25. Suatu Pesan

28 1 0
                                    

Nayla sadar ketika kepalanya terasa sangat nyeri, gadis itu menatap horor sekeliling, ia melihat ada seseorang di balik tembok yang kokoh di sampingnya, gadis itu berusaha untuk kuat, tangan serta kakinya terikat oleh rantai.

"Shhh." ringisnya, tangan itu bergerak memberontak hingga menimbulkan suara gesekan besi akibat rantai yang melilit ditangannya.

Tess

Tidak, Nayla tidak boleh putus asa, ia harus bisa keluar dari tempat ini, gadis itu merasakan jika ada aliran yang menetas dari hidungnya, yaa Nayla mimisan akibat pukulan yang ia terima beberapa jam lalu terlalu keras.

Kepalanya semakin pening, sorot matanya sayu tangannya terus berusaha melepas rantai yang melilit tapi seberusaha apapun bakal sia sia.

Pria bertopeng itu muncul dari arah tembok, bibirnya terukir senyum senang ketika mendapati Nayla begitu mengenaskan sekarang, kaki jenjangnya mulai mendekat kearahnya, gadis itu berusaha mati matian agar terlihat berani padahal di dalam hatinya paling dalam ia sangat ketakutan sekarang.

"Wellcome, Nayla." orang itu duduk di hadapan Nayla.

"Saatnya kita bermain." pria itu menatap nyalang, tidak ada sorot mata kasihan yang terlihat darinya, apakah orang itu benar benar akan membunuhnya sekarang?

Pria itu menarik benda dari dalam jaketnya, pria itu memutar mutar bendanya layak  mainan, Nayla yang melihat itu semakin was was kala benda itu mengenai permukaan kulitnya.

"Mau main sekarang gadis cantik." pria itu menoel dagu Nayla seperti menggoda, Nayla hanya bisa pasrah, luka dikepalanya sekarang sudah sangat sakit ditambah lagi hidungnya mengeluarkan darah segar.

"Arghh." pria itu menorek luka disebuah kaki kiri Nayla, pria dengan tatapan kosong dan tak memiliki hati menyiksa Nayla hidup hidup.

Nayla merintih kesakitan, pria dengan topeng diwajahnya seolah tuli akan rintihan atau desahan yang tercipta dari bibir gadis yang ia siksa sekarang.

"Maa, s sakitt."

Merasa tak kunjung bangun Farzan dengan kondisi yang sadar itu menyipratkan air ke muka Nayla, gadis itu spontan langsung duduk dengan nafas tersengal.

Gila rasanya seperti nyata.

Gadis itu menatap kaki kirinya, tidak ada bekas apapun di sana, pandangan Nayla terangkat ketika mendapati wajah inti Axlesaria.

"Kamu kenapa, sayang." lelaki dengan raut wajah khawatir itu mengelus pelan punggungnya, Jaya memberinya segelas air putih dengan cepat Cakra menyodorkan gelas itu pada Nayla.

"Kak." panggilnya lirih.

"Kenapa, hm?"

"Eh, Nay lo abis mimpi adegan skidipapap ya sampai lo ngigau kek suara desahan gitu." tanya Jaya tanpa pikir panjang. Cakra langsung melayangkan tatapan menghunus kearahnya, lelaki didepannya hanya menyengir. Sudah tidak diragukan lagi Jaya tidak bisa memfilter mulutnya sedikitpun, ia bakal terang terangan jika menyampaikan hal yang mengerayai isi pikirannya. Dari pada ga tuntas kan

"Habis mimpi apa?"

******

"Dek, dari mana?" tanya Arvan dari arah dapur, lelaki dnegan pakaian ala rumahan itu mendekat.

"Markas, kakak kenapa ga kesana."

"Kakak tadi ada urusan makanya belum sempat datang lagi ke markas." gadis didepannya mengangguk.

Arvan merasa aneh ketika melihat adiknya, ntah kenapa sikapnya menjadi berubah tidak biasanya ia bersikap seperti ini, ia selalu ceria apalagi ketika bertemu dengan Arvan kakak laki lakinya pasti ia akan bersikap manja bersamanya.

NAYLA CHANTIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang