The Marriage Cure | [23. Hidup dalam Waktu yang Lama]

26.8K 4.1K 5.2K
                                    

Alasan kamu masih bertahan di sini apa kalau boleh tau? Padahal sudah tahu akan aku sakiti berkali-kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Alasan kamu masih bertahan di sini apa kalau boleh tau? Padahal sudah tahu akan aku sakiti berkali-kali. 🥺



Sebenernya, niat mau update besok. Tapi liat vote komen kemarin pada gercep benerrrrr Ya Allah jadi terharu.  🤧 Jadi nggak boleh ditunda nih updatenya 😡✨ Huhu. Terima kasih atas cinta untuk Hakim-Favitanya ya. Mereka pasti berakhir bahagia sesuai keinginan kita. Aku yang akan menjamin itu 🤎



Udah siap?



Kuat-kuat ya kita semua. Hehe.


Oh iya. Boleh nggak Favita baca satu kalimat baik aja dari kalian?

 Boleh nggak Favita baca satu kalimat baik aja dari kalian?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***











Sore itu, Favita memutuskan untuk pulang lebih awal. Hari itu, dia sedang benci ramai, benci sibuk. Benci sekali berinteraksi dengan manusia. Selama bekerja, dia hanya akan bicara seperlunya, lalu pergi. Arjune, bosnya, sampai bertanya, "Lagi sakit, Ta?"

Favita mengangguk. "Iya."

Tentu saja dia berbohong. Dia baik-baik saja. Fisiknya kuat. Hanya saja, jiwanya kini sering terusik dan membuat semuanya tidak bisa berjalan lagi seperti biasa. Dan, dia membencinya.

Sore itu, dia diizinkan untuk keluar dari gedung yang membuatnya sesak seharian. Berjalan di antara arus trotoar yang ramai, bersama beberapa orang yang berlarian mengejar lampu hijau untuk penyebrang jalan, beberapa yang mengejar kedatangan bis di halte, atau orang-orang yang sekadar berjalan terburu entah untuk mengejar apa.

Favita memasuki kedai es krim. Memilih satu menu. Keluar dan berjalan lagi sambil menikmatinya sendirian. Dia berharap tetap begini, sepi di antara keramaian lebih baik daripada harus bersama dengan satu orang yang mengajaknya berinteraksi. Tatapnya kosong, masih berjalan pelan di antara orang-orang yang langkahnya menciptakan derap samar.

Terhenti. Dia menatap penyebrang jalan yang mulai dilintasi oleh para pejalan kaki. Dulu, dia sempat berpikir untuk diam di tengah-tengah jalan itu dalam keadaan kendaraan banyak melaju kencang. Bagaimana jika akhirnya hari itu dia melakukannya?

The Marriage CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang