Keping lima • A mask

36 4 1
                                    

Hidup seperti apa yang kamu inginkan?
Bahagia?

Ya mengapa aku bertanya?!
Sungguh bodoh!.
Tapi, apakah kalian yakin cukup kuat untuk mendapatkannya?

(Lia Angelista)

°°°°°°°

Hari-hari berlalu seperti biasa. Lia tetap menjadi Lia. Tersenyum ceria di manapun berada. Tak ada gurat kesedihan terpatri di wajah bonekanya.

Tak terasa seminggu pun terlewati tanpa terjadi hal-hal yang kurang mengenakkan. Tak ada perasaan sesak. Tak ada sedih. Tak ada apapun. Semuanya tenang dan damai.

Lia menghirup napas dalam dan bersyukur. Di hari sabtu yang cerah ini, tak ada yang mengganggunya.

Ayah beserta keluarga kecilnya itu pergi ke luar kota, dengan alibi ada alasan mendesak yang harus di tuntaskan. Tapi Lia tidak sebodoh itu. Semenjak peristiwa hari senin di pagi hari itu, Ayahnya semakin menjaga jarak. Perilakunya semakin dingin. Tapi Lia tidak peduli.

Hahhh.....

Untuk sekian kalinya, desakan nafas berat terdengar. Banyak kilatan memori yang bersesak-payah di kepalanya. Ini sering terjadi, apalagi sekarang ia sendirian. Pikiran-pikiran itu akan terus menyiksanya. Kepalanya berdenyut tak tertahankan.

Lia bersusah payah mengendalikan semua pikiran yang berserakan di kepalanya. Tapi semakin dia mencoba, semakin liar itu terjadi. Bergulir terus menerus. Kepalanya terasa akan meledak. Ia sungguh tak tahan.

Dengan gila nya membenturkan kepalanya ke dinding samping tempat tidur.

'Mengapa? Mengapa? Mengapa?... '

Di kepalanya penuh tanya. Mengapa begini hidup? Apakah tidak ada harapan? Apakah hidupnya akan selalu begini? Benci, ketidakberdayaan?

Hahaha....

Lia tertawa sumbang. Rasanya dia gila. Semua ini membuatnya gila.

Arghhh....

Lia dengan kasar membanting semua benda didekatnya. Meraung seperti binatang buas. Matanya memerah. Penampilannya yang ceria menghilang. Digantikan kesuraman dan keputusasaan berat.

°°°

Hari senin, satu lagi hari yang sibuk. Seorang gadis cantik ber-tas kelinci lucu berjalan dengan senandung. Rambut yang dikuncir kuda tinggi bergoyang ke kanan dan ke kiri, menambah vitalitas dan kelucuannya.

".....na na na na na na
na na na na na na....."

Suaranya yang manis sangat menyegarkan. Vitalitas masa muda membuatnya terdengar lebih ceria dan berenergi.

Ia melompat-lompat ringan, seperti kelinci susu kecil yang manis. Tangannya melambai ke atas dan bawah. Angin melambai rendah, cuaca di pagi yang cerah cukup sejuk. Embun beku terlihat bersinar diterpa sinar mentari. Sungguh hari yang sangat, sangat indah. Sangat selaras dengan suasana Lia hari ini.

Lia tersenyum seperti orang gila. Ia nyengir lebar, mata besarnya berbinar terang. Entah apa yang dia pikirkan, tapi senyumannya yang lebar. Benar-benar menunjukkan pada seluruh semesta, dia dalam mood yang baik pagi ini.

•••

Ruang kelas, istirahat

Lia menundukkan kepala dengan lesu, semangatnya hilang. Dengan tubuh malas, ia menyandarkan kepalanya di atas meja. Menghembuskan nafas dengan kasar berulang kali.

"Hey! Lo napa dah?". Etra menepuk meja dengan keras.

Lia melirik sekilas. Matanya hanya melirik beberapa saat, dan jatuh kembali, tidak peduli, tidak menanggapi. Hanya diam.

Etra melongo.

'Gua siapa? Ini dimana?' Hatinya runtuh.

Lia tidak terusik, tidak peduli dengan reaksinya sama sekali. Dunia dia sekarang berada, terisolasi, hanya dirinya sendiri. Tatapan matanya kosong, terus melihat ke satu arah.

Etra pulih dari reaksinya. Kembali ke sosoknya yang jaim, ia berpura-pura tidak ada yang aneh dengan reaksinya barusan. Matanya kembali melirik onggokan tubuh tak bertulang di meja.

"Huh, Lia gua lagi ngomong sama lo elah. Perhatiin napa". Dengan dengusan, Etra membuat suara marah.

Tak ada respon.

Melihat Lia masih enggan merespon. Etra mendengus, lalu pergi keluar dari kelas. Lia sendiri masih tidak menanggapi, pikirannya benar-benar jauh.

•••

Pulang sekolah

Seluruh tubuh Lia, menunjukkan ' jangan mendekat '. Suram dan suram. Berkat aura itu, tidak ada yang berani mengganggu Lia. Sampai di koridor sekolah, seseorang menabrak bahu Lia dengan keras. Ia tidak siap, mundur beberapa langkah dan jatuh dengan suara keras.

"Ugh!" Lia mengerang pelan. Wajahnya yang suram, bertambah. Bibirnya mengerucut. Seribu kutukan muncul secara langsung di kepalanya. Dengan sungguh-sungguh ia berdiri dengan dua tumpuan tangan di lantai. Menepuk-nepuk debu yang tertempel di roknya dengan kasar.

Selesai dengan semua ' ritualnya ' Lia mencoba tersenyum selebar mungkin. Bibirnya sedikit sakit dan kaku. Tapi ia melakukan usahanya sebisa mungkin. Dengan mata enggan, ia melirik orang yang ' tidak sengaja ' menabraknya sampai jatuh barusan.

"Kalo jalan liat-liat! Lo ga punya mata apa?!". Dengan postur arogan, ia menatap wajah bayi Lia dengan sok.

Mendengar makian orang yang harusnya minta maaf karena menabraknya, Lia tersenyum semakin lebar.

"Napa lo? Gila ya? Hahaha ternyata bener kata rumor lo emang gila!". Tawa menggelegar terdengar di koridor yang ramai. Orang-orang yang tadinya berebut jalan pertama pulang, berhenti bergerak. Mata mereka melirik dengan antusias, beberapa berbisik-bisik dengan suara rendah.

Lia memandang sekeliling dengan konyol. Wajahnya berwarna merah padam, tapi senyumannya semakin lebar, seakan-akan bibirnya akan robek diwaktu berikutnya.

Melihat senyumnya yang semakin lebar. Gadis yang memakai sweater merah kekinian itu kaku. Bulu kuduknya agak merinding, dengan senyum kaku ia mendengus dengan berat dan berbalik pergi.

Pemakan melon yang menunggu pertunjukkan yang bagus, mendengus kecewa. Dengan mata enggan berbalik dan melanjutkan jalan untuk pulang ke rumah masing-masing.

Melihat semua orang bubar, Lia menundukkan kepalanya. Dengan kepala tergantung rendah, matanya berkilau, menitikkan air mata. Lia menangis rendah, takut ada orang yang melihat ia menghapus air matanya dengan kasar.

Menengadah ke langit, ia melihat langit biru, tidak ada awan. Sangat cerah berbeda dengan hati Lia sekarang. Dengan helaan napas berat, ia melangkah dengan linglung.

Setelah beberapa puluh langkah, Lia menghilang di telan kerumunan. Seorang laki-laki menatap lurus ke arah punggung Lia yang telah menghilang. Sorot matanya rumit. Dengan desahan rendah dia berjalan maju. Dan menghilang di telan kerumunan.

•••

Maaf, lama ngak update. Stuck ide. Kurang semangat. Makasih yang udah baca. Diusahain update terus untuk novel pertama ini🤧.

Semoga harimu indah💖

[END] What's wrong with me?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang