Nyatanya, harapan Halil tidak bisa menjadi kenyataan karena tubuh Innara semakin sore semakin terasa tidak baik. Entah kenapa, Innara merasa begitu letih dan lesu dan suhu panas tubuhnya sepertinya tak juga menurun malah sepertinya semakin meninggi. Innara sudah meminum obat sakit kepala yang lain—bukan yang sebelumnya diberikan oleh Lusi—tapi keadaannya tidak menjadi lebih baik, dan malah menjadi lebih buruk.
Setelah keluar dari ruang istirahat, Innara berpapasan dengan Rayka, mantan calon suami yang kini sudah resmi menjadi atasannya. Pria itu menunjukkan ekspresi khawatir pada Innara namun sebelum Rayka mendekat dan mengajukan banyak pertanyaan padanya, Innara sudah memutar badannya dan mengabaikannya.
Ya, Innara benar-benar mengabaikan Rayka dan menganggap kalau pria itu tidak ada. Bahkan saat perkenalan resmi dilakukan pada pagi hari, Innara menyalami pria itu seolah mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Senyum yang ia tampilkan pun hanyalah senyum atas dasar kesopanan. Bukan senyum tulus seperti yang biasa ia tunjukkan pada orang yang dihargainya.
"Padahal saat perkenalan kemarin, senyumnya itu manis dan dia kelihatan ramah. Kenapa sekarang malah kelihatan jeleknya." Komentar Lusi seraya menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. "Kamu berikutnya." Lanjut Lusi dengan ekspresi kesalnya.
Innara menarik napas panjang. Bangkit berdiri dengan map berisi dokumen di tangannya. Dengan langkah berat, Innara mendekati pintu atasan mereka. Sebelum mengetuk pintu, ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan tanpa suara. Inilah saat penghakiman. Gumamnya dalam hati seraya membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan.
Innara tahu kalau laporan yang harus diberikan oleh setiap karyawan tentang tanggung jawab individu dan lainnya itu hanyalah kedok Rayka supaya memiliki waktu bersamanya tanpa membuat orang lain curiga. Rayka tahu kalau selain urusan pekerjaan Innara akan selalu menghindarinya. Ia akan selalu membuat alibi hanya supaya tidak berada di ruangan yang sama dengan mantan calon suaminya itu.
"Jadi, siapa pria itu?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja disela pria itu membaca laporannya.
"Siapa maksud Anda, Pak?" Innara balik bertanya, berpura-pura bodoh adalah yang tercerdas yang bisa ia lakukan saat ini.
"Kamu tahu siapa yang aku maksud, Nara. Pria yang masuk ke rumahmu kemarin. Siapa dia? Apa dia pacar baru kamu?" Rayka mendongakkan kepala dan memandang Innara dengan tatapan dinginnya. Tatapan yang Innara baca mengandung kerinduan dan amarah di satu waktu.
"Urusan pribadi saya tidak ada hubungannya dengan Anda, Pak. Itu juga tidak tercatat dalam kontrak kerja saya. Dan yang pasti perusahaan pun tidak membuat larangan kalau sesama karyawan tidak boleh saling berkencan." Tolak Innara tegas. Dan dia melakukan hal yang benar sebab urusan pribadinya itu adalah urusannya, ia tidak punya kewajiban untuk melaporkan semua itu pada Rayka.
"Nara..." Rayka mengubah nada suaranya. Pria itu kini terdengar frustasi dan lelah.
"Apa Anda sudah selesai membaca laporan saya? Jika tidak ada yang ingin Anda tanyakan, saya ijin keluar karena jam kerja saya sebentar lagi berakhir, Pak." Innara mengingatkan.
"Kamu tahu kalau aku tidak akan menyerah dengan mudah." Ucap Rayka dengan nada mengancam.
Rayka menutup map yang berisi laporan Innara dengan kasar dan bangkit dari duduknya. Melangkah mendekati Innara yang masih berdiri memaku di tempatnya. Enggan beranjak karena ingin membuktikan pada Rayka bahwa ia tidak akan goyah.
"Aku sengaja datang kesini untuk membawamu kembali. Untuk menjadikanmu milikku lagi. Untuk merealisasikan mimpi kita yang sebelumnya gagal karena Azanie." Lanjutnya dengan nada dingin yang membuat Innara merinding seketika. Pria itu berdiri tepat di samping Innara, meraih kedua bahu Innara dan membalikkan tubuhnyakasar hanya supaya mereka bisa saling berhadapan. "Aku akan menikahimu, persis seperti janjiku padamu dulu." Ucapnya dengan kepala tertunduk untuk melihat ekspresi di wajah Innara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mbak, I Love You (Tamat)
RomanceTersedia PDF, Cetak dan versi lengkap bisa dibaca di Karyakarsa. "Aku suka sama Mbak." Ucap Halil dengan senyum lebarnya. Innara mengerutkan dahi dan memandang pria yang usianya dua tahun lebih muda sekaligus bawahannya itu dengan tatapan tajam dan...