6 Hangat

9.6K 470 7
                                    

6 Hangat

"Kamu tidak bisa membawanya ke taman bermain, itu berbahaya." Drake menegur Lily yang kini sedang membantunya mengancing kemejanya.

"Bukankah sebentar lagi dia juga harus bersekolah? Kasihan jika Cliv harus dikurung setiap hari."

"Cliv akan sekolah homeschooling seperti sebelumnya."

"Aku akan menjaganya! Jangan buat anak sekecil itu tidak mengenal dunia luar! Sampai kapan kamu akan mengisolasinya?" Lily masih bersikeras.

Drake tiba-tiba sesak nafas setelah perkataan Lily keluar. Ia tidak bisa membayangkan jika nantinya, Lily dan Cliv mengalami hal yang sama seperti Liana. Banyak sekali bahaya yang mengintai sebelum dia menemukan penghianat itu, 

Walau selama ini hubungannya dengan mafia lain jarang terjadi konflik, tetap saja trauma atas kematian Liana membuatnya sangat waspada.

"Drake...." Lily memeluknya saat pria itu terduduk seraya mendekap dadanya. Lily mengusap keningnya yang seketika banjir keringat. Sepertinya ketakutan Drake tidak main-main.

"Apa sebahaya itu? Maaf jika begitu." Lily seketika merasa bersalah telah memaksanya. 

Lily juga terus bertanya-tanya saat ini. Apa pekerjaan Drake memang sebahaya itu? Apa dia seorang pembunuh bayaran? Mafia? Preman? Kenapa Lily harus masuk dalam dunia yang begitu asing untuknya?

Drake tadinya ingin meminta Lily mengambilkan obat antidepresinya. Namun ternyata pelukan wanita itu dapat membuatnya tenang. Kehadiran Lily benar-benar menghapus rasa kesepiannya selama ini. Lily seperti obat dari semua kelemahannya.

"Orang-orangku akan mengawasi kalian. Pergilah jalan-jalan sesekali. Tapi untuk sekolah, dia harus tetap homeschooling." Drake berujar singkat dan dingin.

"Benarkah?" Lily berjingkrak lalu meninggalkan Drake keluar kamar. Ia menghampiri Cliv yang menangis di pojok ruangan karena ingin jalan-jalan. Cliv pasti senang karena sang ayah, akhirnya mengijinkannya.

"Ayo kita ganti baju dan pergi jalan-jalan!"

"Benarkah? Papa mengijinkannya?" Tanya Cliv seraya menghentikan tangisannya.

"Tentu sayang! Ayo!" Lily menggendong bocah yang sudah mulai ceria.

Drake memandangi hal itu dengan wajah flatnya. Ada rasa senang melihat Cliv kembali ceria seperti dulu. Biasanya anak itu terus cemberut dan bertingkah sangat nakal. Setelah Lily datang, dia sedikit penurut.

"Papa ayo ikut! Ayoo!!!" Cliv berteriak saat melihat ayahnya. "Kita pergi bertiga seperti dulu! Ayoo!!!"

Lily mengangguk dan memberi tatapan permohonan. Lily tidak tega jika harus melihat Cliv menangis lagi. Masa kecilnya tidak boleh terampas. Cliv harus bahagia. 

Lily juga tidak pernah mengalami kebahagiaan saat kecil. Hidup di panti asuhan membuatnya sangat menderita. Lily telah bersumpah jika dia tidak akan membiarkan anak lain, mengalami apa yang dia alami saat masih kecil. 

Siapapun yang menjadi anaknya, baik kandung atau tidak, harus bahagia dan mendapat kasih sayang penuh. Masa kecilnya haruslah indah.

"Baiklah!" Drake menghampiri Cliv, lalu mencium pipi mungilnya.

"Cliv senang sekali! Akhirnya Cliv menjalani hidup normal sebagai anak-anak!" 

Drake menghembuskan nafas kasar. Lagi-lagi anaknya berkata sok dewasa.

"Sudah jangan berdrama!" Drake menarik hidung mungilnya dengan gemas.

"Orang dewasa mana tahu yang dirasakan anak-anak?" 

Taming Mr DrakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang