4 - HUKUMAN DIKELAS XI MIPA 1

117 57 20
                                    

"Oh, lo mau dibantuin?"

"Yaiya lah! Makannya tadi gue nyuru lo duduk juga!"

"Ya, gue takutnya lo ngusir juga kaya si Gava noh, tadi!" sindir Raya yang kemudian mendapat bombastic side eye dari Gava.

"Gue mah gak gituan. Udah sini bantuin gue!" ajak Ravel.

Raya akhirnya putar arah untuk menghampiri Ravel yang ada disebelah Gava, dan ia membantu tugas Ravel, benar-benar membantu dari nol hingga akhir.

"Dih apaan dah tu cewek caper bener!" tukas Amara, salah satu anak kelas 11 MIPA 1 yang naksir dan obsess kepada Gava sejak kelas 10.

"Liat dah! Sekarang malah deketin Ravel, apaan banget cewek murah!" sahut Fany, teman sebangku Amara yang naksir kepada Ravel.

Bahkan ketika Ravel berpacaran dengan Salma, Fany tau banyak tentang Ravel. Bahkan ia tahu kalau Salma masi belum move on dari Ravel dan beberapa kali minta balikan.

"Eh Fan! Lo foto dah tuh, terus kirim ke Salma."

"Lah, buat apa?"

"Ck, tadi kan lo liat di kantin, tu cewek maen sama circle nya Salma, Oliv, sama Nakila! biar dia gak ditemenin lah."

"LAH BENER JUGA, IDE BAGUS!" pekik Fany dengan semangat hendak menjalani aksi nakalnya.

"Goblok lo telmi!"

Ckrek!

Ckrek!

*****

"Yey, akhirnya tugas gue kelar!!" final Ravel ketika melihat hasil editing-nya sudah selesai dengan konsep yang menurutnya cukup menarik.

"Gav, lo masi dimana? Gue udah di Arab nih, Masih di kejebak macet di Konoha ye lu!" ledek Ravel melihat teman sebangkunya yang masih sibuk mengedit.

"Ck diem lo! Gitu doang juga." jawab Gava dingin.

"Makannya jadi orang gak usah sombong. Orang niat bener mau ngebantu malah diusir!" tukas Raya memandang Gava begitu miris karna tugasnya masih lama selesai.

"Duh Ray, makasih banyak loh ini beneran cakep bener konsep nya, yakin nilai gue gede nih! Ide lo brilian banget!" puji Ravel yang memutar ulang vidio hasil editing nya.

"Halah nilai gede kalo bukan hasil sendiri mah da percuma jang!" sindir Regal sambil memakan snack dan memainkan ponselnya.

"Dih iri lo?" tukas Ravel

"Gue cepuin lo ke pak Wili kalo itu tugas dapet kerjain Raya!" ancam Garvas yang diangguki Regal.

"Cih bodoamat, wifi kelas gue ganti kagak gue kasih tau lo!" ancam Ravel balik.

"Eh jangan dong boss! Ampun-ampun, iye iye gue kagak cepu, hehe." ujar Garvas seraya menempelkan kedua telapak tangan didepan dada tanda 'maaf'.

"Lo apa se-kere itu, Gar? perasaan kagak pernah punya kuota?" tanya Regal dengan entengnya.

"Gue ini hemat. Gak boros kayak lo yang beli kuota cuma buat scroll tiktok doang!"

"Yaudah, kalo gitu kagak usah minta hostpot ke gue lagi lo kalo diluar!"

"Najis pelit lo!"

"Kapan gue pelit, setan? Emang pernah gue gak ngasih lo hostpot hah?"

"Lah barusan lo ngancem?!"

Dua sejoli dibelakang masih sibuk berdebat prihal hostpot, Ravel menggeleng geleng kepala lalu mengacuhkan keduanya.

Garvas dan Regal sudah duluan menyelesaikan tugas dari pak Wili sebelum Ravel dan Gava mulai, karena mereka tidak telat ikut pelajaran pak Wili.

"Eh dua menit lagi bell, gue balik ke kelas ah!" ujar Raya.

"Nahloh Gav, dua menit lagi tugas udah harus dikirim ke pak Wili!"

Gava tidak mengalihkan atensinya dari laptop dihadapannya, kemudian menjawab "Elah bodoamat, telat dikit gak ngaruh!"

"Kata siapa? Pak Wili perhitungan sama nilai kalo lo lupa, inget Gav, ini nilai masuk ulangan harian loh!" ujar Ravel semakin menakut-nakuti.

Gava menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal, kemudian menatap Ravel disampingnya, "Lo diem! Kalo ngomong terus gue kapan kelarnya!!"

Bukannya seram dimata Ravel itu malah membuatnya terbahak.

'Nyesel dikit, kagak nerima bantuan tu cewe sinting, padahal bisa gue manfaatin!' batin Gava sambil lanjut mengedit tanpa mempedulikan kepergian Raya.

*****


Raya berjalan menuju kelasnya, ketika memasuki kelas ia dibuat kaget bukan main.

Tas ransel pink miliknya sudah terkemas rapih diatas meja dengan kedua tali ransel yang putus, dan banyaknya coretan menghiasi itu. Semua alat tulis yang tadinya masih berserakan kini sudah masuk kedalam tas.

"Haii, loh t-tas gue??"

"S-salma? Lo kenapa?"

Dirinya dibuat panik dan bingung ketika melihat keadaan tas miliknya yang mengenaskan, dan Salma yang menangis dipelukan Nakila.

"Liv?" tanya nya meminta penjelasan, begitupun Oliv yang hanya memasang wajah datar. Sedangkan Nakila sibuk menenangkan Salma agar tidak ngamuk.

Oliv membuka ponsel Salma dan menunjukkan foto dimana Raya dengan Ravel terlihat begitu dekat didalam foto itu.

Raya tercengang, meneguk salivanya, ia sudah menebak bahwa teman-temannya pasti salah paham terhadap apa yang mereka lihat.

"Itu gue, gue cuma bantuin Ravel ngerjain-"

"Gue gak peduli apapun itu! Setidaknya kalo lo ngaku temen gue, lo paham perasaan gue Ray! Bukan malah deketin mantan yang masi gue gamonin mati-matian!" ujar Salma dengan mata memerah.

Salma dibuat sakit hati dengan melihat foto yang dikirim oleh Fany lewat whatsapp.

"Sal, tolong jangan salah paham-"

"Gue gak mau denger. Lo pasti suka kan sama Ravel?! Dari tadi juga emang janggal, dari lo nanya nama panjang Ravel, buat apaan coba? Pasti buat stalk sosmednya! Lo liatin Ravel dikantin, dan waktu lo telat pasti lo nemuin Ravel dulu kan?! Iya kan!!" tuduh Salma dengan emosi yang masih melonjak.

Gadis itu tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada Raya untuk membuka suara dan menjelaskan apa yang terjadi, Salma kalut pada emosinya.

Kejadian itu pun juga tidak luput dari perhatian para siswa dikelas, melihat itu, siswa lain pun tidak ada yang ingin menolong atau bahkan berteman dengan Raya.

"Gue benci temen munafik Ray! Lo pergi sana ke meja belakang, gak usah duduk sama gue!" sarkas Oliv lalu menjatuhkan tas milik Raya dengan sengaja.

Nakila melihat kejadian ini hanya berhembus nafas pasrah, dan tidak mengeluarkan satu patah kata pun.

Raya diam, gadis itu akhirnya pindah ke meja pojok belakang. Ia duduk sendirian karna teman-teman kelasnya tidak ada yang mau mendekatinya.

'Wu dasar caper!'

'Anak baru banyak tingkah cuih!'

'Makannya gak usah sok cakep!'

'Idih cantik cantik ternyata haus cowok!'

'Ah kuman, malu-maluin MIPA 2 aja!'

Begitu celetohan para siswa yang ia dengar. Raya menghembuskan nafas pasrah mendengar itu semua, dan menerima kenyataan, bahwa yang ia katakan malam kemarin kepada Naila ternyata benar, bahwa disekolah barunya ia akan tidak punya teman.

Sebisa mungkin gadis itu menenangkan diri sendiri, kemudian bermonolog "Gak apa-apa Ray, kan tadi dipintu udah bilang kalo badai pasti berlalu,"

"Berlalu lalang maksudnya." Sambungnya.



TBC

anw kalian kalo diposisi Raya gimana ni? apa bakal betah sekolah disana?

BUKAN PERIHAL MEMILIH [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang