Part 19

272 34 8
                                    

Halil tahu ada yang salah dengan Innara sejak saat ia menemui gadis itu di ruang istirahat. Namun ia tidak bisa terus menerus memantaunya karena entah mengapa pekerjaannya hari itu seolah tiada akhir. Bahkan, pekerjaan yang bukan menjadi tanggung jawabnya pun harus ia lakukan karena tuntutan atasan.

Ingin memberontak, Halil sadar diri akan posisinya saat ini. Namun ia pun tidak akan mendendam karena ia tahu kalau mereka menyuruh Halil melakukan ini karena ada perintah dari orang yang lebih tinggi.

Alhasil yang bisa dia lakukan adalah menyelesaikan pekerjaannya secepat yang dia bisa dan pergi ke ruang ganti setelah memindai jarinya di mesin absen tepat setelah jam kerjanya usai dengan harapan Innara belum pulang.

Halil membersihkan diri dengan cepat dan mengganti seragam kerjanya yang kotor dengan kaus yang ia kenakan tadi pagi dan juga celana jeans sebatas lututnya. Sepatu sport berharga murah yang terpaksa ia kenakan karena tidak mau membongkar identitasnya pun ia ikat dengan sangat cepat karena tidak mau terlambat. Untungnya, saat berpapasan dengan atasannya yang lain yang merupakan teman Innara bernama Lusi, ia tahu kalau Innara masih ada di ruang ganti.

"Ciee.. pedekate nya terus berlanjut ya?" Ejek Lusi dengan mata jahilnya yang Halil jawab dengan kedikan bahu dan senyum manisnya. "Semoga berhasil ya. Taklukin tuh ratu es yang berasal dari kutub Narnia." Ucap Lusi lagi menyemangati yang dijawab Halil dengan anggukkan di kepalanya. Kelak, setelah ia kembali pada posisinya, Halil berjanji akan memberikan Lusi bonus karena sikap ramahnya yang tulus.

Halil menunggui Innara dua meter jauhnya dari pintu ruang ganti perempuan. Dari tempatnya berdiri, ia tahu kalau Innara akan langsung menyadari keberadaannya jadi dia dengan sengaja menungguinya sambil memainkan ponsel di tangannya. Halil membuka pesan di grup para pria di keluarganya dan hanya bisa tersenyum saat membaca kalimat berisi ejekan yang dilontarkan satu pada yang lainnya.

Seolah mendapatkan bisikan, Halil mendapatkan telepon dari sepupu sekaligus pemimpin tertinggi resort dimana Halil kini tengah bekerja. Dengan enggan, Halil memasang headset bluetooth kecil miliknya ke dalam telinga dan mengangkat panggilannya.

"Jam kerjamu sudah selesai?" Tanya Serkan tanpa basa-basi.

"Seolah kau tidak tahu saja. Aku tahu kau tahu semuanya tentangku dari orang kepercayaanmu, Abi." Ucap Halil seraya mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai.

"Itulah kenapa aku bertanya. Jadi kapan kau akan menyelesaikan semuanya dan menempati posisimu yang seharusnya?" Tanya Serkan dengan nada kesal yang bisa Halil dengar.

"Sebentar lagi, Abi." Jawab Halil malas.

"Ini sudah tiga bulan, Halil. Apa masih belum cukup? Apalagi yang perlu kau cari tahu? Dan bagaimana dengan gadis itu, apa kamu sudah memberitahunya?"

"Menurutmu?"

"Jangan membiarkan keadaan berlarut-larut. Bicaralah secepatnya sebelum dia merasa kamu sengaja membohongi dan memanfaatkannya."

"Sudahlah, Abi. Urusi saja urusanmu dengan Ghania. Biar Innara aku yang mengurusnya. Kau menasehatiku seolah kau sendiri sudah berkata jujur saja padanya. Aku lebih baik darimu karena aku sudah mengakui perasaanku padanya sejak awal, sementara kau?" Halil mengejek Serkan dan kakak sepupunya itu terdengar mendengus.

Halil hendak kembali menceramahi kakak sepupunya itu, namun ia melihat Innara muncul dari ruang ganti. Ia seketika berdiri tegak dan tersenyum pada gadis itu. Beruntungnya Halil karena Innara membalas dengan senyum yang sama. Namun sedetik setelahnya, ia mengerutkan dahi karena melihat ada yang salah dengan Innara. Wajah gadis itu semakin pucat dibandingkan dengan siang tadi dan...

"Mbak?!" Halil melangkah lebar mendekati Innara sedetik sebelum tubuh gadis itu terkulai ke lantai.

"Ada apa?" Tanya Serkan yang ternyata belum memutus sambungan telepon mereka.

Mbak, I Love You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang