Part 14

336 34 6
                                    

Bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu? Tanya Innara pada dirinya sendiri. Ini pertama kalinya sepanjang umurnya Innara mimpi bercinta. Bahkan saat masih bersama Rayka dulu, Innara tidak pernah bermimpi sevulgar ini. Mungkin pernah bermimpi berciuman, tapi tidak sampai seperti ini.

Apa ini karena faktor usia? Tanya Innara lagi dalam hati. Atau karena semakin tua usianya maka kebutuhan biologisnya semakin meningkat? Tapi kalaupun iya, kenapa harus dengan Halil? Kenapa tidak dengan pria lain atau kenapa tidak dengan pria tanpa wajah?

Innara masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Semalam, setelah mandi dan mengeringkan rambut Innara melupakan niatannya untuk memasak dan memilih untuk tidur. Mungkin saat itulah sayup-sayup ia mendengar suara Halil yang menawarinya makan malam yang ia lewatkan. Namun daripada bangkit dari baringannya dan memakan apapun yang ditawarkan Halil, Innara lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya sehingga akhirnya semua itu masuk dalam mimpinya.

Tapi kenapa ada Rayka? Innara menggelengkan kepalanya. Inilah yang namanya mimpi buruk berakhir dengan mimpi baik. Padahal Innara sudah tidak pernah lagi memikirkan mantan kekasihnya itu, tapi kenapa Rayka malah mengusik mimpinya?

Innara mengambil tasnya dan mengenakan sepatu kerjanya. Saat ia membuka pintu, ia melihat Halil sudah duduk di kursi terasnya tampak sedang mengirim pesan entah pada siapa.

"Apa yang kamu lakuin disini?" Tanya Innara dengan jantung yang tiba-tiba berdebar sangat kencang. Innara memperhatikan penampilan Halil. Kaus putih lengan pendeknya, celana jeans panjangnya dan sandal gunung yang menunjukkan jemari kakinya yang panjang, berkuku pendek dan bersih. Wajah pria itu juga tampak segar dengan bulu-bulu yang menghiasi wajahnya tampak seperti baru dicukur. Innara menelan ludahnya karena bayangan erotis semalam kembali masuk ke dalam benaknya.

Demi Tuhan, setan mesum apa yang merasukinya?  Bagaimana bisa dia membayangkan hal semesum itu di pagi hari buta seperti ini?

Innara melihat tangan Halil yang kini tengah memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Jari-jari tangan yang panjang dan juga bekuku pendek dan bersih yang semalam menyentuhnya.

Tidak Innara! Innara seketika menggelengkan kepalanya dengan keras. Itu hanya mimpi. Dan itu lumrah terjadi. Bukankah para pria juga biasa mendapatkan mimpi basah? Lantas apa bedanya dengan dirinya? Tapi kenapa dia terobsesi dengan Halil. Dengan dada bidangnya, dengan perut rampingnya. Dengan pahanya yang terlihat kokoh.

"Mbak? Mbak baik-baik aja? Wajah Mbak merah."

Innara mendongakkan kepala dan menatap wajah Halil bersamaan dengan Halil yang menundukkan kepala dan mengulurkan tangannya untuk memegang dahi Innara. Wajah pria itu bersih dan merona. Matanya berhias bulu mata panjang dan lentik berwarna kecoklatan yang sama dengan warna rambutnya. Jadi itu warna rambut asli Halil? Bukan rambut hitam yang sengaja diwarnai? Tanya Innara dalam hati.

Hidungnya yang lurus dan mancung. Bibirnya yang... Innara kembali menelan ludah dan membayangkan sensasi bibir pria itu yang mencium bibirnya semalam. Lembut, kenyal, manis dan terasa nyata. Tanpa sadar Innara menggigit bibir bawahnya.

"Mbak?" Halil kembali memanggil namanya. Innara sontak mendongak dan mengerjapkan matanya, memandang Halil dengan tatapan tanya.

"A-apa?!" Tanyanya dengan ketus saat melihat mata Halil yang tersenyum ke arahnya.

"Wajah Mbak merah tapi gak panas." Halil memberitahukan dan Innara lupa kalau tadi pria itu menyentuhkan punggung tangannya di dahi Innara. "Kenapa Mbak mandang aku kayak gitu? Mbak lagi mengkhayalkan yang mesum ya tentang aku?" Tanyanya dengan nada menggoda yang membuat Innara terbelalak seketika.

"Ma-mana ada." Ucap Innara seraya membalikkan tubuhnya dan mengunci pintu rumahnya. Mendadak kunci di tangannya terasa begitu berat karena Innara begitu kesulitan untuk memasukkan anak kunci ke lubangnya.

Mbak, I Love You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang