1 : The Crowned Princess

104 13 1
                                    

Gadis itu sedang menggenggam tangan ibunya yang terbaring tak berdaya diatas ranjangnya. Ibu Rowena punya penyakit bronkitis ditambah, kejiwaannya juga terganggu seiring parahnya penyakit.

"Rowena, Ibu minta maaf jika memiliki salah padamu. Ibu mohon, jika setelah kepergian ibu ayahmu memutuskan menikah lagi, biarkan, jangan dilarang juga jangan pernah membencinya. Setelah ibu pergi, ayahmu pasti butuh pendamping baru." ujar sang ibu seraya meneteskan air mata. Tangannya yang lemas masih berusaha menggenggam pergelangan tangan putrinya. Di saat seperti ini saja, suaminya itu tak berada di dalam ruangan untuk menemani detik-detik terakhirnya, dia malah menunggu di luar kamar.

Rowena dapat merasakan kedua pipinya basah dengan air mata selayaknya ibunya. "Rowena janji ibu, Rowena berjanji akan menjadi anak yang baik, tidak akan melupakan semua nasehat ibu selama ini. Ibu jangan khawatir." ujarnya seraya terisak.

Dengan tubuh yang gemetar, sang ibu bangkit dari tidurnya lalu mencium kening anak semata wayangnya itu serta memeluknya sambil berkata, "Jangan patah semangat nak, ibu tau kau wanita tangguh, calon penguasa dimasa depan tidak boleh lemah. Ibu akan mengawasi mu dari atas. Sayang, ingat kata-kata ibu, kau akan menjadi penguasa sekaligus pemimpin paling hebat dimasa depan, ibu yakin. Ibu menyayangimu, nak." kata-kata itu menjadi kata terakhir yang diucapkan sang ibu padanya. Setelah itu, tubuh ibunya sudah kaku tak bernyawa lagi.

Air mata yang turun dari pipi Rowena semakin deras saat tau ibunya sudah tak lagi bernyawa. "Aku juga, Ibu." balasnya.

Ibunya, Chaterine tutup usia pada usia yang ke 39 tahun. sedangkan Rowena saat itu masih berusia 12 tahun. Ia masih membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu, ia masih ingin menghabiskan waktunya lebih banyak bersama sang ibu. Namun takdir berkata lain, ibunya harus meninggalkan dirinya saat dia masih berusia 12 tahun.

Rowena sekarang mengurung diri di dalam kamar usai melihat sang ayah tak sedikitpun menunjukkan gelagat sedih pada mimik wajahnya. Dia merasa kecewa sekaligus bingung pada ayahnya sendiri. Istrinya itu baru saja berpulang tapi lihat raut wajahnya sama sekali tak menunjukkan kesedihan secuil pun.

"Apa ayah tak sedih ibu meninggal?" sudah dari 10 menit yang lalu ia bertanya tanya mengapa ayahnya tak sedih, pada dirinya sendiri. Benaknya masih dihantui oleh kata-kata itu, rasanya dia masih belum terima.

Tak lama kemudian daun telinganya menangkap getaran yang merupakan suara ketukan pintu dari luar. "Siapa?" balasnya.

"ini ayahmu, Rowena." Rowena segera menghapus air mata dari pipinya lalu beranjak dari duduknya dan segera membukakan pintu.

Saat pintu terbuka, sang ayah langsung memeluk tubuhnya erat-erat. "ibumu segera dimakamkan Rowena, kau tak ingin melewatkan pemakaman ibumu kan?"

Rowena pun mengangguk. "ibu akan dimakamkan dimana ayah?" tanyanya.

"ibumu dimakamkan di dekat sini saja agar kau bisa melihatnya setiap hari." Penjelasan ayahnya membuat Rowena sedikit tenang. Ayahnya tau sekali bahwa putrinya sangatlah dekat dengan sang ibu.

Chaterine dimakamkan tak jauh dari Istana, tepatnya di belakang istana ada taman yang begitu luas nan panjang. Di ujung tamanlah ibunya akan dimakamkan. Tempat pemakaman ibunya merupakan komplek pemakaman pribadi milih kakeknya dulu. Saat neneknya meninggal kakek tak ingin berjauhan dengan istrinya sekalipun istrinya telah tiada, jadi dia memutuskan untuk membangun kompleks pemakaman dekat taman belakang istana agar ia bisa mengunjungi makam istrinya setiap hari. Selain nenek dan kakeknya, di sana juga merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi bibi juga paman sang ayah disertai putri kecil mereka yang meninggal karena menjadi korban pembunuhan.

Gadis malang itu sekarang hanya dapat memandangi dan mengelus batu nisan milik ibunya, tak ada lagi tubuh hangat ibunya yang siap membekap Rowena saat ia sedih. Matanya menatap kearah tulisan yang terukir pada batu nisan tersebut.

The Great Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang