Keping dua puluh enam ° Last word

6 3 0
                                    

Terasa hangat,
Rasanya ingin menetap
Terimakasih engkau tidak hirap

(Lia Angelista)

°°°

31 Desember
22.11 Pm

"Ya, ngak kerasa ya? Besok udah tahun baru aja." Edo menyerahkan buah yang sudah di kupasnya ke tangan Lia.

"Iya do, nda kerasa, " Lia mendengar suara ramai orang-orang di luar yang sedang berbincang hangat.

"Lia pengen banget bisa liat kembang api. Kembang api yang besar dan indah. Atau kegiatan bakar-bakaran di rumah juga kayaknya seru banget. Tapi sayang... " Lia melihat keadaanya sendiri dan menghela napas pasrah.

"Makanya lo cepet sembuh ya. Ayo! Gua yakin si lu bakal sembuh segera. " Edo mencoba mengembalikan semangat Lia.

Lia hanya tersenyum tipis, lalu menjawab dengan suara lirih, "Aku harap ya. "

Edo merasakan kesedihan Lia, dia mengalihkan topik.

"Btw tadi gua liat Demetra keluar dari bangsal lo? Ngapain dia? Nyakitin lo lagi? "

"Ngak, Etra cuma mau minta maaf. "

"Minta maaf tentang apa? Dia dah anggurin lo selama setahun,  pacarnya bully lo lagi. Semuanya kelar dengan kata maaf? Tau gtu, gua tonjok dia lagi kayak waktu itu cih. "

Mendengar kata berantem waktu itu, Lia mengernyit.

"Jadi kamu yang bikin Etra babak belur? "

'Oops, keceplosan gua. Tolol lu malah bilang lagi. '

Ekspresi Edo berubah-ubah, ia menyesal. Mengapa mulutnya tak bisa di rem.

"Ehehehe... Anu loh ya.. " Edo mencoba tersenyum lebih lebar, ia memikirkan cara bagaimana menjelaskannya pada Lia.

"Anu? "

"Jadi yah gua emosi ya, jadi gua aju jotos ama si bangsat Demetra. "

"Tapi kamu ngak bisa gtu do. Etra ngak salah apapun, dia nda tau kalo kak Nasya yang bully Lia tahun itu. "

"Brengsek nya dia di sana ya, kelakuan pacarnya sendiri masa dia kagak tau. Cinta itu emang buta, contoh nyata. " Edo masih kesal ketika mengingat semua hal itu, ingin rasanya ia memukul Demetra lagi dengan keras. Kalau bisa, sampai dia masuk rumah sakit. Rawat inap sebulan. Sial, harusnya dia lebih keras dulu.

Mendengar jawaban Edo, Lia hanya terdiam. Meskipun dia tau hal itu aneh, mengapa Demetra tidak tau bagaimana sifat kekasihnya sendiri?

Lia menampik semua pertanyaan itu, dia hanya tahu bahwa Demetra mungkin tidak sebaik yang Lia kira. Dia juga manusia, yang bingung tentang apa yang dia inginkan, dan apa yang sebenernya sangat dia perlukan. Lia hanya bisa tersenyum, dan memaafkan banyak hal, meskipun hatinya terasa mengganjal. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Waktunya tinggal sebentar. Ia hanya ingin menikmati momen terakhir hidupnya dengan damai.

"Do, jam berapa sekarang?" Lia menoleh ke arah Edo yang sedang mengupas buah apel di samping ranjang.

Edo mendongkak, membuka handphone pintar yang dia letakkan di nakas "11.45pm ya? Kenapa? Kamu kedinginan? Mo minum?" Edo bertanya dengan khawatir.

"Nda papa Do, Lia cuma pengen banget liat kembang api di luar. Bentar lagi tepat jam 12 malam. Lia ngak sabar. " Lia tersenyum.

Edo tidak bereaksi, dia bingung. Apa kata hiburan yang tepat untuk Lia. Supaya Lia melupakan semua kesedihannya, dan tersenyum kembali. Dia merasa aneh melihat Lia yang tersenyum, tapi matanya sendu. Hatinya sakit.

"Iyah, kamu cepat sembuh makanya. Banyak orang yang nunggu kamu. " Edo mencoba tersenyum selebar mungkin, berharap kata-katanya bisa membangkitkan semangat Lia.

"Ok." Lia hanya tersenyum.

°°°°

00.01 am

"Do? Edo? " Lia memanggil nama Edo berulang kali, tapi tak ada jawaban.

Melihat bangsal yang kosong, mungkin ketika ia tertidur sebentar, Edo pergi untuk beristirahat di bangsal lain, atau melihat kericuhan di luar, gemerlap kembang api yang sangat indah.

Mendengar suara di kejauhan, Lia iri. Mengapa dia tidak bisa juga?

Tengah malam, waktu yang tepat dimana pikiran aneh menyeruak masuk ke benaknya. Lia sendirian di bangsal yang dingin, merasa sangat terisolasi. Seolah-olah di dunia ini, dia hanya patut sendirian. Rasanya sungguh menyesakkan.

Pikirannya penuh, banyak hal yang dia ingat kembali. Banyak hal bahagia, dan sedih yang kerap kali singgah di hari hari yang pernah ia lalui. Tapi pada akhirnya, apakah Lia tidak akan mengalaminya lagi?

Air mata turun perlahan.

Lia tak kuasa menahan tangis. Rasanya tidak adil. Meskipun dia berusaha sebisa mungkin untuk ikhlas, belajar menikmati momen terakhir yang dia punya. Tapi, mengapa itu masih membuat dada nya sesak?

Kepalanya mulai terasa sakit lagi, ia sangat mengantuk dan hanya ingin tidur. Rasanya tidur tidak seburuk itu. Setidaknya tidak berisik, perlahan dia menutup matanya dengan senyuman yang masih ada.

Akhirnya Lia merasa tenang.

Tidak sakit lagi.

Terimakasih.

♥*♡∞:。.。  

[END] What's wrong with me?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang