"Sudah, Buk. Tidak usah dipikirkan ini juga demi masa depanku, Buk," ucap Ajeng menenangkan Ibunya.
Ibu menatap tersenyum disertai dengan belaian halus kasih sayang kepada putrinya. Ajeng memberitahu sang Ibu bahwa dirinya akan melaksanakan tugas KKN dan pergi ke desa tempat tinggal kakek neneknya.
"Buk, nanti aku ana tugas kuliah nanging kudu menyang desa kanggo ngabdi marang masyarakat," ungkap Ajeng memberitahu.
Ibu menjawab sekaligus bertanya, "Bagus dong, Nak. Nanging desa endi sing bakal sampeyan kunjungi kanggo tugas sampeyan? lan suwene?"
Ajeng menghela nafas perlahan kemudian dia menjawab, "Desa Sutarjo, Buk. Kayane kira-kira sewulan aku bakal balik yen tugas wis rampung." Ibu yang mendengar jawaban dari putrinya itu langsung tercengang dan sontak saja kaget.
Ibu kembali bertanya, "Kira-kira kapan sampeyan menyang desa Sutarjo, Nak?" Ajeng perlahan menjawab, "Sesuk, Buk." Wajah sang Ibu terlihat begitu cemas kemudian membujuk putrinya agar pindah ke desa lain. "Luwih becik pindah lunga menyang desa liya saja lan ojo menyang desa Sutarjo," saran Ibu kepada Ajeng.
Ajeng sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada desa Sutarjo tersebut, sampai sang Ibu tidak memperbolehkan dirinya untuk berkunjung ke desa itu. "Sebenarnya ada apa dengan desa Sutarjo? Mengapa Ibuku menyarankan aku pindah ke desa lain?" Ajeng bertanya-tanya dalam hatinya. Dirinya sangat penasaran akan tetapi dia tetap kekeh ingin mengunjungi desa Sutarjo untuk tugas kuliah.
Ajeng membujuk Ibunya dan meyakinkannya. "Tenang, Buk. Kabeh bakal lumaku kanti lancar lan selamet berkat pandongamu yen Ibu ndongakake aku," ujar Ajeng membujuk Ibunya. Sang Ibu terlihat sangat cemas dan dia hanya bisa terdiam saja tanpa berkata-kata.
"Opo aku bisa teka ing desa Sutarjo?" tanya Ajeng ingin tahu. Sang Ibu hanya menjawab, "Monggo wae, nanging Ibu arep matur supaya sampeyan iso mulih saka desa iku kanti selamet." Ajeng terlihat bingung dengan jawaban yang dilontarkan oleh Ibu. "Maksudne opo, Buk?" tanyanya kembali.
Sang Ibu hanya tersenyum tanpa berkata-kata, Ibu mengelus kepala Ajeng. "Ing desa Sutarjo ana tugu pengetan lan wacanen kanti teliti yen wis tekan merana, gawa piranti sholat lan ojo lali gawa Al-Qur’an untuk di amalkan lan tasbih digunakake kanggo zikir," saran Ibu untuk putrinya. Ajeng tersenyum menatap sang Ibu.
"Lan siji maneh sing kudu dieling-eling nalika nginep ing desa iku," celetuk Ibu. "Kenapa, Buk? Katakan saja padaku," tanya Ajeng sedikit memaksa. Ibu langsung memberikan jawaban, "Saben bengi sampeyan lan konco-konco wadon ojo metu saka omah lan saben wengi kudu diam wae ing omah amarga iki kanggo kabecikan sampeyan dewe supaya sampeyan ora cilaka." Ajeng terlihat begitu tampak khawatir. Dia tidak mengetahui sejarah dari desa Sutarjo.
Ajeng baru teringat tentang persiapan apa saja yang akan dia bawa untuk tugas KKN dan membawa semua perlengkapan ibadah dan pakaian yang akan dia gunakan untuk menginap di pemukiman desa tersebut. Ajeng mengambil tas ransel yang berukuran besar untuk menampung seluruh pakaian dan perlengkapan solat beserta kebutuhan mandi di dalam ransel miliknya.
Tak lupa, Ajeng membawa perlengkapan untuk tugas kuliah dalam masa pengabdian kepada masyarakat di desa Sutarjo. Ketika dia sedang memasukkan perlengkapan yang akan dibawanya untuk hari esok, tiba-tiba saja terbesit di dalam pikiran Ajeng tentang perkataan sang Ibu yang membuat dirinya terus berpikir.
Ajeng langsung terdiam merenung ketika sang Ibu memberikan saran untuk dirinya mengenai perihal tentang desa Sutarjo, tetapi Ajeng tidak punya pilihan lain esok hari dia akan berangkat bersama teman-temannya. "Opo maksudne ucapan Ibuku koyok kui," gumamnya. Ajeng bertanya-tanya dalam hatinya. Kemudian Ajeng baru teringat akan persiapan untuk esok tugas kuliah.
"Mugo wae ucapan Ibuku ndak bener," gumam Ajeng dalam hatinya. Kemudian dia melanjutkan kembali memasukkan perlengkapan yang akan di bawanya. Ajeng berhenti sejenak dan dia lupa akan sesuatu, Ajeng mencari-cari benda yang terbesit di dalam pikirannya akan tetapi dia lupa satu benda apa yang akan dia bawa. "Koyokne aku lali sesuatu," celetuknya seorang diri.
Setelah di cari-cari, penglihatannya langsung tertuju pada tasbih berwarna coklat tua yang tergeletak di lantai dekat lemari. Ajeng mengambil tasbih itu yang berukuran kecil berbentuk gelang. Di setiap butiran tasbihnya memiliki aroma wangi gaharu yang sangat khas dan sangat enak di hirup aromanya.
Ajeng menghirup aroma wangi gelang tasbih gaharu, dan dia baru tersadar perkataan Ibunya ketika hendak memberikan saran kepadanya. "Aku mung kelingan marang wejangane ibu supaya nggawa tasbih kanggo zikir," gumamnya kembali. Ajeng memakai gelang tasbih di tangan kanannya.
Tak lama setelah itu, Ajeng merasakan sangat gerah. Keringat mengucur dari kepala sampai wajahnya. Selesai menyiapkan perlengkapan, dia langsung mengambil handuk kemudian bergegas mandi.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Ajeng selesai mandi sekitar dua puluh menit baru keluar dari kamar mandi. Seperti biasa, Ajeng memakai pakaian yang sudah ia sediakan sendiri dari awal ketika ia hendak ingin mandi. Sebelum pergi mandi, ia menyiapkan pakaiannya di dalam kamar.
Lampu kamar langsung dia hidupkan, seketika ruang kamar menyala. Ajeng duduk ditepi pinggir kasur disertai kipas angin yang sedang menyala. Ia mengambil pengering rambut, Ajeng menikmati waktu kesendiriannya dalam kamar.
Ia membuka laci lalu mengambil beberapa buku untuk persiapan kuliah esok hari. "Buku apa yang harus saya bawa untuk esok hari, ya? Aku lupa pelajaran apa saja yang harus di persiapkan," celetuknya sendiri.
Ia mengambil handphone yang tergeletak diatas kasur, langsung membuka handphone dan melihat jadwal dari group sosial media khusus fakultas ekonomi.
Ajeng menyiapkan buku untuk jadwal esok hari. Tak hanya itu, ia seringkali cek setiap bukunya satu persatu.
"Barangkali ada tugas yang belum aku selesaikan lebih baik aku cek terlebih dahulu daripada nanti keblabasan di kampus," gumamnya membatin.
Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu dari luar.
"Siapa?" tanya Ajeng yang sedang fokus cek setiap buku.
"Udah solat belum, Nak?"
Ajeng sontak kaget. "Haduh, mirip suara bapak." Ajeng tergesa-gesa meletakkan bukunya masuk ke dalam ransel.
"Sedikit lagi, Pak. Lagi cek buku jadwal kuliah," jawab Ajeng.
Dari luar terdengar suara bapak menyahut, "Yasudah, Nak. Jangan lupa solat." Ajeng menyiapkan perlengkapan solat dari dalam lemari, kemudian ia bergegas keluar kamar lalu beranjak mengambil wudu.
Selesai wudu, Ajeng berpapasan dengan bapaknya. "Sudah beres semua buku-bukumu, Nak?" Ajeng merespon, "Sudah, Pak." Ia langsung masuk ke dalam kamar dan menunaikan solat.
Ketika ia selesai solat, Ajeng terdiam sejenak. Saat itu juga, Ajeng langsung berzikir menggunakan jari. Hanya jari-jari tangannya saja yang ia gerakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAPETAKA (KUTUKAN) <masih berlanjut>
HorrorPantangan yang dilanggar oleh penduduk desa Sutarjo, menyebabkan desa itu sendiri menjadi sebuah kutukan bagi warga setempat. Sehingga untuk para pendatang dari kota yang hanya ingin sekedar berkunjung atau untuk menetap di desa Sutarjo tidak bisa p...