Sakura menghela nafas pelan. Melirik sosok yang tengah berbicara di depan. Sementara itu, ia bersama tim Konoha duduk bersisian di barisan lumayan belakang dalam pertemuan seluruh relawan malam ini.
Tadi sore mereka mendapat undangan makan malam sekaligus diskusi umum di gedung Akatsuki bersama anggota inti Akatsuki juga. Bahkan, ada beberapa tamu dari luar Desa yang ikut bergabung bersama mereka malam ini walau statusnya bukan relawan.
"Kau baik-baik saja, jidat?" Bisik Ino dari sebelah kanan Sakura.
Sakura melirik Ino, mengangguk kecil lalu kembali fokus ke tangannya yang bertautan.
"Bagaimana kau bisa bilang baik, wajahmu saja masam begitu." Balas Ino tak setuju.
"Sudahlah, nanti kita ditegur kalau banyak bicara."
"Cih!"
Ino kembali melihat ke depan, tapi melirik Sai dulu, memberi kode pada laki-laki itu.
"Sakura?"
"Ya?" Saut Sakura sedikit kaget. Ia menengok ke arah Sai.
"Mau ke luar sebentar?" Tanya Sai santai. Tapi sepertinya bukan hanya Sakura yang kaget, Shikamaru dan Yamato juga tak kalah kaget. Kiba sedang tidak ikut dengan mereka karena sedang tidak enak badan.
"Apa?" Tanya Sakura lagi, menatap Ino, "pig?"
Ino berdehem. "Tidak ada. Kalau kau mau silahkan, kalau tidak, tidak masalah." Katanya santai.
Sai berdiri, memberi kode ingin keluar pada Sasori yang menatap dirinya bertanya. Setelah Sasori mengangguk, Sai beranjak pergi.
"Jadi????" Tanya Ino pada Sakura.
Sakura menatap Ino, Shikamaru dan Yamato bergantian. Setelah ketiganya mengangguk, akhirnya ia mengalah. Ikut berdiri dan memberikan kode yang sama pada Sasori.
...
"Setelah malam ini, kalian sudah bisa secara bebas pulang pergi kembali ke Desa kalian sampai masa kerja kalian di sini selesai. Sekali lagi, Aku sebagai ketua Akatsuki juga Kepala Desa Amegakure mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kami juga memohon maaf apabila pelayanan kami untuk kalian tidak bisa maksimal." Kata Yahiko mengakhiri pidatonya.
Disambut tepuk tangan meriah dari seluruh tamu yang hadir malam itu. Begitu juga dengan tim 2 Konoha yang hanya bersisa Yamato, Shikamaru dan Ino.
Yahiko turun dari podium. Berjalan ke arah beberapa tamu dan relawan di barisan depan, menyalami mereka satu persatu. Setelah itu ia kembali duduk di kursi miliknya.
"Mungkin kita juga sudah bisa membuka beberapa toko pakaian bekas yang di pinggir kota. Bukankah data laboratorium mengatakan tempat-tempat itu sudah 90% aman?" Tanya Hidan dari sebelah kiri Yahiko.
"Mungkin kita bisa menambah beberapa penjagaan di sana. Setidaknya sebagai jaga-jaga kalau ada tindakan aneh yang mencurigakan lagi." Jawab Yahiko.
"Hm, aku setuju." Kata Hidan sambil mengangguk.
Keduanya lalu sama-sama menoleh ke depan, saat sosok Deidara maju. Ia bertugas melaporkan hasil dari rapat mereka semalam setelah Yahiko tadi. Awalnya itu tugas Itachi, tapi laki-laki keturunan Uchiha itu memilih jadi pendengar saja. Tentu saja membuat Deidara mengamuk walau pada akhirnya hanya bisa pasrah karena tidak ada yang mempedulikan, bahkan Tobi mentertawakan itu keras-keras.
"Hasil rapat terakhir kami, anda sebagai relawan kemungkinan bisa menyelesaikan masa kerja di sini setidaknya dua minggu lagi. Itu sesuai dengan jadwal hasil laboratorium dan riset terkahir yang dijadwalkan akan keluar dalam sepuluh hari lagi. Kami juga memohon untuk kerja sama anda di akhir kegiatan, mari kita saling mengedukasi para warga agar lebih hati-hati lagi menerima barang dalam bentuk apapun, bahkan bila itu gratis diberikan. Saya, Deidara dari bagian Akatsuki menyatakan diskusi kita malam ini, selesai."
Mereka semua kembali memberikan tepuk tangan untuk Deidara. Itu juga sebagai arahan bagi semua relawan untuk bergegas kembali ke penginapan, mengingat jam juga sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Di lain sisi di waktu bersamaan, Sakura tengah bersusah payah menahan air matanya. Sementara Sai, di sebelah gadis itu hanya bisa diam sambil menatap ke depan tenang, atau sebenarnya hanya berusaha tenang.
"Kupikir itu sudah cukup jelas. Aku tidak tahu sebenarnya apakah ini bisa kuceritakan padamu atau tidak."
Sakura mengambil nafas dalam dan menghembuskannya dengan cepat. Ia mendongkak, mencoba menekan lagi air matanya. Ia tertawa, tak tahu harus mengatakan apa. "Bukannya itu rahasia kalian? Kau mengatakan semua ini padaku, berarti kau ingkar padanya, kan?" Tanya Sakura sakras.
Sai menggeleng, "Tidak. Justru janjiku padanya adalah tidak membiarkanmu salah paham sekecil apapun." Katanya tidak setuju.
"Salah paham? Salah paham apa? Bahkan aku merasa tidak pernah sekalipun salah paham padanya." Balas Sakura tertawa lagi. "Sai, katakan padaku, kapan aku marah padanya? Atau sikap apa yang membuatku harus marah padanya?"
"Membuatmu menunggu?"
"Tidak." Sakura menggeleng. "Aku menganggap itu adalah proses. Toh sekalipun aku merasa terlalu lama menunggu, itu justru membuatku semakin kuat. Lalu, apa kau masih berpikir aku pernah salah paham padanya?"
Sai menoleh pada gadis pink itu. Menatap wajah Sakura dari samping. Walau raut wajah gadis itu biasa saja, Sai merasa Sakura sudah jauh berbeda dari yang Ia kenal dulu.
"Kau terlalu keras pada hatimu sakura."
"Hm?"
Sai berdiri, melangkah mendekati pinggir kolam di sekitaran Kantor Akatsuki itu. Tadi mereka memutuskan duduk di sana, jaraknya juga cukup jauh dari gedung tempat diskusi.
"Aku tahu, kau sudah jatuh pada ketua Akatsuki itu. Kami tahu, Sakura." Ucap Sai tenang. "Bahkan, aku bisa melihat bagaimana caramu menatap Yahiko. Apa jatuh cinta bisa membuat orang berubah?"
"Aku berubah?"
"Sakura," Sai berbalik badan, menatap tepat langsung pada manik emerland gadis itu. "Apa kau masih mencintai Sasuke? Atau,"
"Kau hanya menjadikan Yahiko pelarianmu?"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours | Sakura × Yahiko Pain
Fiksi PenggemarKarena pada dasarnya, masa lalu ada bukan untuk dilupakan, tetapi sebagai pembelajaran di masa depan. Walau ragu, Sakura mencoba membuka hatinya lagi, untuk laki-laki yang sudah sejak lama memperhatikannya. Laki-laki dengan sejuta misteri, Yahiko Pa...