part 12

430 46 4
                                        

"Mbak harus inget kalo hari ini kita jadian. Tandai di kalender Mbak supaya nanti kita bisa ngerayain hari-harinya tiap tahun." Ucap Halil seraya meletakkan kantong belanjaannya di atas meja makan kecil yang menjadi pembatas antara dapur dan ruang tamu.

Innara jelas memandangnya shock. Pernyataan menjadi pacar pria itu jelas ia ucapkan tanpa rencana karena kondisinya yang sedang terdesak. Bagaimana bisa Halil justru beranggapan kalau mereka akan menjadi kekasih dalam kurun waktu yang lama?

"Kamu tahu kalau aku tidak serius mengatakan itu." Ucap Innara berusaha membela diri.

"Maaf, tapi aku menganggap ucapan Mbak tadi sangat serius."

"Aku terdesak keadaan dan kebetulan kamu ada disana. Jadi aku menggunakanmu sebagai tameng." Ucap Innara lagi berusaha mengubah pikiran Halil

Halil menggelengkan kepala. "Aku tidak yakin kalau Mbak akan melakukan hal seperti itu jika yang datang bukan aku." Ucapnya dengan santai.

"Aku akan melakukan itu sekalipun yang datang orang lain." Ucap Innara tegas.

Halil menggelengkan kepala dengan ekspresi mencibir. "Tidak. Mbak tidak akan melakukan itu. Kalau yang saat itu datang adalah Mas Agung, Mbak jelas tidak akan mengakuinya sebagai pacar Mbak."

"Kamu gila?! Tentu saja aku tidak akan mengakuinya pacarku. Aku tidak mau dijambak Mbak Sonia. Aku akan babak belur lebih dulu sebelum sempat menjelaskan apapun padanya." Innara seketika bergidik dan hal itu membuat Halil terkekeh.

"Dan kalau yang datang Mas Mulya, Mbak juga gak akan mengakui dia sebagai pacar Mbak." Ucap Halil lagi dan Innara kini melongo memandangnya.

Mas Mulya, petugas kebersihan mes mereka itu sudah cukup tua untuk dia akui sebagai pacar. Dibandingkan menjadi pacar, pria itu lebih cocok Innara sebut dengan panggilan kakek.

"Nah, kan. Apa kubilang. Sejak awal Mbak memang menargetkan aku sebagai calon pacar Mbak." Ucap Halil dengan bangga. "Udah akui aja kenapa sih. Ngaku aja kalo aku memang sudah memiliki tempat tertentu di hati Mbak. Mbak gak usah jual mahal, aku aja udah jadi murahan di depan Mbak." Ucapnya yang membuat Innara terbelalak tak percaya. "Pokoknya kita sepakat, mulai hari ini kita pacaran."

"Gak!" Jawab Innara ketus.

"Iya!" Jawab Halil seraya menyodorkan air minum ke hadapan Innara.

"Gak!" Ucap Innara lagi.

"Apa yang enggak? Minumnya?" Tanya Halil seraya menarik kembali gelas yang ada di tangannya.

"Iya, aku mau." Innara meraih gelas yang ada di tangan Halil dengan cepat sebelum pria itu membawanya kembali ke dapur.

"Nah gitu dong dari tadi. Jadi kita resmi jadian kan?" Ucap Halil dengan senyum manisnya seraya mengusap kepala Innara seolah Innara itu seekor kucing penurut.

"Gak, aku.." Sebelum Innara sempat membantah, Halil sudah mendorong gelas berisi air minum itu ke mulut Innara. Innara hampir saja tersedak kalau saja ia tidak bisa mengendalikan pernapasannya dengan baik.

Tampaknya, setelah keluar dari kandang ular, Innara kini terperangkap di kandang macan.

"Singa Mbak." Ralat Halil yang membuat Innara mengernyit. Apa Innara mengucapkan isi pikirannya dengan lantang? "Mbak keluar dari kandang ular untuk terperangkap di kandang singa. Arti nama keluargaku itu singa. Lagian di film juga judulnya Lion King, Raja Singa bukan Tiger King apalagi Musang King." Ucap halil dengan santainya seraya mendorong Innara untuk  berjalan menuju satu-satunya sofa yang ada di ruangan itu. "Duduklah, kursi itu ada disana untuk diduduki bukan dipandangi." Ucapnya seraya memutar tubuh Innara supaya menghadap ke arah televisi layar datar berukuran cukup besar dan mendudukkan tubuhnya disana, menyalakan televisi dan meletakkan remote nya di tangan Innara. Setelah memastikan Innara nyaman, Halil berjalan kembali menuju dapur dan mengeluarkan barang-barang dari dalam kantung plastik yang dibawanya.

Mbak, I Love You (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang