sandinya. Tinggal pencet enter.
"BANG TUNGGU!" teriak Nata ketika Wira ingin memencet tombol enter.
"GUA PUKUL LU SUMPAH!" balas Wira, lalu memencet tombol enter tanpa persetujuan Nata.
"Dear Natasha Arthalia, we are very sorry to announce that you are not accepted to Macquaire University. Bla bla bla. You are such a wonderful student, please keep studying hard and hopefully we can see you next semester."
"Bang.." gumam Nata pelan, lalu ia menangis tersedu-sedu. Wira menghela napas, tidak tau harus apa karena ia paham Nata sangat ingin masuk universitas itu.
"Ya udah, kan gak harus kuliah di situ. Lo dapet kuota SNMPTN juga. Belajar yang bener biar kalo gak dapet undangan bisa SBMPTN. Kalo gak dapet juga bisa di kampus swasta. Nilai lo bagus-bagus kok sejak kelas satu." Wira berusaha menghibur Nata, namun gadis itu memang sangat keras kepala.
"Tapi gue maunya masuk situ!"
"Ya mau gimana lagi, gak diterima." Wira sadar ucapannya sangat jahat, namun mau tidak mau ia harus begitu agar Nata sadar.
"Kok lo gitu sih! Lo gak dukung gue masuk situ?" Nata mengusap pipinya kasar.
"Nat, lo adek gue satu-satunya. Cewek. Gue mana bisa biarin lo sendirian di negara orang bertahun-tahun. Kalo lo kenapa-kenapa siapa yang mau bantuin? Indonesia ke Australia itu bukan kayak Jakarta ke Bekasi, Nat. Beda. Tapi kalo seandainya lo diterima, gue dukung lo seratus persen," jelas Wira, lalu mengulurkan kotak tisu untuk Nata.
"Terus nanti gue kuliah di mana?" tanya Nata di sela-sela tangisannya.
Wira mengusap wajahnya gemas. Ia lelah, ingin tidur, namun bocah satu ini tidak mau diam. "Nat, kampus di Indonesia bagus-bagus. Lo gak harus kuliah di luar negeri buat buktiin kalo lo pinter. Lo itu pinter. Belajar yang bener, perjuangan lo dikit lagi. Berdoa, semoga dapet undangan. Kalo gak dapet, bisa tes. Masuk PTN. Belajar. Kerja. Sukses. Nikah. Punya anak. Mati."
"Abang!"
"Udah sono ah nangis sendiri, gue ngantuk mau tidur."
"Kakak macem apa si lu."
----------
8 Desember 2015.
WAAAAA UDAH DESEMBER LAGI ASTAGA cepet banget.
Btw, itu surat yang di baca Wira abaikan aja gue ngasal banget HAHAH. Maaf gue menghilang lalu muncul dengan chapter membosankan.
Enjoy!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine
Teen FictionYou were mine for a split second, and I couldn't be more grateful for that. copyright © 2015 by ashpirin, All Rights Reserved.