14. Alana

63 33 3
                                    

Buku yang telah kau baca ribuan kali akan tetap sama isinya, begitupun kehidupan manusia Jika kamu tetap bergantung dengan masa lalu kapan kamu bakal maju dan sukses. Tutup lembaran lama-mu dan buka-lah lembaran baru.


Mereka ber empat telah kumpul di meja makan, momen seperti ini kembali ia rasakan setelah pekan terakhir ini karena Arvan yang pergi keAmerika kini terganti dengan adanya Cakra.

"Sini tante ambilkan." Cakra pun menyodorkan piringnya kepada Atika.

Cakra melirik Nayla disampingnya dengan setelah baju tidur berwarna denim terlihat sangat kontras dikulit Nayla kulit yang berwarna putih disatukan dengan warna denim.

"Kalau kurang tambah lagi ya nak." ujar Atika menyodorkan piring yang sudah berisi makanan.

"Jangan sungkan sungkan." balas Dion ikut dalam pembicaraan kali ini.

Setelah itu mereka menyantap makan malamnya dengan nikmat. Cakra sesekali melirik kearah Nayla yang menyantap makannya dengan tenang.

Nayla yang merasa tengah dilihatin seperti itu ia kembali menoleh kearah Cakra.

"Kamu dirumah tinggal sama siapa Cak?" tanya Dion membuka suara.

Cakra berdehem. "Sama mama om." balasnya dengan senyum.

Dion mengangguk angguk. "Ayah kamu?"

"Mama sama Papa cerai." Atika Nayla dan Dion pun kaget.

"Maaf."

"Gapapa kok Om santai aja."

Mereka semua kembali menikmati makan malamnya. Cakra memikirkan bentar lagi ibunya pulang pasti ibunya akan marah jika dirinya tidak ada dirumah. Alana ibu Cakra setiap pagi hingga isya ia berjuang mencari uang untuk kebutuhannya. Jujur saja Cakra tidak tega dengan pengorbanan Alana. Ia dulu pernah menolak untuk melanjutkan pendidikannya tapi Alana tetap memaksanya.

"Om Tante Cakra pamit pulang dulu ya." pamitnya.

"Tunggu sebentar nak." Atika membungkus lauk yang tersisa, lumayan banyak Atika tadi memasak jika tidak ia bagikan dipastikan makanan tersebut akan terbuang sia sia.

"Ini buat mama kamu pasti dia capek habis kerja." Cakra menerima paperbag yang berisi makanan itu.

"Terimakasih ya tante."

******

"Huftt, ternyata mama belum pulang." Cakra membawa tubuhnya untuk rebahan disofa ruang tamu. Rumah yang tadinya hangat akan kasih sayang seorang ayah dan ibu kini terlihat seperti tidak berpenghuni apalagi Alana pulang terlalu larut malam.

"Pah, Cakra kecewa sama papa." gumamnya merasa kecewa, lelehan air bening mengalir dari pelupuk matanya hatinya seperti diiris ribuan belati. Kenapa ayahnya begitu tega dengan keduanya? Kenapa ia malah memilih perempuan lain selain ibunya? Apa tidak cukup dengan satu wanita saja?

Cakra pun menangis sejadi jadinya ia ingin keluarga nya utuh ia ingin keluarga nya menjadi keluarga cemara. Ditengah ia menangis deringan ponsel menarik perhatian nya.

"Iya siapa?"

"......"

Deghh.

Ponsel yang berada digenggamannya lantas merosot sempurna, air mata tadinya berhenti sekarang kembali membasahi pipi mulusnya lagi.

"Mama." teriaknya.

******

Jam 22.00 Cakra mengendarai motornya kecepatan tinggi untung saja jalanan sepi meskipun ada beberapa pengendara yang menegurnya, namun ia tak memperdulikannya pikirannya sekarang hanya tertuju pada ibunya Alana.

NAYLA CHANTIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang