Part 11

258 35 5
                                    

Innara berjalan masuk menuju gerbang mes sendirian. Ia tidak tahu kemana Halil pergi setelahnya dan ia pun enggan bertanya. Yang pasti untuk saat ini Innara merasa bebas dari Halil.

Innara mengabaikan ancaman Halil tentang akan mengetuk pintunya beberapa saat kedepan. Ia sudah berencana untuk mandi air hangat, memasak makan malam dan setelah itu menghabiskan waktunya dengan membaca atau mungkin menonton sesuatu di televisi atau di ponselnya.

Jalanan menuju mes begitu sepi, begitu juga dengan suasana sekitar mes. Beberapa penghuni tampaknya sudah bersembunyi dan beristirahat atau mungkin sedang memiliki shift malam. Tidak banyak sebenarnya penghuni mes resort. Meskipun diberikan fasilitas yang baik dan diberikan harga sewa yang terjangkau, sebagian besar karyawan resort tetap memilih untuk tinggal diluar. Entah itu lajang ataupun sudah berkeluarga. Alasannya sederhana, selain ingin bebas, mereka tentu menghindari ada masalah sesama rekan kerja. Tahu sendirilah, terkadang terlalu dekat malah menimbulkan masalah. Kecemburuan sosial, iri dan dengki datang kapanpun tanpa mengenal waktu dan juga lawan.

Innara sendiri pribadi yang cukup tertutup. Ia tidak terlalu suka bergaul. Dia bicara jika ditanya dan berkumpul jika diminta. Ia tidak pernah menyengajakan diri untuk datang bertamu atau berkumpul tanpa diminta atau jika ada keperluan tertentu dan Innara juga tidak suka bergosip. Ya, kecuali dengan seseorang yang sudah sangat dekat dengannya dan tentu bisa dia percaya.

Satu-satunya orang yang bisa dikatakan cukup banyak berkomunikasi dengan Innara selama di mes itu hanya Halil. Dan di lingkungan kerja, satu-satunya orang yang bisa Innara percaya dan nyaman untuk dia ajak bicara itu adalah Lusi. Sisanya, dia sangat menjaga jarak. Innara yang sekarang jelas jauh berbeda dengan Innara yang dulu sebelum kecelakaan.

Innara mengunci pintu kamarnya. Mes yang dibuat untuk para karyawan ini kurang lebih bermodel sama dengan rumah subsidi atau kontrakan tiga petak. Namun disini, setiap rumah tidak diberikan lahan parkir khusus dan setiap pintu hanya memiliki satu ruang tamu berukuran tiga kali tiga, kamar tidur berukuran empat kali empat meter, satu kamar mandi berukuran satu setengah kali dua meter, dapur dan sedikit ruangan dengan bagian atap terbuka yang bisa dijadikan tempat santai atau digunakan sebagai tempat cuci jemur. Dan dibagian luarnya terdapat sebuah teras kecil selebar satu setengah meter yang cukup untuk sepasang kursi santai jika penghuni ingin bercengkrama dengan tetangga.

Innara masuk ke kamar dan meletakkan tas pada gantungan yang dia pasang di belakang pintu. Mengambil pakaian baru lalu pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Seperti yang sudah direncanakannya. Innara berhasil menghabiskan waktunya dengan luluran dan melakukan perawatan rambut. Hampir satu jam kemudian, barulah dia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan piyama katun berlengan pendek dengan rok yang mencapai mata kaki dan rambut yang masih lembab berbungkus handuk.

Innara mengeluarkan bahan-bahan dari lemari es dan berencana untuk membuat makan malam yang pedas. Namun sebelum mulai memasak, dia masuk ke dalam kamarnya dan berniat untuk mengoleskan vitamin untuk rambut hitam panjangnya.

Baru saja ia mengusap vitamin, terdengar suara ketukan di pintu depan. Innara mengerutkan dahi dan melirik jam yang ada di ponselnya. Benarkah itu Halil? Tanyanya pada dirinya sendiri. Mungkinkah pria itu melakukan apa yang tadi dikatakannya? Menggedor pintu kamar Innara?

Innara yakin Halil tidak akan segila itu. Kalau memang pria itu benar-benar berpikir rasional dan bersikap manusiawi, tentu pria itu tidak akan mengganggu istirahatnya kan? Alhasil Innara memilih untuk mengabaikannya sebab ia yakin kalau Halil akan pergi dengan sendirinya. Namun ketukan pintu kembali terdengar dan itu membuat Innara kesal. Ia berusaha menulikan telinga namun kembali ketukan terdengar dan kali ini menjadi gedoran tak sabar.

Dasar Halil! Bagaimana bisa pria itu tidak punya pekerjaan lain selain mengganggunya? Kenapa pria itu tidak menyerah juga? Batinnya kesal

Mempersiapkan wajah marah, Innara melangkah menuju pintu, siap untuk mengomeli Halil yang mengganggunya. Dengan kasar Innara membuka pintu, bersiap menyemburkan kalimat-kalimat pedasnya namun bukannya bicara, Innara justru balik tertegun. Memaku di tempat dengan ekspresi shock tak percaya.

Mbak, I Love You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang