Keping empat • Silence

44 6 0
                                    

Kosong?
Sejauh mata memandang, tak ada apapun
Dunia terasa terenggut;
Gerakan manusia, deruan angin, bahkan kedipan mata terasa jauh dijangkau

Dimana ini?
Mengapa gerangan terasa berhenti?
Waktu? Mengapa rasanya tidak berguna di sini?
Aku siapa? Mengapa di sini?

Sunyi
Tapi mengapa rasanya sungguh menyenangkan di sini
Semua hilang, diriku pun juga
Bisakah aku tinggal lebih lama?

(Lia Angelista)

°°°°

Deruman keras suara motor terdengar nyaring di penjuru parkiran sekolah yang terlihat ramai. Riak suara obrolan memenuhi atmosfer parkiran. Suara hentakan kaki terdengar nyaring. Segerombolan siswa-siswi tergesa-gesa memasuki gerbang.

Di dekat gerbang, terlihat seorang perempuan mungil berkucir kuda. Matanya menatap kedepan, kosong. Raut wajahnya datar, seakan semuanya telah terenggut dari dirinya. Di dadanya, ia mendekap sebuah ransel berwarna hitam dengan erat.

Tak beberapa lama, seorang laki-laki datang mendekati sang gadis. Mata laki-laki itu menatap lekat. Dengan helaan nafas lelah, ia menyentak kedua tangan sang gadis lalu menggenggamnya erat.

Debum suara jatuhnya ransel menyadarkan gadis itu. Lia menatap ke bawah, lalu menatap ke arah tangannya yang sedang di gengam erat.

"Lia, liat gua!" perintah suara bass yang familiar di telinganya.

Lia mendongkak. Matanya tetap kosong, menyorot lurus ke dalam mata Demetra. Melihat hal itu, Demetra mendengus kuat.

Tatapan nya turun ke arah ransel hitam yang terongok bisu di permukaan tanah, dengan cepat ia mengambil tasnya. Menyampirkan nya di bahu kanan. Lalu tanpa banyak kata, kembali menuntun Lia ke arah kelas.

Di sepanjang koridor, siswa-siswi terlihat berbincang ricuh. Hari senin, siswa-siswi menenteng topi dan dasi di tangannya. Dengan gerakan biasa, mengikat dasi dan merapi-kan topi di kepala. Mereka bersiap-siap untuk upacara bendera.

Di lain sisi, Lia dan Demetra baru sampai di kelas. Keadaan kelas hening, kebanyakan orang sudah ada di lapangan untuk melaksanakan upacara. Hanya ada Demetra dan Lia.

Untuk beberapa detik, mereka hanya berdiri di sana, berdampingan dengan tangan yang senantiasa bertaut di keheningan yang menyesakkan.

Lantas tak berapa lama, pengumuman dimulainya upacara berdengung di sekolah koridor yang sepi, suaranya terdengar sangat nyaring.

Demetra dengan santai melepas tautan tangannya. Lalu bergerak terburu-buru ke arah lapangan. Lia tetap bergeming. Jiwanya ntah ada dimana, pikirannya benar-benar kosong.

Tapi dengan tiba-tiba, jantungnya terasa benar-benar ngilu. Seperti dengan sengaja, ada yang menusuknya dengan ribuan jarum kecil.

Sakit!! Ini sangat menyakitkan!!

Air mata lolos begitu saja. Lia dengan erat menggenggam dadanya. Meremasnya kuat. Dadanya semakin terasa sakit. Lalu tubuhnya rubuh ke tanah, Lia pingsan.

°°°°

Demetra tergesa-gesa pergi ke UKS. Dia mendapat kabar bahwa sahabatnya Lia pingsan di kelas. Dia mengutuk dirinya sendiri karena dengan santai meninggalkan Lia sendirian. Tapi dia tidak bisa menahan kuasa alam, ia benar-benar butuh privasi untuk menuntaskan hasrat buang air kecilnya.

Setelah hasratnya terpenuhi, dia lupa meninggalkan Lia sendirian di kelas. Dan malah mengikuti upacara dengan santainya.

"Shit! Gua emang bego." Demetra terus memaki dirinya sendiri.

Langkah besarnya berhasil membawa Demetra ke UKS dengan cepat. Nafasnya tidak stabil, karena jarak dari lapangan ke UKS memang lumayan jauh. Dan dia bukan atlet olahraga, sehingga tubuhnya benar-benar lelah.

Ia menghirup napas dalam, menetralkan debaran jantungnya yang terasa menggila. Lalu memasuki UKS.

Ruang UKS terasa dingin, ranjang pasien kosong. Hanya ada satu yang terisi. Seorang gadis berwajah pucat tertidur tenang di ranjang.

Demetra melangkah pelan, sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara bising. Ia takut mengganggu waktu istirahat sahabatnya.

Ia duduk di tepi ranjang, memandang sendu ke arah sahabatnya. Wajah putih itu semakin terlihat putih, pucat seperti mayat. Bibirnya tak berwarna. Tapi dia masih bernafas, ia tertidur lelap.

Demetra dengan sabar menanti bangunnya sang putri tidur ini. Dia membuka handphone pintarnya dan dengan santai bermain game.

Menit demi menit berlalu, Demetra masih asyik dengan game-nya. Dia tak menyadari, gadis yang terbaring di sampingnya membuka matanya pelan.

Lia mengerjapkan mata pelan. Sinar hangat terasa merambat ke sekujur tubuhnya. Dengan perlahan ia mencoba bangkit. Puing-puing kesadarannya perlahan berkumpul menjadi satu. Beberapa ingatan menerobos masuk. Ia mengernyit.

Sshht...

Mendengar suara lirih itu, Demetra buru-buru menyimpan handphone—nya. Ia langsung menyambar tangan Lia.

"Mana yang sakit?" Demetra bertanya dengan khawatir. Lia hanya memandang aneh Demetra. Lalu tertawa pelan.

Demetra memandang Lia datar. Lalu tanpa perasaan mencubit pipi Lia dengan keras.

"Aww.. Sakit tau Etra!" Lia mendelik sebal, bibirnya cemberut lucu.

Demetra hanya terkekeh pelan, lalu mengelus surai hitam dengan gaya poni tail milik Lia.

Lia mendengus sebal. Dengan kasar menghempaskan tangan Demetra. Lalu ia sadar sesuatu.

Dimana ia sekarang?

Kepala imutnya bekerja keras untuk berpikir. Ruangan ini unfamiliar baginya. Dan setelah beberapa menit mengingat-ingat tata letak seluruh ruangan di sekolah ini, ia masih tidak bisa mengingat ruangan apa ini sebenernya.

"Etra, Lia dimana?" Lia bertanya dengan mimik wajah lucu, mata bulatnya mengerjap pelan.

Demetra menahan tawa. Ia benar-benar tidak tahu mengapa sahabatnya ini bisa sangat tidak tahu ruangan apa ini.

"Ruangan mayat. " dengan jahil Demetra menyahut dengan nada datar.

Lia membulat. Tapi dia berpikir kembali.

"Siapa yang mati?" gumamnya pelan.

Pftt.. Hahaha..

Demetra benar-benar tak bisa menahan tawanya lagi. Dia tertawa sangat keras, sampai-sampai perutnya nyeri.

Lia mendengus, ia baru sadar tadi Demetra hanya bercanda dengannya. Dengan kasar, ia memukul tangan Demetra sekuat tenaga.

"Aish. Lo napa sih! Gua cuma bercanda elah. Lo bego amat sih." Demetra mencebik sebal.

Mendengar itu Lia mendengus. Lalu dia menatap Demetra dengan serius.

"Etra, antar Lia balik aja yuk! Lia masih sakit. " dengan dramatisnya Lia memegang kepalanya.

Melihat itu, Demetra langsung sigap menuntun Lia turun dari ranjang dan meminta izin untuk mengantar Lia pulang.

°°°°

[END] What's wrong with me?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang