[TSDP #6] Part 2
Saat memutuskan untuk berpisah di usia pernikahan yang sudah menginjak tahun ketiga, Hakim dan Favita sadar bahwa memberi kabar tentang perceraian pada orang-orang terdekat sama halnya dengan menghancurkan kebahagiaan mereka.
Jadi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haiii. Ketemu Mas Hakim lagi 🙌
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mau kasih satu emoticon?
Kasih apiii 😡🔥🔥🔥
Selamat membacaaa. Maafin kalau nanti typonya banyak lagi karena aku belum meng-update laptopku huhu. Jadi ini masih pake HP. Bakal banyak kata yang rempet-rempet kayak part kemarin deh 🤧 tandain aja typonya yaaa 🙏
Selamat membacaaa. Selamat bertemu Favita lagi—yang cantik banget ini tapi nyakitin. Wkwk 😭❤️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Hal yang Hakim ingat saat pertama memasuki Plataran Candani adalah ... suaranya yang menggema saat berikrar di samping Favita. Disaksikan oleh ratusan pasang mata, tentang janji, tentang tanggung jawab, yang didasari cinta dan restu dari semua orang di sana. Juga doa, yang membumbung ke langit dari gumaman-gumaman manusia yang tulus mengenalnya.
Tiga tahun lalu, saat Hakim pikir, bersama Favita membuatnya tidak akan pernah menyesali apa pun.
Siapa yang bisa menebak masa depan? Siapa yang tahu bahwa setelahnya, doa-doa semua orang hanya akan menjadi sia-sia, dan harapan-harapan yang dirajut bersama akan jatuh dan terinjak seiring langkah keduanya yang tidak lagi bersama.
