Innara merasakan linu di sekujur tubuhnya. Ia mencoba membuka mata namun hanya sekejap ia kembali menutupnya sebab silaunya cahaya menyakiti penglihatannya.
"Sayang." Suara rendah ibunya membuat Innara mengernyit. Ia merasakan tangan hangat itu menggenggam tangannya erat. "Kak, kakak sudah bangun?" tanya suara itu lagi yang membuat Innara memaksakan diri membuka mata.
"Da..." hanya itu suara yang keluar dari mulutnya. Innara memandang ibunya yang kini memandangnya seraya terisak.
"Alhamdulillah, ya Allah. Kakak udah bangun." Ucap ibunya lagi seraya mengusap airmatanya. Wanita itu lantas berdiri dan menekan sesuatu di samping tempat tidur Innara. "Apa yang sakit, Sayang? Mana yang sakit? Biar Bunda lihat." Ucap Ibunya bertubi yang membuat Innara mengernyit.
Apa yang sakit? Tanyanya pada diri sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi? Tanyanya lagi dalam hati. Sebelum ia sempat menjawab pertanyaannya sendiri, beberapa orang masuk ke ruangannya dan memeriksanya.
"Siapa nama Anda? Apa Anda tahu ini tanggal berapa? Apa yang Anda rasakan? Apa yang terakhir kali Anda ingat?" semua pertanyaan itu Innara jawab satu persatu, kecuali pertanyaan terakhir. Apa yang terjadi padanya terakhir kali? Dan kenapa Innara bisa berakhir berbaring di tempat ini?
"Semuanya baik-baik saja, Bu. Putri Anda baik-baik saja. Dia hanya masih mengalami shock saja." Ucap dokter yang memeriksa Innara pada ibunya.
Ibunya berkali-kali menggumamkan terima kasih sebelum akhirnya mereka kembali berdua dan ibunya duduk di kursi yang ada di sisi kanan tempat tidurnya. "Kakak mau apa? Mau makan sesuatu?" Tanya ibunya lagi yang dijawab gelengan kepala Innara.
"Apa yang terjadi, Bun?" tanya Innara bingung.
"Kakak kecelakaan. Ada pengemudi truk yang mengantuk yang menabrak kakak dalam perjalanan pulang." Ucap ibunya menjelaskan.
"Ada korban lain?" tanya Innara ingin tahu. Ibunya menggelengkan kepala. "Cuma kakak. Pengemudi truk itu bahkan baik-baik aja. Gak luka, gak lecet sama sekali." Jawab ibunya dengan amarah yang tidak disembunyikan.
"Alhamdulillah." Ucap Innara lirih yang membuat ibunya memandang Innara dengan sorot murka.
"Kakak besyukur untuk pria itu? Setelah dia buat kakak seperti ini? Bunda bahkan takut kehilangan kakak waktu itu." ucap ibunya kembali meneteskan airmata. "Bunda bener-bener takut kalo Kakak gak buka mata kakak lagi." Ucap wanita itu dengan histeris. Innara mengulurkan tangannya dan mengusap lengan ibunya pelan.
"Tapi Allah masih sayang kakak, Bun. Buktinya, kakak masih hidup sekarang." Ucapnya berusaha menenangkan.
Ibunya kembali menegakkan tubuhnya. Mengusap airmatanya dengan kasar, meraih tisu yang ada di atas nakas dan membersit hidungnya.
"Berapa lama Kakak gak sadar, Bun?" tanya Innara lagi ingin tahu. Ibunya kembali mematung dan memandang Innara bingung. Innara berusaha untuk duduk dari tempat tidurnya dan ibunya membantu dengan menaikkan bagian belakang tempat tidur. Innara kala itu mengernyit karena rasa sakit di bagian kakinya. Dan saat ia membuka selimut, ia melihat bebatan di bagian bawah lutut hingga ke ujung kakinya.
"Kaki kakak patah." Jawab ibunya lirih. "Mungkin akan meninggalkan bekas luka operasi nantinya." Lanjutnya lagi yang membuat Innara hanya mengernyit.
Tak apa, pikirnya. Bekas luka operasi kakinya—meskipun tidak akan sepenuhnya hilang—tentunya akan bisa ia samarkan dengan salep luka dan ia juga bisa menutupinya dengan stocking saat bekerja nantinya. Ucapnya optimis.
"Tapi Nara gak bisa berdiri di pelaminan kalau begini." Ucapnya lirih dengan senyum miris di wajahnya.
Membayangkan dirinya mengenakan gaun pengantin yang sudah ia pilih untuk dikenakan di hari bahagianya dan menyapa tamu sambil duduk membuatnya merasa risih sendiri. Namun yang membuat Innara heran, ibunya sama sekali tidak merespon ucapannya, entah itu dengan candaan ataupun dengan serius.
![](https://img.wattpad.com/cover/297567683-288-k511757.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mbak, I Love You (Tamat)
RomanceTersedia PDF, Cetak dan versi lengkap bisa dibaca di Karyakarsa. "Aku suka sama Mbak." Ucap Halil dengan senyum lebarnya. Innara mengerutkan dahi dan memandang pria yang usianya dua tahun lebih muda sekaligus bawahannya itu dengan tatapan tajam dan...