Shin Hyunbin, perempuan berambut pendek berusia 35 tahun itu sangat menyukai kata surga. Bahkan kata surga dalam berbagai bahasa, Paradise, Jannah, heaven, tiantang, tenki. Karena itulah sebagian besar usaha milik Hyunbin di beri nama dengan Paradise. Paradise Academy, sebuah sekolah swasta mahal dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga universitas. Paradise Karaoke yang dari namanya saja sudah jelas, tempat karaoke mewah dan berkelas, berada di tengah daerah Gangnam. Paradise Klub yang berada di beberapa negara Asia dan juga beberapa di Amerika, Eropa dan bahkan wilayah Timur Tengah. Tapi bidang usaha Hyunbin yang satu ini tidak dia beri nama Paradise atau surga atau yang berhubungan dengan hal itu.
Kaki Hyunbin memasuki gedung rumah sakit swasta besar yang berada di pertengahan kota. Lokasi strategis untuk mendapatkan pertolongan pertama dengan cepat. Rumah sakit milik keluarga Hyunbin ini dia beri nama dengan Gijeog. Keajaiban. Dimana ada harapan bagi orang - orang yang berobat di rumah sakit ini untuk mendapatkan keajaiban dan sembuh seperti sedia kala. Walaupun tentu saja kematian tidak bisa ditolak kedatangannya. Bayangkan, jika Hyunbin tetap pada prinsipnya akan kesukaannya terhadap kata Paradise. Sebuah rumah sakit yang diberi nama Paradise, tentu saja itu mimpi buruk, Hyunbin akan dianggap mendoakan orang - orang yang berobat untuk segera mati.
Langkah kaki Hyunbin terhenti ketika ia mendengar sebuah pembicaraan yang terjadi di salah satu meja kasir pada lantai satu gedung utama Gijeog Hospital.
“Saya mohon beri waktu untuk membayar biaya rumah sakit…”
Mata Hyunbin menatap pada seorang perempuan tua renta yang mungkin berusia lebih dari 60 tahun tengah memohon di depan meja kasir. Ia melangkahkan kaki menuju pada meja kasir sebelum petugas keuangan yang berada di belakang meja kasir sempat menjawab. Para pegawai keuangan, petugas keamanan dan beberapa dokter serta perawat dengan sigap membungkukkan badan mereka kearah Hyunbin. Sikap orang - orang itu tentu saja membuat perempuan tua itu membalikkan badan dan ikut menatap pada sosok Hyunbin.
“Ada yang perlu dibantu ahjumma?” tanya Hyunbin dengan senyuman lebar.
“Ini… cucuku masuk ke rumah sakit ini seminggu lalu, dia sakit dan masih dirawat tetapi aku belum bisa membayar uang rumah sakit,” kata si perempuan, “Aku berencana untuk menjual rumahku yang sekarang aku tinggali dengan cucuku.”
“Tidak usah dijual ahjumma,” ucap Hyunbin, “Untuk biaya rumah sakit semuanya biar aku yang membayar.”
Tangan Hyunbin dengan lembut mengambil kertas pembayaran dari tangan si perempuan tua. 374 juta, sakit apa si anak sampai semahal ini? Hyunbin membaca keterangan mengenai penyakit si anak. Kanker otak. A…. beban yang sangat berat untuk si nenek yang di usia senja masih harus mengurus cucu dengan penyakit mematikan.
“Jangan… aku masih sanggup membayar untuk biaya cucuku,” kata si perempuan tua.
“Tapi setelah itu kau dan cucumu mau tinggal dimana? Kontrak juga mahal, apalagi di usiamu aku yakin sudah sulit mencari pekerjaan. Jadi biarkan aku membantu okey,” kata Hyunbin yang kemudian meletakkan kertas pembayaran di atas meja kasir. Ia mengambil pulpen dan membubuhkan tanda tangannya pada kolom pembayaran. Hyunbin juga kemudian mengeluarkan kartu debit miliknya, “Nanti kembalikan padaku kalau proses pembayarannya sudah selesai. Dan kalau cucu nenek ini kembali dirawat dirumah sakit ini , dia tidak perlu membayar apapun.”
Hyunbin mencondongkan tubuhnya lebih mendekat pada petugas kasir dan membisikkan sesuatu. Ia tersenyum lebar setelah menyelesaikan kalimatnya.
“Aigo… aku tidak menyangka akan bertemu orang sebaik kau… malaikat baik hati sepertimu,” si perempuan tua menghapus airmata bahagiannya. Ia mengucapkan terima kasih berkali - kali pada Hyunbin.
“Biasanya orang memanggilku iblis.. senang rasanya ada yang memanggil malaikat,” ucap Hyunbin.
“Eh… apa katamu barusan?” tanya si perempuan tua.
Hyunbin mendekat kembali pada si perempuan tua dengan senyuman lebar yang begitu tulus, “Aku permisi dulu ya ahjumma karena ada urusan. Tidak usah risaukan masalah biaya cucumu, sudah aman.”
Hyunbin melangkah pergi meninggalkan depan meja kasir sambil mendengar ucapan terima kasih yang tidak putus - putus.
“Terima kasih… astaga… aku masih tidak menyangka.. terima kasih…” ucap si perempuan tua.
“Ahjumma…” seorang perawat perempuan berambut hitam dicepol dengan papan nama Momo mendekat pada si perempuan tua, “Hyunbin - ssi yang membayarkan biaya rawat untuk cucumu memerintahkan untuk memindahkan cucumu di fasilitas VVIP. Nanti akan kami pindahkan, kau tidak perlu tidur di kasur lantai lagi. Dan untuk biaya sehari - hari, makanmu dan laundry pakaian juga sudah di tanggung semuanya.”
Si perempuan tua yang mendengar kebaikan dari Hyunbin secara bertubi - tubi hanya bisa menangis bahagia. Bibirnya kelu, terlalu terkejut dengan keajaiban yang ia peroleh. Keajaiban yang diciptakan oleh seorang perempuan bernama Shin Hyunbin.
@@@@@
Shin Hyunbin melangkah keluar di lantai 3A. Bukan lantai 3 keatas, melainkan 3 lantai di bawah tanah. Sehingga udara menjadi lebih lembab. Di bagian lantai 3 bawah tanah ini tidak terdapat banyak ruangan. Hanya ada dua ruang bedah, satu ruang mayat yang justru menjadi ruangan paling besar, satu ruang untuk menyimpan obat - obatan yang jangan tanyakan pada Hyunbin mengenai jenis - jenisnya, dia juga tidak tahu secara mendetail. Dan satu ruang santai untuk beristirahat para dokter, perawat atau pegawai lainnya. Hyunbin selalu memikirkan kesejahteraan pegawainya.
Hyunbin melangkah mendekat pada salah satu ruang bedah yang di jaga oleh dua laki - laki bertubuh besar. Tentu lebih besar dari tubuh Hyunbin yang hanya memiliki tinggi 175, sementara dua laki - laki yang berdiri di samping kanan kiri pintu ini memiliki tinggi lebih dari 180cm. Namun dua laki - laki itu segera menegakkan tubuh mereka ketika melihat sosok Hyunbin, membungkukkan badan dan dengan sigap membukakan pintu.
Hyunbin melangkah masuk kedalam ruang bedah dimana seorang dokter tampan dengan snelli berwarna putih menolehkan kepala dan menatap padanya.
“Ettts jangan mendekat sebelum memakai pakaian pelindung dan sarung tangan plastik,” hardik Seojoon sebelum Hyunbin melangkah lebih jauh.
“Iya.. iya… galak amat sih,” keluh Hyunbin yang tetap memakai pakaian pelindung dan sarung tangan plastik seperti yang diperintahkan.
Setelah tubuh Hyunbin aman, terkurung oleh pakaian pelindung berwarna hijau daun lumut ini. Ia melangkah mendekat pada meja operasi. Matanya menatap pada tubuh yang dari dada hingga perut sudah terbuka begitu lebar.
“Kondisi jantung bagus, sudah aku amankan di ice box,” kata Seojoon, “Kemudian kondisi hati sedang aku periksa, tapi sepertinya aman juga.”
Hyunbin menganggukkan kepala, ia terdiam dan mengamati saja Seojoon yang tengah melakukan tugas.
“Owh ya… anak yang kau maksud di telepon tadi siapa?” tanya Seojoon.
“Tidak tahu. Aku tidak pernah melihatnya. Dia berpakaian aneh, kombinasinya aneh. Berkacamata, topinya berwarna merah muda,” jawab Hyunbin yang ketika melihat reaksi Seojoon tahu jika ciri - ciri orang yang disebutnya tadi adalah kenalan Seojoon, “Kenapa? Mangsa barumu?”
Untuk beberapa detik Seojoon tidak menjawab. Tidak bergerak. Tidak melakukan apapun. Kepalanya menoleh ke arah meja kecil yang menyimpan beberapa botol darah yang beberapa waktu lalu dia masukkan ke dalam sebuah lemari pendingin kecil. Seringai lebar Seojoon tercipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Side - Season 1
Hayran KurguNamjoon (17 tahun), mendapat panggilan kerja sambilan untuk membersihkan salah satu unit di gedung paling mewah, mahal dan megah di negaranya. Namjoon yang sederhana dan bersyukur atas hidupnya, tidak berpikir macam - macam. hanya akan menjalani tug...