The Marriage Cure | [12. Pergi Kapan Saja]

23.6K 4K 1.1K
                                    

Lama nungguin nya yaaa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lama nungguin nya yaaa?

Kasih satu emot duluuuu 🥀

Selamat membacaaa tolong ditandain typo-nyaaa🫡

***





"Haiii!" Dari kejauhan Favita sudah berseru dan melambaikan tangan pada seorang wanita yang kini tengah duduk di salah satu meja kafetaria kantornya. Menunggunya sejak lima menit lalu. "Serius aku kaget banget waktu kamu ngabarin mau ke sini siang-siang gini!" ujar Favita saat langkahnya sudah tiba di dekat wanita itu.

Sheya balas mendekap. Temannya itu memang jarang dia temui akhir-akhir ini. Dan sekarang, dia sengaja datang ke kantor hanya untuk membawakan bekal makan siang sekaligus membuktikan bahwa kursus memasaknya beberapa bulan terakhir tidak sia-sia. Bahkan saat Favita baru saja duduk di hadapannya, wanita itu langsung membuka kunci-kunci kotak bekal dan medorongnya mendekat pada Favita. "Pokoknya kamu harus cobain semuanya dan kasih penilaian objektif."

Favita melepaskan tawa. "Oke." Kotak pertama yang dia raih adalah potongan ayam dengan taburan bumbu di atasnya. "Ini apa namanya?" tanya Favita.

"Ayam goreng lengkuas," jawab Sheya. Dia tidak ikut makan, hanya bersedekap sambil menanti penilaian Favita. "Tapi karena aku tahu kamu mengurangi makanan berminyak, tadi ayamnya aku masak di air fryer." Dia tersenyum saat Favita menggigit ayamnya. "Enak?"

Favita mengangguk. "Banget!" Matanya membelalak.

Sheya tertawa. "Kalau kamu suka, nanti aku bikinin lagi."

Sheya adalah temannya, yang Favita kenal saat mereka sama-sama ada di kelas menenun, sudah dia jelaskan sebelumnya, kan? Namun, usia wanita itu terpaut tiga tahun di atasnya. Jadi, saat bersama, Sheya lebih ngemong, lebih dewasa, lebih 'mendengar' juga daripada menjadi banyak bicara.

"Kita udah jarang ketemu, akhir-akhir ini kamu juga kayaknya sibuk banget?" Dan satu lagi, Sheya salah satu orang yang selalu lebih ingat kapan terakhir kali mereka bertemu, lalu akan menghubungi Favita lebih dulu. Sekarang, dia bahkan langsung menemuinya saat mendengar Favita akan berangkat ke Yogya. "Sibuk apa coba?"

Favita menggeleng. Mulutnya penuh, dia menutupnya dengan tisu saat mengunyah. "Nggak sih. Masih gini-gini aja. Kerja, pulang ke rumah, kadang berantem—"

"Berantem karena apa?" potong Sheya.

"Karena kami nggak pernah setuju atas apa pun." Favita tertawa. "Lalu kerja lagi. Yah terus kayak gitu," jelasnya. "Cuma ya ... akhir-akhir ini memang lagi hectic banget, ada proyek baru, dan minggu kemarin aku juga ke Lombok—Eh, iya. Ini oleh-oleh buat kamuuu .... Lupa mulu lho mau aku kasih." Favita mengangsurkan sebuah paper bag.

Sheya berseru senang. "Thank you!" Dia mengintip isi paper bag-nya dan kembali mengucapkan terima kasih.

"Terus, nggak tahu kenapa akhir-akhir ini kerjaan aku juga lebih berantakan dari biasanya—ini antara memang aku yang nggak becus atau atasanku yang lagi sensi banget. Tiap hari marah-marah, bahkan hari ini tiap menit dia manggil aku ke ruangannya cuma buat marah, beber-bener udah kayak orang kesetanan."

The Marriage CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang