Keping delapan • Konyol

28 4 0
                                    

Anggapan semua hal buruk terjadi
Apakah hidup seperti ini?
Lingkaran setan, ingin bunuh diri?

(Lia Angelista)

5 sore

Melirik langit yang mulai berubah jingga. Seorang boneka gadis sedang berjemur di kursi goyangnya. Di halaman yang penuh dengan pohon yang rimbun, sepasang mata hitam berkedip. Bayangan pohon besar menyapu kursi goyang, menutupi orang yang sedang duduk dari sinar matahari.

Lia tertawa kecil, ketika angin menerpa wajahnya. Tahun ini baginya damai, jika ia melihat alam yang sangat menakjubkan ini. Di tengah senyum konyolnya, tidak terlihat lengkungan di matanya. Senyum itu terkesan sebagai ejekan. Ejekan pada dirinya sendiri tentunya. Tapi tidak ada yang tahu apa isi kepalanya. Termasuk dirinya sendiri.

Lia menggeleng pelan. Terkekeh keras.

Ayah Lia yang baru pulang. Melihat adegan Lia tertawa gila. Ia hanya menyipitkan matanya. Menambah jadwal pada dirinya sendiri.

"Waktunya membawa anak itu ke psikolog". Gumamnya, lantas pergi dengan langkah lebar.

Mendengar suara langkah kaki, Lia hanya melirik lucu. Kembali mengayunkan kursinya dengan tetap terkekeh.

Kamis di sekolah

"Anak-anak pr nya kumpulkan ya! Lia bukunya kumpulkan dan simpan di meja ibu segera ya". Merapihkan barang di meja, bu guru pergi dengan langkah kecil. Sepatu hak tingginya berketuk keras di atas ubin.

"Baik, Bu". Seorang gadis berkuncir kuda mulai melakukan tugasnya. Menyisir setiap meja teman sekelasnya dan meminta buku pr.

"Lia, gua belom ngerjain. Pinjem dulu dong punya lo, ntar gua balikin kok. Tenang, gua nulis cepet." Dengan tingginya badan lebih dari 1,8 m Riki mencegat Lia untuk meminjam buku.

"Nih. Cepet! Mau dikumpulin." Lia menjawab

"Siap boss!" Riki dengan cepat kembali ke mejanya dan mulai menulis kilat.

"Lia, gua juga belom!"

"Gue juga nih."

"Gue juga, kemaren begadang main game. Ngak sempet gue."

"Gue juga Li, nda ngerti gue sama pr nya. Susah, kapasitas otak gue tidak mencukupi."

"Karena banyak orang yang belom. Yaudah cepet kelarin dah. Ntar istirahat kedua baru kasih ke bu guru". Lia menghela napas pelan, menyimpan kembali buku yang tertumpuk di meja depan.

"Kalo udah, simpan di meja Lia ya. Beresin jangan lupa, jangan di berantakin!" Lia menepuk tumpukan buku dengan tangannya.

"Ok." Teriakan serempak terdengar di kelas. Apalagi teriakan anak cowok, lebih menggelegar.

Setelah menyelesaikan perintah, Lia kembali ke tempat duduknya. Mengambil buku dalam tas nya dan mulai membaca.

Tak lama ketika ia membaca, Indry di belakangnya mencolek bahunya.

"Li, nonton anime yuk! Liat husbando gue, ganteng banget." Menunjuk layar handphone nya, Indri cengengesan.

Lia melirik dan dengan patuh menonton.

Film yang diputar tidak lama. Dan juga istirahat pertama hanya sebentar. Jadi ketika Lia selesai menonton setengah episode bel berbunyi. Indry dengan rapih mem-pause dan menyimpan kembali handphonenya. Lia duduk kembali di tempatnya. Menunggu guru datang sambil memeriksa apakah ada pr kemarin.

5 menit kemudian, guru masuk. Dan pelajaran kembali di mulai. Selama pelajaran Lia dengan serius melihat ke depan. Setiap gerakan guru mungkin bisa ia hapal. Seperti ketika guru sedang menulis di papan tulis, senyumnya di tekan lurus. Mungkin ini jadi bagian serius. Atau ketika gurunya mulai menjelaskan dengan beberapa jenaka yang membuat kelas ribut. Lia hanya memperhatikan lurus ke depan. Melihat senyum gurunya dengan leluconnya sendiri. Atau kadang ketika matanya jenuh ia melihat teman sekelasnya.

Ada yang iseng melempar-lempar barang. Atau menggambar anime di halaman terakhir buku. Ada juga bergosip pelan dengan teman semeja.

Inilah SMA. Lia mengangguk.

"Lia jadi itu benar?" Di depan papan tulis, guru mengetuk papan tulis dengan keras.

"Hah?" Lia hanya menatap dengan bingung.

Nella teman semeja Lia menyodok tangannya. Berbisik ke telinganya.

"Ah maaf pak, tadi pikiran saya lagi hilang fokus." Lia menunduk malu. Melihat tatapan teman-teman lainnya di kelas seperti ejekan. Pipi Lia memanas, terasa terbakar.

Melihat kejadian itu anak-anak segera tertawa.

"Sudah-sudah. Kalian ini berisik sekali kayak di pasar. Sudah lanjutkan! Lihat ke depan lagi." Pak guru mengetuk papan tulis dengan keras.

"Lia, kamu cuci muka dulu sana."

"Baik pak, izin ke kamar mandi." Lia melangkah keluar dari kelas.

Setelah selesai mencuci muka, Lia merasa segar kembali. Melangkah ke kelas yang ribut. Nella memberitahunya bahwa seluruh guru mengadakan rapat dadakan. Dan semua kelas free.

Lia hanya duduk kembali dengan tenang. Mencoba tidur di kelas yang berisik.

Perjalan pulang

Hujan turun, langit mendung. Lia menginjak genangan air di koridor. Hari ini, karena semua guru rapat mendadak. Kelas jadi free selama sisa pelajaran. Dan membuat Lia bisa pulang lebih awal. Anak-anak di kelas pada senang karena bisa pulang lebih awal. Sorak sorakan terdengar bergemuruh ketika suara pengumuman guru menghilang dengan bip.

Berbondong-bondong siswa berdesakan di koridor yang basah. Hujan lebat menyambut siswa yang bergegas keluar. Lia yang berada di belakang siswa menunduk. Dari banyaknya antusias pulang awal, Lia salah satu yang enggan pulang. Jam segini, Ayah, bibi, dan Kenan pasti sedang makan. Dan suasana itu pasti sangat harmonis. Lalu apa yang Lia lakukan? Dari awal dia selalu merasa, itu bukan keluarganya lagi. Ketika ibu meninggal dan kakak yang tidak tahu kemana. Lia merasa sendiri. Kenan, adik tiri itu emang lucu. Tapi Lia merasa kesal ketika melihatnya. Lia selalu merasa, semua ini kesalahan keluarga baru Ayahnya. Karena jika Ayahnya tidak punya Bibi, apakah ibunya akan dengan putus asa mengakhiri hidupnya sendiri?

Di tengah hujan yang lebat, pikiran Lia terus berputar, tak kenal lelah.

Lia mengulurkan tangannya, merasakan tetesan air hujan jatuh di tangannya yang dingin. Ia melihat ke atas, genteng orange-kemerahan telah diliputi lumut berwarna hijau hitam. Dan tetesan air jatuh dari ujung genteng. Lia memercik air, seperti anak kecil yang senang main air. Lia tersenyum lebar.

Ketika rintik hujan mulai mereda. Lia melangkah pulang. Di mobil angkot, Lia melihat ke luar jendela yang tertutup embun. Orang-orang di sekitar jalan membawa payung dan berjalan menghindari genangan air. Meloncat loncat memilih lahan yang agak kering.

Lia terus menatap ke luar jendela sampai ketika ia melihat rumahnya dan turun dari mobil.

"Lia pulang". Melepas sepatunya yang agak basah Lia mencoba membuka pintu. Tapi ternyata terkunci. Kemudian Lia mencari kunci di bawah keset.

Setelah menemukannya ia membuka kunci dan masuk ke dalam rumah yang agak gelap. Mencari sakelar lampu, menekan tombol on, ruang tamu terang benderang.

Lia menyeret kakinya, membuang tasnya ketika sampai di kamar dan masuk ke kamar mandi. Ketika percikan air berhenti terdengar, Lia keluar dengan setelan santai. Langkah kakinya menuruni tangga dan masuk ke arah dapur. Ketika ia akan membuka kulkas, ia menemukan catatan.

"Lia, Bibi pulang telat ya. Ayahmu ada masalah di perusahaan, jadi Bibi bantu. Kenan Bibi titipkan ke neneknya. Makanan ada di kulkas, tinggal kamu panasin aja.

Salam sayang,
Liana".

Lia merobek kertas dan menggulungnya menjadi bola. Memasukkan nya ke tempat sampah dan mencari makanan yang dikatakan.

Setelah makan ala kadar, Lia kembali ke kamarnya dan tertidur.

[END] What's wrong with me?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang