Komennya di part kemarin buset deh bikin ngerasa bersalah banget kalau ga nepatin janji. 😭👍Makasih ya. Ayo kita lanjutkan lagiii perjuangan ini.Mau spam love nya dulu nggak sebelum baca? Wkwk. 🤎🤎🤎
Banyak-banyak tarik napas duluuu. Bab ini 3300 kata lebih, hampir dua bab. Aku bakal ngambek banget kalau votenya nggak digas sama komennya nggak dibakar WKWKWK
Oh iya. Di part kemarin aku harusnya kasih ini tapi lupaaa. Maaf maaf maaf banget 🙏🙏🙏
TRIGGER WARNING: sexual assault. Tidak eksplisit (bahkan tidak diceritakan sama sekali) dan hanya terkandung dalam narasi. Tapi demi menjaga diri kamu dari trauma atas isu tersebut, silakan bijak dalam menentukan pilihan.
***
Favita datang ke kantor pagi-pagi sekali. Di antara harinya yang terasa begitu berantakan, di antara detik waktu yang bergerak lambat seperti bom waktu yang menuju ledakan, Favita harus tetap melakukan apa yang menjadi tugasnya. Dia tetap bangun di pagi hari walau semalaman hanya sempat tertidur beberapa saat karena matanya terbuka nyalang hampir sepanjang malam. Lalu, dia berangkat bekerja, menghabiskan waktu di dalam gedung yang tidak pernah membuatnya punya banyak waktu luang untuk sekadar memikirkan hidupnya.
Setelahnya, dia akan pulang dalam keadaan lelah. Kembali ke tempat tidur, berpikir lagi. Begitu terus, berulang, dan ... semua keadaan ini membuatnya sadar bahwa dia sedang mengulang apa yang dulu sempat terjadi, satu tahun lalu, saat rumah tangganya kembali jatuh berantakan, ke titik nol, atau ... bahkan kali ini lebih parah dari itu.
Favita menarik napas, sadar bahwa dia tengah berada di tengah-tengah rapat. Tangannya bergerak hendak memegang kening, tapi geraknya tanpa sengaja membuat berkas di depannya terjatuh ke lantai dan berantakan. Dia tatap semua mata orang di ruangan yang kini tertuju padanya, bolak-balik menatap berkas yang berserakan itu. Dia tengah berada di tengah weekly meeting, membuat atasannya, Arjune, sempat berhenti bicara saat dia sibuk berjongkok dan memunguti kertas-kertas itu.
Di dalam berkas itu, tidak hanya berisi pekerjaan seingatnya. Selembar kertas yang tercecer jauh diraih oleh Wisnu, dia serahkan pada Favita kertas itu. Kertas berisi 'Surat Gugatan Cerai' yang baru saja dia minta pada Hakim tadi malam. Kali ini, dia yang akan bergerak membereskan masalah di rumah tangganya—akan dia ajukan sendiri gugatannya ke pengadilan.
Nanti, jika satu masalah yang sedang dia selesaikan sudah selesai. Nanti, ketika dia berani bicara untuk membuka kebenaran.
Favita menggumamkan kata terima kasih pada Wisnu, pria itu sempat menatapnya bingung, dia pasti sempat membaca judul tebal pada kertas itu. Namun, siapa peduli? Favita hanya meninggalkannya sebelum kembali duduk di kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Marriage Cure
Romance[TSDP #6] Part 2 Saat memutuskan untuk berpisah di usia pernikahan yang sudah menginjak tahun ketiga, Hakim dan Favita sadar bahwa memberi kabar tentang perceraian pada orang-orang terdekat sama halnya dengan menghancurkan kebahagiaan mereka. Jadi...