11 - Stress attack

1.4K 155 2
                                    

Pagi ini Haechan bangun dengan perasaan yang aneh, setelah mendengar obrolan antara Mark dengan temannya kemarin membuatnya tidak bisa berhenti berpikir. Apakah ia berhak menerima ini semuanya? Ia sadar bahwa apa yang ia lakukan saat itu memang kesalahannya, dan mungkin ia memang berhak mendapatkan ini semua, ini semua salahnya dan tidak seharusnya ia terus menerus mengemis kasihani dari Mark yang bahkan tidak mengenalnya.

Membenci Mark, merasa dirugikan oleh Mark, itu semua hanya sia sia saja karena yang bersalah adalah dirinya.

Satu tetesan air mata mengalir di pelipisnya, ternyata matanya ini masih mampu menangis untuk kesekian kalinya, bahkan sepertinya untuk menangis pun tidak ada gunanya.

Apa yang dikatakan oleh gadis itu benar, dirinya yang sudah memancing Mark yang tengah rut dan dirinya juga yang harus menerima konsekuennsinya, tapi hamil? Itu benar benar diluar dugaannya, walaupun keluarganya sudah kembali lengkap itu tidak menutupi rasa sakit dan rasa kesepian yang Haechan rasakan, hatinya begitu kosong dan sering merasakan nyeri bahkan semenjak hamil dirinya pun mudah sekali menangis dan mulai sensitif dengan kritikan apapun.

Ingin sekali dirinya menghilang dari dunia dengan begitu ia tidak perlu melihat wajah teman temannya yang iba padanya, melihat wajah Mark yang tampak tidak peduli padanya, dan mendengarkan berbagai komentar dari orang orang.

Mungkin jika tidak ada bayi di dalam perutnya ia sudah melompat dari atas gedung dengan santai dan bebas tanpa memikirkan apapun, tapi karena adanya bayi di dalam perutnya itu semua yang awalnya tidak pernah ia takutkan selalu menjadi mimpi buruk untuknya.

Tok tok tok!

"Haechanie sayang, apa kau sudah bangun nak?" Tanya Ten dari luar kamarnya.

Mendengar Ten mengetuk pintunya Haechan pun bangkit dari tidurnya lalu berjalan menuju pintu kamarnya dan membukanya "Sudah bangun ternyata, aku sudah membuatkan sarapan untukmu" Ucap Ten seraya berjalan masuk dengan nampan di tangannya.

Haechan pun kembali mendudukkan tubuhnya di atas ranjang memperhatikan Ten yang tengah menyiapkan sarapannya, ia sama sekali tidak ingin sarapan hari ini tapi Ten sudah membuatkannya "Ini minumlah dulu susunya" Ucap Ten seraya menyerahkan segelas susu padanya.

"Wajahmu tampak pucat, apa kau sakit sayang?" Ucap Ten seraya mengecek suhu badan Haechan.

Merasakan suhu tubuh Haechan yang hangat Ten langsung menatap Haechan dan mengusap rambutnya "Tubuhmu panas, apa hari ini ada kelas?"

Haechan menggelengkan kepalanya dengan lemas "Tidak ada, apa sangat panas?"

Ten mengangguk "Aku akan mengantarmu ke dokter, sebelum itu habiskan dulu susunya"

"Tidak Mae, aku ingin di rumah saja bersama dengan mu" Ucap Haechan seraya menyenderkan kepalanya pada pundak Ten.

Ten terdiam bingung namun ia tetap mengusap kepala Haechan membiarkan anaknya menempel "Pasti kau selalu seperti ini jika sedang sakit kan? Tidak ada siapapun yang bisa kau pakai untuk bersandar"

"Nenek selalu merawatku dengan baik, tapi dikala sakit aku juga selalu membayangkan ada seseorang yang bisa merawatku seperti nenek, terkadang aku selalu berdoa ingin cepat sembuh agar tidak merepotkan nenek" Ucap Haechan.

"Di depan nenek aku selalu bersikap dewasa, aku harus terlihat mandiri dan bisa menjaga diriku sendiri, aku tidak bisa selalu bergantung pada nenek yang sudah mengabdikan hidupnya untuk merawatku sampai sebesar ini, tapi setelah aku bertemu denganmu aku tidak bisa lagi berpura pura menjadi baik baik saja..."

"Aku lelah bersikap aku baik, aku juga ingin berteriak dan bilang pada semua orang bahwa aku tidak baik baik saja, aku sakit Mae" Ucap Haechan seraya memejamkan matanya membiarkan air matanya kembali terjatuh.

Merasakan tangannya yang basah Ten langsung menolehkan wajahnya dan melihat Haechan yang sudah menangis di sandarannya, ia pun langsung merangkul pundak Haechan lalu mengusapnya dengan lembut membuat anaknya tidak bisa menahan lagi tangisannya "Sekarang kita sudah bersama lagi, kau bisa menumpahkan segala apapun yang kau simpan, kau sudah tidak sendirian lagi sayang" Ucapnya seraya mengecup lembut kepala anaknya.

Haechan memejamkan matanya mengeratkan tangannya pada pinggang sang ibu "Mae...apa aku berhak menerima ini semua? Aku rasa kedua pundakku sudah sangat berat sampai membuatku tidak sanggup berdiri lagi, apa aku pantas menerimanya?"

"....aku lelah, kenapa hanya aku yang merasa hancur? Apa karena aku yang memulainya?"

Tubuh Haechan bergetar hebat menandakan bahwa dirinya sedang dalam fase yang sangat berat, selama ini ia selalu berusaha bersikap baik baik saja, bahkan sudah menerima jika memang ini karma atas dosa yang sudah ia lakukan karena sudah bermain main. Tapi tidak bisa kah pria itu melihatnya dengan baik? Jika tidak mau bertanggung jawab setidaknya jangan tatap dirinya seperti pelacur.

Bahkan ia sudah menekadkan dirinya untuk tetap bertahan di dunia pendidikannya sampai perutnya benar benar membesar nantinya, ia tidak mau menyia nyiakan uang yang sudah neneknya keluarkan untuk menunjang pendidikannya, dan ia juga harus mewujudkan cita cita neneknya untuk membuka toko buah yang neneknya impi impikan untuk masa pensiunnya nanti.

Jika tidak ada Renjun dan Jaemin yang selalu menyemangatinya dan mengingatkannya tentang kehidupannya yang lebih baik di masa depan nanti, mungkin ia benar benar akan gelap mata dan memilih menabrakan dirinya pada mobil kencang di jalanan.

Tuhan pun seakan selalu mendengarnya, setiap kali pikirannya memikirkan berbagai cara untuk menghilang pasti diwaktu itu Jaemin dan Renjun ataupun Hendery selalu datang menghiburnya.

"Aku...lelah" Ten langsung terdiam ketika merasakan kepala Haechan yang terkulai lemas di pundaknya.

"Haechanie?" Ucap Ten seraya menolehkan kepalanya dan seketika panik melihat anaknya yang pingsan.

Dengan panik namun tetap berhati hati Ten langsung menahan kepala anaknya lalu menidurkannya di atas bantal, ia pun kembali mengecek suhu tubuh Haechan dan ternyata suhu tubuhnya lebih panas dibanding tadi "Astaga panas sekali..."

Ia pun merogoh saku celananya mengambil handphonennya lalu menekan kontak suaminya "Cepat John angkat"

Tut! — "Halo sayang, ada apa?"

"Bisakah kau kembali cepat hari ini? Haechan pingsan, suhu tubuhnya sangat panas"

"Pingsan? Bagaimana bisa? Baiklah kau tetap tenang dan jaga Haechan, aku akan segera kembali bersama Taeyong jika dia tidak sibuk, jika dia sibuk aku akan membawa dokter lain"

"Cepatlah dan hati hati"

≫≫≫≫

"Sayang, dokter sudah datang" Ucap Johnny yang datang dengan seorang dokter wanita yang menyusul dari belakang.

Dokter pun langsung memakai stetoskopnya dan memeriksa keadaan Haechan, mengecek suhu tubuh dan tekanan darahnya "Suhu badannya 39° dan tekanan darahnya sangat tinggi, sudah berapa lama dia seperti ini?"

"Beberapa jam yang lalu aku mengecek suhu tubuhnya dan itu masih hangat, lalu tiba tiba dia pingsan setelah menangis" Ucap Ten membuat Johnny semakin khawatir.

"Karena tekanan darahnya yang tinggi dan lambat laun feromonnya juga akan keluar aku harus menyuntikkan beberapa obat padanya untuk menjaga feromonnya tetap stabil, dan aku juga akan memasangkan infusan untuk meredakan demam dan tekanan darahnya yang tinggi jika tidak ditangani itu bisa beresiko pada janin mudanya" Ucap sang dokter seraya mengambil alat suntikannya.

Ten dengan Johnny hanya bisa diam memperhatikan anak mereka yang kesehatannya semakin menurun, terutama Johnny yang kembali merasa bersalah karena lalai dalam menjaga Haechan dan tidak pernah memperhatikan kesehatan fisik ataupun mental sang anak, yang ia bisa lakukan sekarang hanyalah berdoa pada tuhan agar anaknya dan calon cucuknya nanti tetap baik baik saja.

To be continued...

Omegaverse | (MAKRHYUCK) RE-WRITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang