18 : Satu Kamar?

75 37 66
                                    


•••Happy Reading•••
.
.
.

"APA? LU MAU NIKAH?"

"Mulut lu, gue lakban, ya?"

Siang ini, tepatnya setelah kelas selesai. Sandra dibuat terkejut oleh cerita Nesya, bagaimana tidak? Nesya yang akhir-akhir ini curhat tentang masalahnya dengan Azam. Kini, malah curhat tentang ajakan Azam menikah.

"Ya, gue gak mau secepat ini. Tapi, gue takut makin banyak masalah yang muncul." papar Nesya, wajahnya tampak murung.

Sandra tersenyum dan memegang pundak Nesya, "kalo lu sayang sama dia, nikah aja. Tapi, kalo lu belum siap, jangan dulu. Jangan buru-buru, apalagi lu masih deket sama Abizar. Saran gue, jauhin mantan brengsek lu."

Nesya menatap Sandra dengan sorot mata tajam, "Ngga baik tau jelek-jelekin orang. Walaupun dia mantan gue, dia masih baik kok." Nesya hanya mencari pembenaran tentang Abizar, ia bingung antara Azam atau Abizar?

"Andai lu tau yang sebenernya, Nes. Lu bakal benci sama Abizar."

***
Matahari mulai terbenam, alunan senja mulai menyapa isi rumah. Orang-orang lalu-lalang di jalanan, pulang ke rumah masing-masing setelah bekerja seharian.

Namun, tidak bagi seorang pria bernama Azam Fikri Aditama. Seorang CEO perusahaan yang bergerak dibidang industri, lebih tepatnya perusahaannya memproduksi kain-kain ternama.

Bahkan penjualan produknya sudah keluar negeri, tidak diragukan lagi produksi perusahaan yang didirikan oleh keluarga Aditama. Perusahaan ini diberikan kepada Azam sebelum Aditama meninggal.

Rasa rindu kini mulai masuk dalam diri Azam, foto keluarganya terpampang jelas di ruang kerjanya. Pria itu menarik sudut bibirnya, "Abah, doain Azam, ya? Semoga Nesya mau Azam ajak kenalan sama Abah lagi."

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 19.00
Tapi, Azam masih ingin di kantor. Rasanya ia malas untuk pulang ke rumah, ia memilih untuk pergi kerumah Irfan.

Sepertinya tidak sopan malam-malam bertamu ke rumah orang? Entahlah, Azam hanya ingin melihat wajah Nesya.

"Nesya semangatku!"

Setelah lima belas menit. Mobil hitam milik Azam kini sudah terparkir rapi di depan rumah Irfan. Untung saja ada Irfan yang sedang menyirami bunga di teras.

Pria itu mendekat dan masuk ke teras rumah. "Assalamualaikum, Om. Gimana kabarnya?" sapa Azam dan menyalami tangan Irfan.

"Wa'alaikumussalam, baik. Kamu gimana?"

Setelah sedikit basa-basi, Irfan mempersilahkan Azam masuk ke dalam rumah.

"Sebelumnya, maaf atas kedatangan Azam kesini malam-malam, Om." Azam buka suara, setelah keheningan beberapa menit.

"Nggapapa. Mau ketemu Nesya? Saya panggilkan."

"Ngga perlu, Om. Saya cuma mau ngobrol sama Om Irfan aja, hehe." Padahal dalam hati Azam ingin sekali bertemu sang pujaan hati.

Cukup lama Azam berbincang dengan Irfan, hingga tak terasa kini sudah pukul 22.30, Azam berniat untuk pamit pulang. Tapi, ia dicegah oleh Renata.

"Nak, ini sudah larut. Nginep disini aja, ya? Itu ada kamar kosong diatas."

"Eh, ngga perlu. Azam pulang aja. Takut ngerepotin Tante sama Om Irfan."

"Kamu bisa pulang besok pagi. Sekarang disini aja, sekali-kali menginap di rumah calon istri." Kini Irfan yang mulai merayu Azam untuk tetap tinggal. Dan, ya! Azam mengangguk pelan.

Pilihan Terbaik (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang