Keping sembilan belas ° Known

34 3 0
                                    

Aku tak tahu apa yang terjadi,
Untuk kesekian kalinya aku ingin berdiri,
Mengatakan aku lelah untuk sekian kali

Berteriak dengan keras,
Merombak angan yang kian bias.

Apa semua ini?

(Lia angelista)

°°°

Waktu terus bergulir. Tak terasa setahun pun terlewati. Semua kesedihan, gembira, canda tawa, tangisan, semuanya terasa sebentar. Lia yang kini duduk di kelas barunya, kelas 12. Mencoret-coret buku barunya, menggambar hal random yang di inginkannya.

Waktu untuk memasuki pelajaran masih jauh, dan Lia bosan. Di kursi sebelahnya, masih kosong. Lia tak pernah punya janji dengan si ini atau si itu untuk duduk berdua kalo sekelas. Seperti teman lainnya.

Jadi hanya dia, yang belum mendapatkan rekan semeja. Mungkin, dia akan menjadi orang yang kurang beruntung. Orang yang berangkat kesiangan memilah bangku, dan tak ada pilihan selain duduk dengan nya "Lia pengidap penyakit putri". Itulah julukan dari orang-orang, dari rumor yang Lia tak sengaja dengar.

Lia mencoret panjang buku tulisnya, mood nya tidak baik mengingat semua hal yang terjadi padanya sepanjang tahun itu. Salah satu hal yang membuat hatinya berat adalah Demetra. Sejak terakhir kali Lia melihatnya dengan kak Nasya, Lia tak pernah melihat lagi Demetra.

Dia tak pernah sekalipun menemui Lia. Kadang Lia bingung, apa salahnya lagi?

Orang-orang pergi tanpa pamitan. Menghindar, menghilang, seperti Lia memang orang yang harus di jauhi orang kebanyakan.

Mood Lia turun drastis di pagi hari.

"H..alo..kursi ini kosong? Aku boleh duduk disini?" Lia yang sedang tak mood bicara pada siapapun, di sapa oleh suara gagap di sampingnya.

Lia hanya melirik sekilas orang yang datang, seorang laki-laki dengan tampilan nerd tingkat berat. Kacamata persegi tebal, rambut rapi, seragam tersetrika rapi. Dari atas sampai bawah, mencerminkan anak teladan. Lia mengangguk di dalam hati.

Lia belum menjawab, dia melirik seisi kelas yang sudah penuh. Dan kursi di sampingnya lah satu-satunya yang masih kosong. Jadi Lia hanya mengangguk. Dia tak masalah, mau cowok atau cewek menurutnya sama saja.

Setelah melihat anggukan Lia. Lelaki itu tersenyum, menyimpan tasnya di bangku, merapikan buku paket yang di bawanya di bawah meja. Setelah puas dengan hasilnya, ia duduk dengan rapi di mejanya.

Lia di sebelah, hanya melirik dengan aneh. Lalu menyiapkan buku tulis dan peralatan serba pink yang di bawanya.

•••

Istirahat

"Nama kamu Lia?" Lia yang niatnya akan tertidur di sepanjang istirahat hari ini, terganggu oleh suara tanya dari sebelahnya.

Lia melirik orang yang duduk di sebelahnya, kalo tidak salah mengingat namanya Tomi. Murid pindahan dari sekolah elit yang Lia bingung bacanya bagaimana. Dia pindahan dari Belanda.

Melihat Lia yang hanya memandangnya lurus, Tomi merasa malu. Cuping telinganya memerah.

Lia tersadar dari pikirannya, dan mengangguk mengiyakan. 

"Kalo gtu salam kenal, aku Tomi." Tomi mengulurkan tangannya.

Lia mengikuti gerakan Tomi, "Salam kenal juga, maaf tadi Lia nda mood jadi nda ngajak kamu bicara. " Lia tersenyum manis.

Deg..

Tomi hanya merasa dunianya berhenti. Suara suara menghilang, yang Tomi liat dan dengar hanya suara manis Lia dan senyumannya.

"Tomi! Tomi!" Lia melambaikan tangannya di depan Tomi.

"Iya? " Tomi secara linglung menjawab pertanyaan Lia. Di pikirannya masih terpatri senyum manis Lia.

"Kamu nda papa? " Lia bertanya dengan raut khawatir.

"Nda papa kok," Tomi gelagapan.

"Btw kamu engga ke kantin? " Tomi berusaha mengabaikan suara keras dentuman dadanya.

"Nda, kamu aja. Lia mager. " Lia kembali berbaring di meja.

"Oke. Kalo gtu, aku ke kantin dulu. " Tomi beringsut dari kursinya dengan gerakan cepat. Melangkah keluar dengan tergesa-gesa.

Lia hanya meliriknya bingung, dan melanjutkan tidurnya. Sebelum Lia benar-benar terlelap, rasa pusing menyerangnya dengan intens. Sakit kepala yang membelah. Lia merasa kepalanya akan meledak. Rasa sakitnya sungguh tak tertahankan.

Lia mencoba mengubah posisi, ia berdiri. Tangannya menyentuh dinding sebagai topangan. Lia mencoba berdiri dengan perlahan, karena rasa sakit yang intens Lia menutup matanya.

Perlahan Lia mencoba membuka matanya, kabur. Yang di lihat Lia hanya warna kuning kabur dan bintik-bintik. Lia ketakutan, apa yang terjadi padanya lagi?

Semakin intens nya sakit yang di rasakan Lia, akhirnya Lia ambruk ke lantai, ia pingsan.

Sebelum pingsan, Lia mendengar derap langkah kaki yang mendekatinya diiringi suara ribut di belakang memanggil namanya.

[END] What's wrong with me?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang